📌 FILE 1 : STOPED
📌 FILE 2 : FINISHED
Apakah ini permainan waktu? Rasanya ia begitu dekat denganku. Rasanya, aku seperti mengenal dirinya. Kami bagai tak berjarak, selain waktu dan ingatan yang sama-sama lumpuh pada waktu yang tak t...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MAKAN MALAM YANG bukan diharapkan oleh Christa akhirnya datang juga. Bagaimana tidak; siapa sih yang mau duduk melempar pandang dengan orang yang telah mencabulimu?
"Ngapain lo ngeliatin gue?"
Salah tingkah, Jimin malah memasang cengiran konyol─lagi. "Habis kamu cantik, sih. Om jadi betah."
"Paman Seok Jin!" Christa merengek, yang segera disahuti oleh pelototan tajam kepada Jimin dari Seok Jin. Jimin hanya terkekeh, menyuap kembali santapannya yang sempat tertunda.
"Cepet habisin makan kamu."
Christa mengangguk, tetapi begitu kepalanya menunduk rasanya jadi begitu menyebalkan. Kenapa menu malam ini harus sosis berukuran jumbo, sih; Christa kan jadi inget hal yang tidak-tidak. Apalagi waktu tangannya──
"Argh ... tau ah!!!"
──ia memilih untuk bangkit, meninggalkan meja makan sesudah puas menggebrak dengan rasa kesal. Jangan lupakan bagaimana ia menatap tajam dan nanar ke arah Jimin.
"Ta, makan dulu──"
BRAK!
"HAHAHA!"
TUK!
"Awh ..." Meringis, Jimin mengusap kepalanya yang baru saja digetok oleh Seok Jin. Namun, Jimin tetap melanjutkan kekehannya. "Gue jadi suka sama sepupu lo, Bang."
"Nggak usah ngelindur, kebanyakan nyolo sih."
"Kali ini serius." Jimin menyingkirkan piringnya, "Ngeliatin dia aja gue bisa ereksi."
Menghela napas, "Kalian beda sepuluh tahun. Masih bocah dia."
"Ya karena masih bocah, makanya gue yang bakal bikin dia dewasa." Jimin berapi-api dengan khayalannya. "Badannya yang kurus itu bakal jadi lebih berisi kalau gue remes gemes-gemes manja. Iya nggak, sih?"
Tak tahan, Christa mendorong tubuh Jimin. Namun, bukan Jimin namanya kalau nggak keras kepala. Sehingga ia memutuskan untuk stagnan, lalu dengan tiba-tiba berbalik, menyebabkan dadanya dengan dada Christa bertumbukan.
"Waw, kenyel, ya?"
Christa segera menutupi kedua dadanya dengan tangan, "Mesum banget, sih!"
"Itu namanya saya terbukti mampu menafkahi batin kamu," ujar Jimin percaya diri. "Jangankan batin, nafkah apa pun saya sanggup, kok. Makanya, kawin yuk sama om?"
"Hah? Kawin?" Christa terkekeh, "Daripada ngajak gue kawin mending lo tinggian aja dulu badan lo."
Seketika Jimin bungkam. Kalau urusan tinggi badan Jimin ngaku kalah. Tetapi, Jimin nggak hilang akal. Ia malah menyeringai dengan lebar, membuat sekujur tubuh Christa meremang. Apalagi Jimin menunduk, mempersempit jarak di antara mereka. Hingga terpaan napas itu terasa hangat di permukaan wajah sang gadis, "Tinggi badan itu nggak penting. Yang penting panjang itu."
Baik Christa dan Jimin sama-sama menunduk ke bawah; memerhatikan sesuatu yang naik dari dalam celana.