MusimSemi-03

20.4K 2K 52
                                    

Fatih sibuk menyusun puzzle gambar gedung istana Bogor di atas lantai, sementara Mariam sedang asik berfoto-foto ketika bel rumah berbunyi. Dengan sigap Mariam langsung beranjak menuju pintu.

"Hello, howdy?" sapa seorang pria yang kini sudah berdiri menunggu. Seutas senyum tipis, namun kikuk, ia hadiahkan untuk Mariam.

Gadis berkaca mata yang masih belum mandi itu datar saja. Wajah cuek yang ia tampakkan seketika mampu meruntuhkan rasa percaya diri siapa saja. Ia melihat pria di hadapannya ini dengan pandangan penuh selidik; sepatu kulit, celana hitam pekat jahitan desainer, kemeja armani biru pudar, jaket abu-abu, aroma kopi dan permen minth ketika pria itu bicara, parfum aroma kayu-kayu hutan dan pegunungan, sejenis itulah, rambut hitam-kepirangan yang dirapikan dengan gel, dan yeah wajah yang menurut Mariam, tidak terlalu istimewa.

Mariam mundur dan menarik daun pintu.

Bagi Sam, situasi ini cukup mendebarkan. Sejak kakinya melangkah menuju pintu tadi, perasaannya jadi campur aduk. Padahal hey, dia sudah terbiasa berhadapan dengan banyak jenis manusia sebelumnya, baik secara empat mata, enam mata, delapan mata, atau dia yang berbicara menjadi pusat perhatian di tengah persidangan. Seharusnya situasi seperti ini bukan lagi jadi masalah. Tapi ia juga tidak paham, mengapa tiba-tiba jantungnya berdetak dua kali lebih cepat? Dan tangannya yang tergenggam terasa lebih dingin dibandingkan biasanya. Tidak hanya itu, ia juga takut andai kehadirannya tidak dianggap sama sekali, atau bahkan sampai diacuhkan.

"C'mon, you are Sam," ucapnya dalam hati. Ia mengangkat alis, menggeleng, kemudian melangkah masuk.

Mariam hanya melengos saja. Tanpa sekali pun memersilakan tamunya masuk, dia sudah duduk kembali di sofa kemudian pura-pura sibuk dengan ponsel.

"Fatih." Sam tersenyum menyapa putranya yang sama sekali tidak bergeming.

Fatih hanya menoleh seperkian detik, begitu tahu yang datang adalah Sam, maka dia pura-pura tidak peduli. Meski dalam hati Fatih sudah memaafkan Om Dad-nya, namun tetap saja terkadang dia suka bertingkah seperti itu. Fatih punya hobi baru yaitu menakut-nakutin Sam. Supaya laki-laki itu tidak terlalu percaya diri bahwa dia sudah dimaafkan.

"Hey," sapa Sam lagi di telinga Fatih. Sekarang dia sudah duduk di samping Fatih, menjawel pipi empuk putranya.

Fatih masih saja sok angkuh. Dia hanya menggerakkan sedikit kepalanya demi menghindari gangguan tangan Sam.

"Kau sedang sibuk rupanya. Do you need for help?" rayu Sam.

"No. I don't. Thank you." Fatih menjawab cepat dan fasih. Bahasa Inggris-nya berkembang cukup pesat.

"Kenapa kau sombong sekali?" Sam mendekatkan wajahnya, berusaha mencium.

Kepala Fatih bergerak mengelak. "Sorry I'm busy. Aku sedang fokus."

Sam tersenyum lebar hingga tampak deretan giginya, menggeleng, tidak habis pikir atas jawaban Fatih.

"Tidak, kau hanya pura-pura saja. Dalam hati kau merindukanku, iya 'kan?" Sam masih tidak mau kalah.

Dia menarik tubuh Fatih kemudian menciumi leher bocah itu hingga tertawa. Kini Sam duduk bersandar pada kaki sofa, dan Fatih ada di pangkuannya.

Mariam yang duduk di atas terus mengawasi. Sesekali dia menggerak-gerakkan bibir demi mengejek setiap ucapan Sam. Bagi Mariam, semua ini tidak ada kesan baiknya sama sekali. Sam hari ini tidak berbeda dengan Sam yang dulu.

"Munafik," umpat Mariam dalam hati.

"Dad, kenapa kau tidak memotong ini?" Fatih menghadap wajah Sam, kemudian menariki jambang dan jenggot yang mulai panjang.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang