Dua : Dosa

29.8K 1.4K 91
                                    

Gery makan lahap sekali. Dia nampak seperti beruang. Tubuhnya besar, bahunya lebar, kalau dia sedang duduk perut six pack yang dia miliki sedikit membesar sehingga terlihat buncit. Ah, aku tahu. Dasarnya Gery tidak memiliki six pack, mungkin dia sedang proses membentuk. Jadi ya 6 kotak menggairahkan itu belum sepenuhnya terbentuk.

"Gue nginep ya di sini," kata Ian.

Gery langsung mendumel. "Yang benar saja! Jangan malu-maluin ah, gue aja gak enak nih sama tuh bocah harus sharing kamar sama gue."

"Aku bukan bocah!"

"Bocah tidak akan mengaku dirinya bocah. Dan, orang dewasa gak akan nyasar sampai berjam-jam kayak tadi."

Sialan! Wajahku langsung dongkol. "Kejam bener, Bang." Ian tertawa.

"Jadi boleh nginep di sini, Gi?"

Aku mengangguk. Awal yang bagus. Di hari pertama aku tinggal di sini aku sudah mempunyai teman.

"Noh adik lu saja ngizinin."

Jadi sekarang aku punya kakak nih? Kok rasanya hebat ya. Meskipun aku tahu konteksnya sedikit bercanda, tapi tetap saja rasanya senang sekali. Gery adalah seorang kakak yang bisa dipamerkan kepada teman-temanku karena wajahnya yang rupawan. Maksudku lihatlah mata tajam, hidung sedikit mancung, bibir tipis, bewok dan tubuhnya yang jangkung itu. Sangat menggiurkan bukan?

"Lu tidur di lantai!"

Hatiku memanas. Itu artinya Gery akan tidur sekasur denganku? Sepertinya hari ini aku sudah berbuat baik jadi mendapat balasan yang sangat-sangat kuinginkan. "Lah elu di mana?"

"Di kasur haha." Gery nyengir kemudian memandangku. "Gak masalah kan, Gi?"

Aku mengangguk semangat. "Silakan. Cukup kok untuk dua orang."

"Jangan, Gi!" timpal Ian. Dia kalau tidur buas kayak hewan! Kakinya gak bisa diem, terus tangannya apalagi."

"Haha aku juga gitu kok." Malahan bagus! Aku jadi punya alasan untuk pura-pura menempelkan tanganku di tubuhnya.

"Sialan lu."

Lalu kami pun tertawa. Malam yang sangat indah.

Karena aku tahu tipikal cowok kayak mereka itu jorok dan gak bisa diandalkan, jadi aku inisiatif membereskan sisa makanan mereka dan membuangnya ke tong sampah. Di sana aku bertemu Bu Dewi. "Kamu jangan terlalu percaya sama si Gery ya, dia itu penjahat. Dia suka mabuk, pokoknya gak baik untuk digauli." Kata-kata digauli yang Bu Dewi membuat otakku berpikir macam-macam. Jadi Gery suka mabuk? Fakta itu membuatku sedih. Aku harus bisa menghentikan kebiasaan buruknya.

Jam 12 malam kami semua memutuskan tidur. Lampu malam Ian matikan. 5 menit kemudian Ian dan Gery tertidur pulas. Dengkurannya keras sekali, membuat pikiran nakalku langsung mencuat ke permukaan. Tanganku juga ikut nakal. Dia langsung ngegrepe tubuh Gery pelan. Tak tanggung-tanggung langsung ke penisnya. Dan tubuhku menegang ketika merasakan gundukan besar di balik celana boxer-nya. Kutarik kembali saat dengkurannya menghilang. Dia menggeliat lalu plak! Punggung tangannya menampar pipiku. Dasar beruang! Ian benar, tidurnya gak bisa diam! Tapi baguslah.

Aku mencoba menyingkirkan tangannya. Berhasil. Selama berjam-jam aku menunggu dia mendengkur kembali. Biar saat kugrepe dia tidak bangun. Akhirnya saat itu pun tiba. Baru saja aku melayangkan aksiku, dia malah ngelindur. "Siska, ahhh ke sini sayang." Haha aku tahu dia sudah tunangan tapi kok aku tetap merasa sedih ya? Di tengah kegelapan ini, aku merasa tubuhku dipeluk ... olehnya! Sungguh aku terkejut sekali. "Siska sini sayang." Aku terpejam! Namun hidungku merasa bau pekat nan tajam, juga bulu-bulu kasar yang sudah panjang.

Glek.

Hidungku tepat ada di ketiaknya?

Tanpa pikir panjang langsung kuhirup dalam-dalam lalu kuhembuskan. Kuhirup lagi dan kuhembuskan. Baunya tajam sekali. Bau kejantanan. Aku sangat menyukainya. Bahkan sekarang aku horny berat. Pikiranku blank. Aku tidak pernah dihadapkan pada situasi seperti ini. Jadi ya, instingku yang bermain. Lidahku langsung keluar dan kujilat ketiaknya. Rasanya asin dan aromanya sungguh memabukkan. Jika dengkurannya berhenti aku diam, jika dengkurannya kembali terdengar aku melanjutkan jilatan. Hal itu terus berlangsung hingga spermaku keluar. Lalu ... aku pun menangis. Aku menangis karena aku tahu ... hal yang kulakukan adalah perbuatan dosa.

Kulepaskan pelukannya lalu kubalikkan badan untuk membelakanginya. Tahu-tahu, dia sudah memelukku kembali, bahkan dengan keadaan yang lebih parah. Penisnya menegang di area belakangku, lalu bibirnya ada di tengkukku. "Siska, temenin Abang."

"Iya, Bang," kataku lirih.

Aku pun terlelap.

IRGI [MxM] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang