25

1.7K 432 140
                                    


               SEOK JIN MERENGGANGKAN urat-urat di tubuhnya begitu menginjakan kaki di rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

               SEOK JIN MERENGGANGKAN urat-urat di tubuhnya begitu menginjakan kaki di rumah. Ada senyum dan kelagaan, namun beberapa detik kemudian tergantikan oleh kernyitan.

 Ada senyum dan kelagaan, namun beberapa detik kemudian tergantikan oleh kernyitan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"BAUNYA ADA YANG ABIS BERBUAT MESUM NIIIH!!!"

Jimin yang baru saja tertidur di sofa langsung berjengit denger teriakan maut Seok Jin; mau teriak balik, badan masih lemes. Seok Jin cengengesan aja, dan nggak tau diri buat geser posisi Jimin.

"Mas, kasihan Kak Jiminnya. Lagi tidur juga."

Seok Jin terkekeh, "Abis mas nyium bau peju, sih──"

"Goblok!" Jimin menyikut perut Seok Jin yang duduk di sebelahnya, "Ayu, minta tolong bikinin susu, dong. Kepala gue pusing banget."

"Siap," jawab Ayu kalem. "Mas sekalian mau dibuatin kopi?"

"Gulanya jangan banyak-banyak, Dek."

Sepeninggal Ayu ke dapur, Jimin mengerjapkan mata─tertidur seperti orang teler. Seok Jin yang melihatnya mengernyit, "Lo ngapa? Kok, tidur di luar? Di kamar gue aja napa? Si Tata mana?"

"Di kamarnya, lagi tidur," balas Jimin, suaranya lemes banget. "Gue baru balik subuh, abis nemenin Tata jalan. Gila, pusing gue. Jor-joran kagak istirahat."

"Lo sakit?" Jimin menggeleng lemah, "Yaudah sana ke kamar gue. Entar susunya dianterin Ayu."

"Nggak kuat bangun gue, pening pala."

"Ya itu namanya sakit!" toyor Seok Jin. Habis itu ngelus-ngelus kepala Jimin yang keringetan, "Mau ke dokter nggak?"

"Rokok aja sini, satu."

"Tolol!" maki Seok Jin, "Orang sakit tuh minta obat, bukan minta rokok."

Jimin terkekeh; mau bangun tapi badannya lemes banget. "Besok lo jangan nginep di kantor lagi. Kerjaan kasih gue aja."

"Lonya sakit gini."

"Entar sembuh elah," cerocos Jimin. "Kasihan si Tata. Lo punya sepupu kurang kasih sayang gitu. Nggak sedih lo? Biar gue aja yang di kantor."

"Ulululu, kan yang bakal ngasih kasih sayangnya elooo."

"Ayuuu, lo punya calon laki kok bego banget ya!" teriak Jimin parau, dari arah dapur Ayu terkekeh. "Tahun ini kalau lo nggak jadi dinikahin si tua bangka ini, lo dateng ke gue aja ya, Yu. Gue siap sedia, kok."

"Taiii!" Seok Jin menyikut pundak Jimin, "Emang si Tata kenapa?"

"Lha, lo omnya malah nanya ke gue," gumam Jimin. "Menurut lo aja kenapa tuh, anak. Nggak beres kelakuannya bego."

"Hah, nggak beres gimana?"

"Anak orang kaya tapi kok kesepian," balas Jimin. "Kasian gue liat sikap dia sok galak, sok marah-marah; padahal mah kalau dia nggak sekesepian itu anaknya mah baek, kalem juga."

"Tau, niiih." Ayu tiba-tiba nimbrung, membawakan dua gelas pesanan laki-laki yang berada di hadapannya. "Mas tuh, padahal aku udah ceramahin dia, Kak. Tapi bebal banget otaknya."

"Bukannya bebal, Dek," bela Seok Jin. "Justru karena gue ngerasa bersalah. Orang tuanya divorce."

"Hah?! Demi apa?" pekik Jimin.

"Baru divorce," ulang Ayu. "Parahnya Mas nggak mau ngasih tau ke Dek Tata."

"Tolol!" maki Jimin. Kali ini ia bangkit sekadar menyeruput susu hangat buatan Ayu. "Lo kalau bersalah bukan gini caranya. Lo kasih tau, lo luangin waktu buat dia. Sekarang ini dia nggak punya siapa-siapa, dia cuma punya lo!"

"Gue belom siap," aku Seok Jin. "Tunggu dia selesai ujian nasional aja. Gue nggak mau dia banyak beban."

"Yu, gue kasian kalau lo punya anak, anaknya punya bapak modelan dia." Jimin mengarahkan dagunya ke Seok Jin, "Pokoknya besok jangan pulang telat. Anter Tata, jemput pas pulang sekolah. Ajak dia ngobrol, ajak cerita. Biar tuh anak kelakuannya kagak aneh-aneh."

"Aneh-aneh gimana?" tanya Ayu.

"Tuh anak kagak pulang ke rumah kemaren, ampe jam dua malem di rumah temennya, cowok lagi. Demen klabing juga."

"Hah? Tata mah nggak aneh-aneh, Jim."

"Nggak aneh-aneh pale lo!" teriak Jimin. "Yu, besok pokoknya kalau udah jam pulang kerja, dia seret aja pulang."

"Siap, Kak!"

Seok Jin terkekeh, "Ulululu, yang kayaknya cinta banget ama sepupu gue. Padahal jaraknya beda sepuluh tahun."

"Yu, lo sama si bandot ini beda berapa tahun?"

"Lima tahun, Kak."

"Ngaca lo!" Jimin gantian teriak di depan muka Seok Jin, "Umur lo udah tiga puluh, masih mending gue dua tujuh."

"Tai." Seok Jin menyeruput kopinya, "Kalau lo beneran suka, serius. Lo tau dia gimana, nggak kasihan lo mainin?"

"Gue bingung." Jimin menghela sejenak, "Ini emang perasaan gue sayang sama dia sebagai perempuan, atau sayang sama dia sebagai adek yang memang harus dilindungi."




>>>

Om Jimin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang