MusimSemi-10

15.5K 1.5K 36
                                    

🍁🍁🍁

Tanggal 8

"Mi, hari ini Naela sama Mariam mau ambil undangan yang sudah dicetak di WO, ya? Atau Umi mau ikut?"

Mereka sedang sarapan bertiga. Tadi malam Mariam tidak tidur di rumah ini. Mamanya meminta agar dia pulang untuk dikenalkan pada seseorang. Tahun ini umur Mariam sudah 26. Dia saja yang masih santai-santai tidak mau memikirkan jodoh, sedangkan orang tuanya sudah kalang kabut sejak dua tahun lalu. Mungkin sudah ada enam hingga tujuh lelaki yang coba dikenalkan orang tua Mariam, akan tetapi gadis itu selalu menolak. Alasannya banyak dan beraneka ragam, namun intinya cuma satu, dia belum bertemu seseorang yang tepat. Itu saja.

"Umi di rumah saja ya, Nae. Nggak apa-apa kan? Biar Fatih yang temanin Umi di sini. Iya kan, Fatih?"

Umi mengusap kepala Fatih. Bocah itu sedang asik makan kurma hijau. Kemarin Mariam yang beli di toko Muslim langganan Naela. Dia tahu kalau Fatih suka makan kurma hijau yang masih segar.

"Tapi Fatih mau ikut Kak Naela, Umi..." ucap anak itu agak merengek, "Fatih pengen jalan-jalan."

"Fatih tega sama Umi." Umi Dian pura-pura cemberut.

Naela menyahut. "Fatih hari ini temanin Umi dulu, oke? Besok baru kita jalan-jalan ke Jakarta."

Berdasarkan prediksi Naela, kemungkinan besar Sam sudah tiba di jakarta pada sore atau malam nanti. Jadi besok mereka sudah bisa mengurus dokumen di kedutaan, sekalian Fatih biar jalan-jalan.

"Oke, deh. Besok janji tapi, ya?" Fatih memasang wajah sok mengancam kepada Naela.

"Insya Allah, Sayang..." jawab Naela.

"Nae, tanggalnya nggak kita ganti saja? Tadi malam Umi telpon Pak De kamu yang di Blitar buat tanya soal tanggal 15 itu. Terus Pak De kamu bilang tanggalnya nggak bagus kalau dicocokin sama penanggalan Jawa. Pak De kamu nyaranin diundur 3 hari lagi, jadi tanggal 18."

Naela maklum dengan ibunya yang masih kental mengenggam adat istiadat Jawa, bahkan sampai ke penanggalan dan sebagainya. Penanggalan ini masih lumayan, dulu Naela sampai tidak diperbolehkan kalau ingin memulai pekerjaan pada hari Selasa. Kata Umi hari Selasa itu hari tidak baik. Sering bawa sial.

Tidak hanya itu, sampai sekarang Umi masih sering berpuasa di hari Kamis Pahing setiap bulannya, hanya karena hari Kamis Pahing adalah hari kelahiran Naela. Menurut kepercayaan Umi, puasa di hari kelahiran itu sebagai simbol keridhoan seorang ibu untuk anak-anaknya. Bisa memperlancar segala urusan anak-anaknya. Untung Umi tidak sampai membahas ke tahapan anak nomor sekian tidak boleh menikah dengan anak nomor sekian.

Sudah dijelaskan Naela berkali-kali bahwa hal-hal seperti itu tidak diajarkan dalam Islam. Apalagi sampai menganggap hari tertentu itu identik dengan kesialan. Yang seperti ini sudah ada sejak zaman Rasulullah salallahu 'alaihi wa salam dan dikenal dengan nama thiyarah atau tathayur. Sangat dilarang dalam Islam, bahkan termasuk kesyirikan.

"Umi, Naela kan sudah pernah bahas soal ini. Tanggal dan hari itu nggak ada pengaruhnya dengan keberuntungan atau musibah yang menimpa manusia. Semua yang terjadi itu atas kehendak Allah, Mi. Para jin dan iblis tidak bisa mencelakai manusia kalau belum dapat izin dari Allah. Contohnya kisah Nabi Ayyub 'alaihissalam. Ketika iblis mau menabur benih-benih kuman di tubuh Nabi Ayyub, dia harus minta izin dulu ke Allah. Begitu dapat izin dari Allah, barulah sesuatu itu bisa terjadi. Kita ini banyak dicekoki mitos orang tua jaman dahulu yang kebanyakan berasal dari ajaran Hindu. Penanggalan Jawa itu juga asalnya dari ajaran Hindu. Jadi nggak boleh kita jadikan pegangan buat memutuskan sesuatu."

Keyakinan seperti ini tidak hanya menerjang kaum awam. Buktinya ketika Naela bepergian ke sana ke mari dengan pesawat, dia selalu tidak bisa menemukan kursi nomor 13 di pesawat mana pun. Biasanya kursi nomor 13 diganti dengan nomor 12A. Tidak lain karena orang-orang pembuat pesawat secanggih itu pun masih percaya 13 adalah angka sial.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang