MusimSemi-24

17.4K 1.6K 173
                                    

Bukan new chapter, melainkan part 24 yang entah mengapa tiba-tiba statusnya un-publish.

❇❇❇

Texas, negara bagian Amerika ini tidak hanya terkenal sebagai ladang minyak, rumahnya para koboi, dan lambang The Lone Star saja, namun juga sebagai habitat asli bagi bunga berwarna ungu kebiruan bernama bluebonnet yang menghampar di seluruh penjuru negeri ketika datang musim semi.

The Texas Department of
Transportation menebarkan sekitar 30,000 pon benih bluebonnet di daerah-daerah tertentu setiap tahunnya. Jalur bunga ini kemudian dikenal dengan nama Bluebonnet Trails, yang bisa dinikmati di kanan-kiri jalan dengan berkendara sejauh 40 mil.

Sebenarnya ada banyak tempat di Texas yang menjadi magnet wisata bluebonnet pada bulan Maret hingga April, namun kali ini Sam memilih untuk membawa Naela dan Fatih menikmati pesona keindahan bunga ini di kota kecil bernama Ennis, sekitar 2 jam lebih berkendara mobil dari Houston.

Sama seperti keluarga, pasangan, maupun kelompok lain, mereka menggelar tikar di atas rumput liar yang dikelilingi bunga-bunga bluebonnet.

Ada berbagai jenis buah yang disiapkan Naela dari rumah, juga beberapa makanan kecil dan minuman yang tadi mereka beli di perjalanan; semuanya terhidang di atas tikar.

Ini bukan hari libur, tapi kenyataannya Sam tidak masuk kantor. Pagi-pagi dia sudah menelepon Leon, mengabari asistennya itu bahwa dia akan absen kerja. Dia meminta Leon agar segera menghubungi apabila terjadi sesuatu. Lagipula firma itu secara de jure adalah miliknya. Tanpa dia selalu hadir di kantor setiap hari, firma itu tetap berfungsi sebagaimana mestinya sebab sudah memiliki sistem manajemen yang rapi.

Tidak semua perkara harus ditangani olehnya, justru akhir-akhir ini Sam lebih banyak melimpahkan pekerjaan kepada para associate. Dia hanya bertugas memimpin rapat, memutuskan hal penting, berdiskusi, memberikan masukan, menemui klien, dan hal lain sejenis. Jadi, libur sesekali atau bahkan setiap tiga hari sekali pun tetap tidak akan jadi masalah.

"Fatih, sini, Nak!" panggil Naela pada putranya yang asik berlari-lari di atas hamparan rumput hijau.

Baru beberapa belas menit mereka tiba di sini, tapi Fatih sudah punya beberapa teman sebaya. Tidak jelas anak-anak itu sedang bermain apa, hanya terlihat melompat-lompat, berguling-guling, berbisik-bisik, tertawa, mengejar kupu-kupu, bahkan ada seorang anak yang baru saja menangis karena disengat lebah.

Fatih berlari menghambur ke pangkuan Naela. Terengah-engah capek. Naela membuka topinya. Kepala dan wajah Fatih penuh keringat. Kaos abu-abu yang ia kenakan juga lembab.

Fatih gelosoran di atas tikar, kepalanya di atas pangkuan Naela.

"Ck, lihat ini sampai basah begini." Naela menarik tisu dari dalam tas, mengelapi dahi, wajah, dan leher Fatih. Bocah itu hanya cengengesan hingga terlihat gigi mungil dan gusi merah jambu. Ia mengerjap-ngerjap, sambil tangannya mengusik ujung hidung Naela.

Sam duduk di sana. Kedua tangan ada di belakang menopang tubuh. Ia hanya memperhatikan Naela dan Fatih, tertawa pelan.

"Kak Nae...Fatih haus," katanya.

"Duduk dulu." Naela meraih botol air mineral berukuran sedang, membuka tutupnya, lalu memberikan pada Fatih. "Bismillah, Nak."

Fatih mengucap basmallah, lalu minum hingga habis setengah. Naela mengelap bibir Fatih yang basah dengan telaten.

"Fatih mau main lagi." Anak itu sudah berdiri.

Naela meraih topi Fatih, lalu memasang dan merapikannya. "Jangan lari-lari, ya? Nanti malam kalau terlalu kelelahan, Fatih suka gelisah dan nggak bisa tidur nyenyak. Main di atas rumput dan jangan menginjak bunga. Jangan memetik bunga, apalagi dimasukin ke mulut. Janji?" Naela berpesan. Bocah itu mengangguk, mencium pipi Kak Naela, lalu segera kabur ke hamparan rumput, menyusul teman-temannya.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang