MusimSemi-13

15.2K 1.6K 24
                                    

🍁🍁🍁

"Sam, ini bukan Amerika?" Naela yang berjalan cepat di samping Sam keheranan.

Mereka baru saja keluar dari meja pemeriksaan imigrasi, dan sekarang sedang menuju tempat pengambilan bagasi.

"Sam?" Naela mengejar. Ia masih ingat suasana bandara di Houston, dan bandara ini sama sekali berbeda.

"Kau benar-benar tidak tahu atau hanya berpura-pura, Naela?"

Naela menggeleng. Tentu saja dia tidak tahu. Sejak dari bandara Indonesia hingga pesawat mendarat tadi, ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Sama sekali tidak mendengar setiap pengumuman tentang penerbangan mereka.

"Kita dimana? Turki?" tanyanya. Ia melihat sekeliling, rasanya mereka memang sungguhan berada di Turki. Naela pernah menonton liputan Ramadhan di salah satu TV Indonesia yang menayangkan tentang Turki, dan cara penduduknya berpakaian sama dengan yang ia saksikan saat ini.

"Sam?!" suara Naela agak keras, "Kau ada urusan apa di negara ini? Kau lupa bagasiku besar sekali. Seharusnya kau mengantarku dan Fatih ke rumahmu di Houston terlebih dahulu," ucapnya panik.

"Jangan keras-keras, Naela. Anakmu sedang tidur." Sam memberi kode ke arah Fatih yang terkulai di pundak.

Naela diam. Dia berjalan mengikuti Sam hingga sampai ke tempat pengambilan bagasi. Butuh 19 menit menunggu hingga akhirnya koper raksasa Naela muncul di conveyor berjalan. Selama menunggu, mereka tidak bicara apa-apa. Naela berusaha menghibur diri dengan mengamati segenap penjuru bandara, memperhatikan manusia-manusia berwajah antar bangsa di sekitar mereka (tapi kebanyakan adalah wajah khas Turki. Para wanitanya juga berhijab), dan mendengarkan lamat-lamat pembicaraan berbagai bahasa yang tertangkap telinga.

Sam menarik koper, lalu melangkah menuju pintu exit. Pria itu sama sekali tidak terlihat canggung, seolah sudah biasa melewati bandara ini. Justru Naela yang masih sibuk membaca setiap tulisan-tulisan penunjuk arah.

Sampai di luar Sam melihat ke sana ke mari sebentar, hingga matanya menangkap sosok pria yang berjalan ke arah mereka. Pria berumur 50-an, berpostur pendek gemuk khas bapak-bapak Turki, kumis melintang dan tebal, rambut yang hampir putih keseluruhan, dan mengenakan rompi. Turki sedang memasuki puncak Musim Semi, jadi sudah tidak terlihat orang-orang yang mengenakan jaket tebal.

"Ben Mehmet. Türkiye'de hoş geldiniz," sapanya ramah sambil menyalami Sam.

"Hoş bulduk, Hoca," jawab Sam dengan bahasa Turki yang beraksen Amerika.

Sama sekali tidak mirip dengan logat Turki. Naela menilai bahasa Turki Sam dalam hati.

Mereka berjalan menuju mobil SUV warna putih yang sejak tadi parkir agak jauh ke arah kiri, barangkali demi menghindari antrian taksi bandara. Ternyata dia supir yang dicarter Sam sekaligus mobilnya.

Sam duduk di samping Pak Mehmet, Naela dan Fatih di jok belakang. Mobil itu bergerak perlahan keluar menuju pusat kota Istanbul. Fatih sudah bangun. Dia mengerjap dan mengucek mata sebentar, minta minum, lalu bertanya apakah mereka sudah sampai atau belum. Naela hanya menunjuk jendela, isyarat agar Fatih melihat keluar.

"Wah, Istanbul. Fatih sudah pernah ke sini," seru bocah itu. Kaca jendela sedikit diturunkan, angin dari luar membuat rambut hitam kepirangan Fatih berterbangan. Wajahnya manis sekali, sambil matanya sedikit dipejam-pejamkan.

Sam melirik ke belakang, tersenyum tipis melihat tingkah putranya, menggeleng.

"Kapan Fatih ke sini?" tanya Naela.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang