MusimSemi-19

16.6K 1.9K 149
                                    

🍁🍁🍁

"Assalamualaikum, Kak Naela," ucap Fatih sambil mengeloyor masuk rumah.

Sekarang adalah pagi kedua mereka di desa yang terletak di puncak bukit. Tadi sepuluh menit sebelum azan Subuh, Naela membangunkan Sam dan Fatih. Ya, Sam tidur bersama mereka setelah tadi malam belajar shalat. Pelajaran selesai hampir pukul 2 dini hari.

Naela bahagia sekali karena Sam bisa mengikuti pelajaran dengan baik, dan pria itu punya daya hafal cukup cepat (mungkin sudah terbiasa sejak kuliah di Harvard). Hanya dalam rentang dua jam, ia sudah menghafal doa istiftah yang paling pendek, surah al Fatihah, surah al Ikhlas, tasbih ketika ruku, bacaan setelah bangkit dari ruku, tasbih ketika salam, bacaan duduk i'tidal, hingga tasyahud, lalu shalawat Ibrahim, doa sebelum salam, dan diakhiri dengan salam. Meskipun cara pelafazan huruf dan tajwidnya belum begitu benar, namun sudah cukup lumayan. Paling tidak sekarang Sam sudah bisa menunaikan shalat.

Sam sendiri yang minta dibangunkan apabila datang waktu Subuh. Walaupun (kalau boleh Naela jujur) sulit sekali untuk membuatnya bangun. Justru Fatih yang berhasil bangun terlebih dahulu, karena anak ini sudah terbiasa bangun Subuh dan malam tadi dia juga tidur lebih awal. Ketika Fatih kembali dari berwudhu, Sam masih berjuang untuk bangun. Dia mencoba duduk dengan susah payah, masih berada antara sadar dan tidak. Kantuknya parah sekali. Jam di dinding sudah menyelesaikan putaran sebanyak 2,5 kali, tapi rasanya dia baru saja tidur lima menit yang lalu.

"Kita ke Masjid yuk, Dad," ajak Fatih sambil menerima sajadah dan peci yang diulurkan Naela.

"Masjid?" Mata Sam terbukan sedikit lebih lebar. Ini kejutan.

"Iya. Dad kan sudah bisa shalat."

Sam memandang Naela bertanya-tanya. Dari mana Fatih tahu?

"Dari mana anakmu tahu?" tanya Sam.

"Tanya saja sendiri," jawab Naela sambil memperbaiki kancing baju tidur Fatih.

"Fatih bermimpi kalau tadi malam Dad belajar shalat," kata bocah itu nyengir. Sebenarnya Fatih bangun tadi malam, tapi dia sengaja tidak bilang-bilang. Hanya membuka mata sejenak, terus mengantuk dan tidur lagi.

"Harus kuakui, mimpimu memang luar biasa! Tapi apa kita benar-benar harus ke Masjid? Kenapa tidak shalat di sini saja, Nak?" Sam mengeluh.

"Kata Kak Naela kalau mau jadi lelaki sejati shalatnya harus ke Masjid. Lelaki yang bisa begadang itu banyak, Dad. Tapi yang bisa shalat Subuh di Masjid itu langka sekali. Karena langka, berarti pekerjaan ini nggak mudah. Dulu sebelum Fatih ikut ke Amerika, kadang-kadang Fatih shalat Subuh di Masjid, tapi kalau diantar sama Kak Naela atau Umi Hehe. Kalau nggak ada yang antar, Fatih takut mau pergi sendiri."

"Kenapa anakmu ini dewasa sekali?" tanya Sam. Dia bangkit dari tempat tidur, menggerakkan tangan ke kanan dan ke kiri. Senam kecil, perenggangan otot-otot, sejenis itulah.

"Segeralah berwudhu, Sam. Sebentar lagi azan. Kalian bisa ketinggalan." Naela mencium kedua pipi Fatih, lalu berdiri menuju tempat tidur untuk merapikannya. Dia sendiri masih mengenakan mukenah. Belum dilepas sejak shalat tahajud beberapa puluh menit lalu.

"Aku juga harus mengingat-ingat lagi bagaimana cara berwudhu." Sam menggelengkan kepala. Tidak habis pikir bahwa menjadi Muslim akan sehebat ini. Soal wudhu, Sam belajar setelah mengucapkan syahadat. Hanya saja belum pernah dipraktekkan.

Naela memberi kode agar Fatih mengawasi Sam berwudhu di kamar mandi. Tadi malam dia lupa untuk me-review praktek wudhu pria itu. Fatih nyengir sebentar, tapi menurut.

Di Tepian Musim Semi 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang