MusimSemi-35

15.8K 1.5K 391
                                    

Pukul 12 malam dan Naela masih gelisah di atas tempat tidur. Entah sudah berapa puluh kali ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa terlelap, namun berakhir sia-sia. Dia sama sekali tidak mengantuk, justru kepalanya jadi semakin pusing.

Matanya kembali melirik layar ponsel, berharap ada pesan whatsApp dari Sam.

Nihil. Layar ponsel itu tetap gelap. Terakhir Sam mengiriminya pesan sekitar dua jam lalu saat pria itu dalam perjalanan menuju bandara. Mereka bercengkerama melalui whatsApp hingga tidak terasa setengah jam berlalu dengan cepat.

Rindu sekali. Sembilan hari tidak bertatap muka dengan seseorang yang dicintai, itu sama artinya dengan sembilan hari bagaikan di bui.

Saat ini, rindu di hati Naela semakin menjadi. Dia sudah membayangkan banyak hal apa yang akan dilakukan ketika Sam sampai di rumah. Mula-mula dia akan membantu Sam berganti pakaian, memasak hidangan kecil sebagai sambutan untuk sang suami, melakukan hal manis berdua seperti saling memotong kuku, membersihkan telinga, memberikan pijitan kecil, dan hal-hal lain untuk menghabiskan waktu hingga pagi berdua. Rasanya dunia berputar lebih cepat ketika ia bersama Sam, padahal ia berharap kalau bisa jarum jam jangan pernah melangkah.

Seperti itulah keindahan cinta, jadi wajar jika ia diagung-agungkan oleh banyak pujangga. Kebahagiaan duniawi yang paling tinggi adalah kebahagiaan cinta, ruang dimana segalanya terasa membahagiakan tidak peduli seberat apa masalah yang harus dihadapi berdua. Andai tahu rasanya seindah ini, Naela berharap menikah sejak bertahun-tahun yang lalu.

Ia tersenyum geli, sebab malu mendapati dirinya sedang jatuh cinta seperti remaja.

🌻🌻🌻

"Home is not a place. It is a feeling."~Anonim

Pukul satu dini hari Naela belum juga bisa tidur. Dia memutuskan untuk meninggalkan selimut, meraih switer wol hangat warna krem favoritnya, dan hijab instan dari gantungan. Setelah semua rapi, ia berjalan meninggalkan kamar.

Ia hampir saja masuk ke kamar Fatih sebelum teringat anak itu tidur bersama Husein malam ini. Tidak sopan rasanya jika ia membuka pintu kamar Hussein demi melihat Fatih. Jadi Naela berbelok ke arah tangga, berniat menuju dapur. Ada baiknya ia mulai memasak untuk Sam, sehingga nanti suaminya itu tidak perlu menunggu terlalu lama.

"Hussein? Kau sedang apa?" Naela cukup kaget, kakinya mundur ke belakang, jantungnya berdenyut hebat. Bagaimana ia tidak kaget, tengah malam seperti ini masih ada seseorang yang beraktivitas di dalam dapur yang remang.

Pria itu juga tidak kalah kaget. Spontan ia menoleh ke arah suara kemudian langsung mengelus dada ketika tahu itu Naela. Tampak dadanya yang naik turun.

"Kau mengejutkan, Kak," sambung Hussein dengan wajah terguncang sekaligus lega.

"Kau juga mengejutkanku," balas Naela sambil berjalan mendekat.

"Aku lapar. Jadi kuputuskan untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan di dalam kulkas." Hussein memberi kode ke arah kulkas yang terbuka di hadapannya.

Naela menggeleng-gelengkan kepala seraya berdecak.

"Sepertinya vitamin yang kauminum bekerja dengan baik. Selera makanmu naik tiga kali lipat. Padahal waktu makan malam tadi kulihat kau menghabiskan dua potong steak ukuran besar, dua keping roti, semangkuk sup sayuran, tiga gelas jus, dan entah berapa kilo buah-buahan," ucap Naela dengan nada layaknya seorang kakak yang sedang mengatai adiknya.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang