MusimSemi-38

15.2K 1.1K 467
                                    

Sam pulang keesokan hari dengan pakaian yang sama saat ia meninggalkan rumah. Tidak ada siapapun di lantai bawah. Dapur juga sepi. Diliriknya jam tangan, pukul dua siang. Berarti semua asisten sedang istirahat di kamar masing-masing atau sedang bepergian.

Jantungnya terasa memompa lebih cepat. Sam merapatkan tangan yang tergenggam. Meskipun Naela tidak tahu, tetap saja, seseorang yang berdosa akan takut dengan dosanya sendiri, ini satu hukum alam yang tidak bisa diingkari oleh siapapun.

Kakinya terasa berat untuk melangkah naik ke kamar. Dia belum siap menghadapi Naela, namun akal sehatnya berbisik bahwa dia tidak perlu takut. Jika Naela marah, atas dasar apa? Bukankah Sam juga terpaksa berselingkuh sebagai pelampiasan kesalahan Naela?

"Om Dad. Hey, kau pulang?" Fatih berseru di depan kamar. Sam terhenyak, tapi masih ingat untuk tersenyum dan merentangkan tangan. Dia cukup rindu dengan putranya.

Bocah itu berlari dan menghambur dalam dekapan Sam yang kini sudah menyentuhkan dengkulnya di lantai.

"Kau kelihatan tidak terawat begini." Fatih mengusap-usap pipi dan dagu ayahnya yang brewokan dan kusut, lalu rambut Sam yang acak-acakan. "Apa ada masalah?"

Sam menggeleng dan pura-pura tegar. "Nanti kau tumbuh dewasa, kau harus jadi pria kuat. Okay?"

"Tentu saja."

"Sekarang kembali lah bermain. Ayah ingin menemui ibumu dulu, satu jam lagi aku akan menemuimu dan kita akan pergi cari udara segar."

"Baik. Kalau gitu Fatih mau mandi dulu. Salam ya buat Kak Naela." Fatih mendekatkan bibirnya ke telinga Sam, berbisik, "Menurut Fatih, Kak Naela banyak menangis. Tidak tahu apa sebabnya. Dia tidak mau cerita pada anak kecil sepertinya. Jadi tolong Om Dad bantu Fatih untuk mencari rahasianya, oke?" Setelah berbisik begitu, Fatih memandang wajah Sam, tertawa hingga gusinya kelihatan. Sam juga tidak tahan untuk tidak ikut tersenyum lebar.

"Oh iya, Fatih harus cari oleh-oleh yang banyak untuk Umi. Jadi sebaiknya nanti kita pergi ke mall saja."

Sam mengernyitkan dahi. "Oleh-oleh untuk Umi? Untuk dikirim ke Indonesia?"

"Wah, jadi Kak Naela belum memberi tahumu. Hari Sabtu besok kan Kak Nae dan Fatih pulang kampung."

"Apa?" Sam tidak percaya. Kedua alis matanya tertaut.

Fatih hanya mengangguk-angguk.

Apa-apaan ini? Naela benar-benar tidak punya adab sebagai istri. Dia pulang tanpa memberi tahuku? Dia pikir aku ini siapa? Apa artinya?

Sam menarik nafas dalam-dalam, mengembuskannya dengan suara yang sedikit bergetar.

"Baik, Ayah akan temui Kak Naela-mu dulu. Tadi kau bilang ingin mandi, sekarang pergilah mandi. Sampai jumpa satu jam lagi, oke?" Sam mengecup pipi kanan dan kiri Fatih, juga keningnya. Bocah itu langsung berlari ke kamarnya.

***

Lama Naela duduk di sana, di salah satu kursi balkon kamarnya. Kepalanya bersandar pada dinding, pandangannya menatap entah kemana, dan matanya sesekali mengeluarkan air. Di depan sana, pohon-pohon magnolia yang tumbuh entah sejak berapa puluh atau ratus tahun lalu mulai bertunas. Beberapa burung bertengger di dahan. Langit di atasnya biru seumpama samudera tidak bertepi. Ada awan-awan tipis yang terus bergerak dan berubah-ubah bentuk.

Angin perlahan bertiup menyapa wajah perempuan itu, membawa aroma-aroma kayu dan tunas yang wangi. Tidak ada seorangpun yang tidak menyukai suasana ini. Demikian pula Naela. Rumah yang dimiliki Sam begitu sempurna, dikelilingi pepohonan yang luas, satu danau kecil, berpadu menjelma hunian impian yang tidak bisa dimiliki semua orang.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang