Part tersedikit yang pernah saya buat.
Logis aja, Ir. Kenapa Gery bisa sepeduli itu sama lo?
Awalnya, aku mengira karena aku membolehkan dia sharing kamar. Baiklah, kurasa itu awalnya tapi entah kenapa aku merasa ragu. Atau jangan-jangan karena aku sering meminjami dia uang? Karena aku membiarkan dia mengacak-ngacak makananku di lemari? Aku sering membuat sarapan untuknya? Entahlah. Kurasa karena itu, tapi aku merasa ada hal lain.
Ditambah, Gery saat ini sedang ngamuk. Seremnya bikin hati kelojotan karena lagi-lagi aku ngilang semalaman tanpa memberi tahu ke mana aku pergi. Perlakuannya itu mirip kekhawatiran seorang kakak kepada adiknya. Nah itu dia!
"Lo denger kagak, Ir!? Apa maksud lo ngilang sampe gak bilang sama gue!? Kan udah gue bilang elo tunggu di kosan dan jangan ke mana-mana! Orang tua lo udah nitipin elo sama gue, kalau elo kenapa-kenapa, gue ... gue ...."
Akhirnya berhenti juga. Selama lima menit aku diceramahi, gak ada jeda, gak ada kesempatan buat ngomong, mulut Gery berhenti ketika aku berkata, "Habis nginep di rumah Danar." Meski mulutnya berhenti bicara, matanya seakan berkata sejuta kata. Aku memutuskan mengatakan rahasia kecilku ini karena merasa gak enak saja.
Tik tik tik.
Keheningan pagi ini serta diamnya mulut kami berdua membuat bunyi jam terdengar lebih bersuara.
"Tu-tunggu, Danar?"
"Gu-gue masuk komunitas aneh buatan di-"
"KAGAK BISA!!!"
***
Setiap orang memiliki aroma tubuh yang berbeda-beda. Termasuk aku, bahkan Gery. Hanya saja entah kenapa aku merasa bau tubuh Gery itu luar biasa enak buat dihirup. Bukan karena efek dia tampan atau badannya kekar, tapi murni emang baunya bikin hati tenang.
Cara terbaik untuk menghidu aroma tubuhnya adalah saat dia tidur atau naik motor. Kini aku sedang naik motor dengannya menuju rumahku. Angin menerbangkan aroma tubuh Gery yang sudah tercampur parfum. Wanginya bukan main. Kurasa, wangi itu menjadi daya pikat kedua setelah wajah gantengnya. Siapapun pasti betah duduk di samping cowok wangi kayak Gery.
Ngomong-ngomong perbincangan soal Danar terhenti karena tiba-tiba orang yang ngekos di samping kamarku berteriak. Aku dan Gery langsung menghampiri si mpunya kamar. Ternyata ada ular. Kecil memang, bahkan jika dibandingkan dengan ular milik Gery gak ada apa-apanya. Dengan jantannya Gery mengambil ular itu menggunakan kain. Aku membantu Gery karena ular segede gitu menurutku seperti mainan. Dulu saat aku SMP, aku pernah menangkap ular yang lebih besar di sungai.
Sayang sekali, pengalaman menaklukan ular dulu gak bisa kupakai untuk menaklukkan ular di dalam celana Gery. Mungkin karena terlalu besar dan terlalu jantan kali ya. Nah setelah ular itu Gery tangkap, kami langsung packing. Baju yang kami bawa cukup banyak karena kami akan menghabiskan libur empat hari ini di kampung tempat aku dibesarkan.
Sialnya, saat itu, setelah kami siap pergi di parkiran kosan ada Satria. Aku gak tahu dari mana dia mendapatkan informasi kosanku, yang jelas, Satria sangat berbahaya. Dia tipe gay fanatik yang jelas-jelas ingin mengakrabkan diri dengan Gery.
'Ir, mau ke mana?'
'Gue mau pulang ke rumahku yang ada di kampung nih sama bang Gery. Mumpung tanggal merah terus ditimpa sama libur mingguan.'
'Yah padahal gue niatnya mau ngajak lo main ke TSB. Sekalian sama abang lo kalau mau ikut.'
'Haha lain kali aja, oke?'
'Bener lain kali? Bang Gery mau ikut?'
Jelas bukan alasan sebenarnya Satria itu untuk menarik perhatian Gery! Karena kita gak tahu apa yang akan terjadi nanti di masa depan, aku gak boleh membiarkan Satria dekat-dekat dengan Gery. Bisa saja bukannya ke TSB, dia malah ngajak Gery ngedugem terus cari-cari kesempatan mencicipi Gery saat dia mabuk. Otak gay itu kadang terlalu pinter demi mendapatkan apa yang mereka mau.
Sialnya lagi Gery malah ngejawab, 'Oke atur aja kapan waktunya.'
Jelas tuh cowok girangnya bukan main.
"Kenapa lo bisa kenal sama si Danar?" Akhirnya Gery membahas juga topik soal Danar. Pertanyaannya sukses membuyarkan semua lamunanku. Kalau ditanya kenapa, konyol sebenarnya. Masa aku bilang gara-gara dibuntuti Satria terus nyasar ke markas Danar, kan gak lucu.
"Dia kan pernah nolong gue. Nah saat gue diajak ke markasnya, ternyata dia punya komunitas bela diri dengan gaya tarung bebas. Lo tahu sendiri gue suka sama seni bela diri, apapun alirannya. So, kita temenan." Padahal aslinya aku dipaksa masuk sama Danar. Oh ya, karena aku takut Danar murka aku telah membobol pantatnya, sejak pagi kumatikan ponselku. Itu sebabnya setelah menangkap ular, aku memaksa Gery untuk cepat-cepat pergi karena jika tidak ada kemungkinan Danar akan datang ke kosanku kemudian membantingku di sana.
"Lo tahu kalau gue sama dia itu musuh bebuyutan?" Jawaban Gery membuatku bungkam. Aku tahu Gery musuhan sama Bimo, tapi aku gak nyangka aja dia musuhan sama abangnya juga.
"Pasti karena rebutan cewek."
"Hahaha."
Jadi benar? Dasar cowok gampang banget panasnya kalau sudah berurusan sama cewek. Tapi aku ngerti kok, kayaknya. Aku juga akan nonjok orang yang berani-beraninya ngambil Gery di kehidupanku, termasuk Satria. Meski dia kayak perempuan aku gak akan segan-segan jika secara terang-terangan dia memulai perang denganku.
"Jika abang memohon, lo bisa gak?"
"Memohon apa?"
"Keluar dari sana. Jika si Danar marah atau ngancam lo, bilang aja sama gue, dek. Akan abang lawan dia." Memang simpel jika kubayangkan lewat kepala. Danar marah karena aku keluar, aku jadi buronan komunitasnya, Gery jadi pelindungku, relasiku dengan Danar dari yang tadinya temen sekomunitas berubah jadi musuh, lalu aku pun keluar dari sana. Masalahnya tidak sesederhana itu. Pertama aku suka Danar—suka terhadap sifat dan pembawaannya—karena menurutku jarang ada cowok seperti dia. Kedua, aku gak ingin punya musuh. Ketiga, jika aku musuhan sama dia, Bimo juga otomatis akan jadi musuhku. Kehidupan amanku di kampus akan sedikit terganggu. Keempat sekaligus yang terakhir, aku akan menjadi laki-laki brengsek. Habis membobol lubang anusnya, aku tinggalin gitu aja?
"Tapi bang gue gak bisa keluar dari sana."
"Dia pasti ngancam lo," sahut Gery benar adanya, namun dalam artian baik, sekarang aku malah seneng bisa masuk dalam komunitas liarnya. "Bangsat, gue hajar dia nanti kalau ketemu."
"Emang kalian gak bisa baikan ya, bang?"
"Hahaha itu mustahil. Udah tenang aja, akan gue urus nanti. Lo hanya perlu nurut sama gue, Ir. Gue abang lo. Lo harus patuh sama semua perintah gue."
***
Motor memasuki daerah perbukitan. Suasana sejuk langsung menyapa kami. Panorama indah dan asri pun seakan ikut menjamu. Sebentar lagi kami sampai di rumahku. Karena hari ini tanggal merah, banyak anak kecil di jalan raya sedang bergerombol bersama teman-temannya. Mereka pasti akan pergi ke kali atau ke balong untuk menangkap belut. Hahaha, akan kuajak Gery ke tempat-tempat bermain saat aku kecil dulu. Pasti asik. Dan, pasti dan 100 % akan kulakukan, aku akan mengajak Gery mandi di air mancur yang ada di samping kebun. Membayangkannya saja membuat napasku langsung ngos-ngosan dan tak terkendali.
"Belok ke mana?"
"Di perempatan sana belok ke kiri."
Kami melaju di belakang delman. Mungkin juga, aku akan mengajak Gery naik delman ke pasar. Di sana ada tempat gym. Aku ingin melihat Gery bermandikan keringat. Liburanku kali ini, pasti akan kubuat semenyenangkan mungkin.

KAMU SEDANG MEMBACA
IRGI [MxM] [Tamat]
Roman d'amourIni cerita gue tentang asam manisnya menyukai pria straight. Ya, tentang gue yang secara tak sengaja sharing kamar karena preman itu mengeluh biaya kosnya mahal sekali. Dialah Gery, pejantan straight yang sejujurnya telah membuat gue nyaris bunuh di...