MusimSemi-04

19K 2.1K 80
                                    

Pukul 9.47 ruang makan itu telah sepi. Mereka semua berpindah duduk di ruang depan.

"Dad, kapan kau akan pulang ke Amerika?" tanya Fatih lagi sambil duduk di pangkuan Sam.

"You already asked, Son." (Kamu sudah menanyakan tentang ini, Nak)

"Dasar Fatih cari sensasi," gerutu Mariam, "Jangan sok akrab deh."

Mereka menertawakan Fatih selama beberapa saat, kemudian masing-masing diam, sibuk menemukan apa yang sebaiknya dibicarakan.

"Naela?" panggil Sam, Naela yang sejak tadi hanya diam entah memandang kemana kini mengangkat alis mata.

"Hmm?"

"Siang nanti aku akan kembali ke Amerika selama tiga hari. Hari keempat semoga aku sudah kembali ke Indonesia dan akan langsung mencari penerjemah tersumpah untuk semua dokumenku. Berharap pada hari kelima aku sudah bisa mengurus CNI di kedutaan Amerika di Jakarta. Sementara aku mengurus semua itu, kau bisa menyiapkan semua dokumenmu di sini. Sore harinya aku akan menemuimu untuk mengambil dokumen milikmu yang akan diserahkan pada kedutaan negaraku. Kita akan mengurus aplikasi di KUA pada hari ketujuh atau lebih cepat dari itu jika memungkinkan. Aku tidak bisa terlalu lama di negara ini. Is it clear for you?" tanya Sam tegas. Sepertinya dia memang sudah paham benar mengenai apa yang harus disiapkan. Pernikahan antar bangsa memang rumit, namun birokrasi di Indonesia cukup memberikan kemudahan dibandingkan menikah di luar negeri.

"Kenapa tidak minta dikirimkan saja dokumenmu itu? Kan lebih easy," tanya Mariam ketus.

"Iya, kau benar. Tapi aku ada sedikit urusan terkait pekerjaan di sana. Lagipula orang rumah tidak ada yang bisa membuka lemari tempat surat keterangan mualaf dan akta kelahiranku tersimpan. Jadi akan lebih baik apabila aku pulang sebentar," Sam menjawab tenang.

Mereka hening selama beberapa menit, hingga Naela membuka suara, "Apa kita perlu menyebar undangan?" ia memberanikan diri melihat Sam.

"Semua yang berurusan mengenai pelaksanaan acara, baik tempat, waktu, dua orang saksi, dan lain-lain, aku serahkan semuanya kepadamu dan Umi. Aku tidak mengenal siapa pun di negara ini. Tapi aku berharap kita bisa menyelesaikan semuanya dalam waktu dua minggu. Sungguh aku tidak bisa terlalu lama meninggalkan Amerika dan pekerjaan. Semoga kau bisa memahami hal ini."

Naela menerjemahkan semua informasi dari Sam kepada ibunya, dan Ummi Dian mengangguk setuju.

"Uhm, Sam. Kau bisa mengajak Paman Jono untuk menemani. Jika mau," saran Naela.

Pria itu berpikir sejenak, "Aku selalu senang ditemani Paman Jono. Tapi umurnya sudah lebih dari 70 dan dokter selalu mengingatkan agar dia jangan terlalu kelelahan. Jarak Amerika-Indonesia cukup melelahkan, Naela. Tapi akan aku pertimbangkan lagi. Apabila dokter membolehkan Paman Jono ikut, maka aku akan mengajaknya dengan senang hati."

"Can you make a video call with Uncle Jhono, Dad?" Fatih menarik ponsel yang menyembul dari balik saku kemeja Sam.

"Just for 5 minutes. Okay?" tanya Sam kemudian mencium pipi Fatih.

"Okay for 5 minutes."

Sam segera membuka ponselnya, mencari kontak Paman Jono di whatsApp, kemudian menekan video call button. Panggilan pertama berakhir tanpa jawaban. Sam mengulangi. Sekitar 20 detik kemudian, muncul teks 'connecting' di depan layar. Ponsel itu segera dihadapkan Sam ke depan wajah Fatih.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang