MusimSemi-09

18.9K 1.8K 65
                                    

❄❄❄

Houston, USA

Sam sudah tiba di Amerika, namun dia belum menginjakkan kaki di rumah. Kemungkinan besar Paman Jono juga belum tahu kalau Sam sudah kembali.

Jam di layar komputer menunjukkan pukul 06.30. Belum ada satu pun staf yang datang sepagi ini. Tadi setelah menempuh penerbangan 14 jam, roda pesawat yang membawa Sam mendarat dengan halus di Bandar Udara Interkontinental George Bush pada pukul enam tepat. Dengan taksi carteran, pria 33 tahun itu langsung meluncur ke kantornya di center street kota Houston. Kantor ini dijaga oleh petugas keamanan selama 24 jam, dan tentu saja Sam bisa menggunakan ruangannya kapan pun dia mau.

Kantor Sam adalah sebuah bangunan tiga lantai yang didirikan pada tahun 2010. Selama dirinya sibuk menyelesaikan master di Michigan, firmanya menyewa salah satu lantai di gedung perkantoran sedikit ke tepian kota Houston. Ketika berlangsung masa pendidikan, semua urusan klien lebih banyak dilimpahkan kepada dua partner-nya. Usai master di tahun 2009, Sam segera kembali ke Houston. Ia menjadi sosok yang lima kali lebih fokus dalam mengembangkan firma. Dua tahun berselang, nama De Bruyne's Law Firm mulai masuk ke jajaran 10 top law firm di negara bagian Texas. Sebuah prestasi yang selalu membuat Tuan Dmitry berbangga padanya.

Sam menyimpan kedua tangan di belakang kepala, bersandar pada kursi. Matanya terasa perih. Sejak bertolak dari White Paradise sehari lalu, dia ingin sekali merasakan tidur lelap hingga lupa pada segala kenyataan ini.

Akan tetapi tidak berhasil. Bahkan selama di pesawat, meski matanya terpejam, ia tidak pernah sempurna kehilangan kesadaran.

Kini pandangan pria itu berkeliling mengamati ruang kerjanya sendiri. Sudah lima hari dia tidak masuk kantor. Ruangan ini, meskipun secara resmi bernama ruang kerja, namun Sam telah menyulapnya menjadi sebuah ruangan yang sangat nyaman. Dindingnya dibiarkan tetap berwarna putih tulang, keseluruhan lantai dilapisi karpet padat warna abu-abu tua, kursi dan sofa bergaya kasual berwarna hitam gelap, sebuah lukisan 2 x 1 bertema abstrak hitam putih dengan sedikit campuran warna lain yang diletakkan di atas dinding belakang sofa, satu pot tanaman indoor yang duduk di sudut ruangan, satu set meja kerja kokoh dan minimalis yang dilengkapi komputer dua monitor keluaran terbaru, dan tentu saja sebuah lemari besar di bekakangnya yang dipenuhi ratusan buku dari berbagai disiplin ilmu namun 70%-nya adalah hukum, menjadikan ruangan ini memiliki suasana tenang dan hangat.

Kadangkala ketika dilanda pikiran berat, pria itu lebih senang menghabiskan waktu di ruangan ini daripada tempat lain. Tidak peduli betapa banyak orang yang memuji kualitas Sam sebagai seorang corporation lawyer, dia tetaplah Sam berkepribadian tertutup yang butuh lebih banyak waktu untuk menyendiri.

Ini sedikit ganjil, dan anehnya tak seorang pun tahu tentang tipe kepribadiannya. Barangkali karena Sam sangat profesional mengatur pembawaan diri ketika harus berhadapan dengan orang lain, terlebih dalam hal menjaga wibawa di depan klien. Barulah ketika sendirian seperti sekarang, kenangan-kenangan masa silam sering menghantui pikirannya.

Dia tidak ingin mengingat masa lalu terlalu banyak, namun seperti langit sudah menetapkan takdir bagi para penyendiri, bahwasanya mereka adalah kaum yang paling tersiksa sebab kenangan masa lalu.

Alena, perempuan sialan itu. Sam selalu berharap perempuan itu telah mati dan sekarang sedang menikmati hukuman di alam kubur.

Seandainya benar kubur itu ada.

Jika hidup ini seperti satu gulungan pita film, maka masa-masa ketika umurnya di bawah 15 tahun, saat ayahnya Mark de Bruyne masih hidup, adalah bagian pita yang ingin ia potong dan lenyapkan. Masa-masa ketika ia terjebak sebagai korban penyimpangan seksual Alena, mantan pacar ayahnya itu.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang