MusimSemi-25

15.6K 1.8K 66
                                    

❄❄❄

Malam hari suhu tubuh Fatih tidak kunjung turun, juga tidak naik. Hangat saja. Wajahnya layu dan bibirnya semakin merah. Dia tidak menangis, hanya tidak pernah mau ditinggal Naela sedikit pun, minta gendong atau dipangku terus-terusan.

"Kita ke rumah sakit, oke?" Sam cemas walaupun tidak bisa membantu banyak sebab Fatih sama sekali enggan untuk beralih ke pundaknya. Anak itu hanya mau bersama Naela. Tadi ketika Sam berusaha mengambil alih, Fatih justru merengek dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Tidak perlu, Sam. Suhu tubuhnya masih bisa ditoleransi," jawab Naela sambil menempelkan pipinya pada pipi Fatih. "Kau pasti banyak pekerjaan, kan? Fatih baik-baik saya insya Allah. Jangan khawatir."

"Aku bisa mengerjakan pekerjaanku nanti," elak Sam, "dia sering seperti ini?" tanya Sam

Naela yang semula berjalan mondar-mandir di depan dinding kaca, kini duduk di samping Sam. Kepala Fatih meringkus di pundaknya, sementara matanya yang tidak bersemangat melihat ke arah Sam. Pria itu bergeser lebih dekat, meletakkan benda elektronik seukuran buku yang tadi ia gunakan di samping kiri tubuh.

"Iya. Sebenarnya dia tidak tahan kalau terlalu kelelahan. Dulu selama bersamamu dia tidak pernah panas begini?"

Sam mendekatkan wajah di depan wajah Fatih, mengusik hidung anak itu. Tersenyum menggoda. Kalau Fatih demam, selain tampak kasihan, dia juga terlihat semakin mungil dan lucu. Bulu mata Fatih itu panjang-panjang, sekarang terlihat terkulai di sekitar mata.

"Jangan ganggu anakku, Sam!" Tangan Sam yang masih ingin mengusik wajah Fatih ditepis Naela.

"Kau galak sekali. Dia anakku juga."

"Kau belum menjawab pertanyaanku."

"Yang mana?" Dia gantian mengusik wajah Naela.

"Ck," Naela selalu kesal dengan beberapa tingkah Sam yang mirip sekali dengan Fatih; selalu mengusik wajah. Wanita itu mengelak dari gangguan tangan Sam. "Memangnya selama bersamamu dulu, Fatih tidak pernah seperti ini?"

Sam menghela napas, menatap Fatih sejenak. "Lebih parah. Anakmu ini pintar sekali, Naela. Dia tidak mau bangun selama beberapa hari hanya karena tidak ada kau di sana. Lalu waktu itu, aku terpaksa menjemputmu karena anakmu ini mogok bicara selama sebulan penuh."

"Jadi kau menjemputku karena terpaksa?"

"Tentu saja iya." Sam tersenyum lebar. Deretan giginya tampak.

Naela mendengus sebal.

"Kan waktu itu aku sudah berpesan kalau Fatih punya anafilaksis. Kenapa tidak kau ingat baik-baik?"

"Aku lupa. Bagaimana lagi. Kepalaku juga punya kapasitas." Sam mengangkat bahu. Bibirnya mengerucut demi menggoda Fatih.

Anak itu mengerjap-ngerjap, tidak tersenyum, justru kedua tangannya semakin erat mendekap Naela. Fatih itu mirip anak panda yang lucu, baik ketika sehat maupun sedang sakit seperti ini.

"Jam berapa sekarang?" Naela berusaha melihat jam di pergelangan tangan Sam, namun pria itu semakin menarik tangannya hingga tidak terjangkau oleh pandangan Naela.

"Sam!" bentak Naela sungguhan. "Anakku sedang sakit, kau masih saja bermain-main?!"

Pria itu tertawa. "Your face is gonna freeze like that," ejeknya melihat wajah Naela yang terlipat.

Bagaimana lagi, ketika diajak ke rumah sakit, Naela bilang Fatih baik-baik saja. Sekarang yang bisa dilakukan Sam adalah memancing Naela untuk menampakkan wajah jengkel yang khas, lumayan kan jadi hiburan sekaligus obat penyembuh; bagi Fatih, baginya juga.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang