CHRISTA ASLINYA MAU maki-maki Jimin, cuma karena mood-nya lagi baik, jadi gadis itu hanya meninju lemah pundak Jimin. Jimin sendiri juga nggak berniat menggoda Christa kayak biasanya, ia lebih memilih pekerjaannya ketimbang adu mulut sama cewek itu.
"Saya tuh, di Jakarta sendirian. Nah, bunda saya tuh suka cemas kalau saya tinggal sendiri. Apalagi saya anak terakhir."
"Manja."
"Bukan manja, Dek. Saya mau-mau aja tinggal sendiri, tapi kasihan bunda saya. Suka kepikiran. Yaudah, saya tinggal aja sama Seok Jin. Masih sama-sama melajang ini, kan."
Christa mengangguk-angguk, "Berapa bersaudara?"
"Dua."
"Enak ya punya saudara." Iya, jadi nggak ngerasain rasanya kesepian jadi anak sematawayang. Christa memang berlebih secara finansial, hanya saja ia kurang secara kasih sayang. Setidaknya kalau mama dan papanya sibuk, mereka bisa memberikan Christa saudara. Apa susahnya sih, bikin anak lagi?
"Berantem mulu, Dek."
"Sampai sekarang?"
"Sekarang mah enggak," ungkap Jimin. "Waktu masih kecil iya. Kakak saya kan sudah menikah, sudah berkeluarga. Jadi nggak ada waktu buat berantem sama saya."
"Terus, kenapa Om belum nikah?"
"Belum ada jodohnya, Dek."
"Menjomblo terus dari dulu?"
Jimin terkekeh, mengusuk pelan surai Christa, "Jomblo mah nggak. Pacar banyak. Cuma yang bisa diajakin jadi teman hidup tuh nggak ada."
"Kok, bisa gitu?"
"Karena nyari teman hidup itu bukan masalah sepele, Dek. Nikah itu seumur hidup sekali. Kalau berkali-kali untuk apa saya nikah, ranjang di luar sana banyak yang free kok buat saya."
Ada desahan yang keluar dari bibir Christa, "Kalau memang ketemu yang sama-sama sayang kan nggak bakal serumit itu."
"Nikah modal sayang doang nggak cukup, Dek." Jimin menaikan posisi kacamatanya, "Pada dasarnya manusia diciptakan penuh rasa sayang. Kamu di pinggir jalan tiap hari ketemu orang yang sama juga lama-lama sayang. Ajak kawin aja kalau gitu."
"Yah nggak gitu, Om. Kan, harus saling sayang dan mencintai."
"Rasa sayang dan cinta itu secara alamiah udah ada di diri manusia."
"Om pemilih banget, sih! Pantes aja bujang terus sampe sekarang."
Jimin terkekeh, "Saya nggak pemilih, cuma selektif."
"Terus kalau bukan cinta dan sayang, apa dong?"
"Prinsipnya."
"Maksudnya? Sikapnya?"
"Bukan sikap, Dek. Prinsipnya. Sesuatu yang ada di diri orang itu, yang nggak bisa diganggu gugat." Menghela, kali ini Jimin menunduk guna menyamai tatapannya pada Christa, "Saya percaya sifat orang bisa berubah, bisa disesuaikan. Yang susah dicari itu adalah wanita yang punya prinsip."
"Bukan yang seksi? Yang cantik? Yang bahenol?"
"Mau cari teman ranjang apa teman hidup?" Jimin balik bertanya, "Mau seseksi apa pun juga nggak akan berguna kalau dia nggak punya prinsip hidup. Kasihan saya kalau nanti punya anak mamahnya malah begitu."
"Heem ... begitu."
"Kalau kamu gimana, Dek?" tanya Jimin, "Gantian dong ceritanya."
"Gue udah punya pacar."
"Hah? Udah punya?"
Christa mengangguk, "Ganteng, sih. Baik juga. Cuma, akhir-akhir ini lagi bosen aja. Yang pasti Om mah kalah jauh sama pacar gue."
Jimin nyaris tersedak denger ucapan Christa, "Emang saya kenapa, Dek?"
"Kurang ganteng, kurang tinggi, mesum, nyebelin, ndeso, katrok lagi."
Menghela napas, "Dek, saya kasih tau, ya. Laki-laki itu aktor yang paling hebat."
"Hah? Maksudnya?"
Bukannya menjawab, Jimin malah mencuri cium sekilas di bibir Christa. Abis itu bangkit gitu aja dan ngambil dompetnya. "Mau nitip apa, Dek? Saya laper nih, mau nasi goreng."
Christa yang lagi asik tiduran berdesis, "Makan mulu! Pantesan gendut!"
"Gendut-gendut juga kamu puas kan sama saya?"
>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Om Jimin ✔
Fanfiction📌 FILE 1 : STOPED 📌 FILE 2 : FINISHED Apakah ini permainan waktu? Rasanya ia begitu dekat denganku. Rasanya, aku seperti mengenal dirinya. Kami bagai tak berjarak, selain waktu dan ingatan yang sama-sama lumpuh pada waktu yang tak t...