Dua Puluh Tiga

17.8K 1.3K 262
                                    

Mulai sekarang dilarang komen mengenai alur cerita. Di draft saya sudah hampir beres soalnya, tinggal publish dan saya paling males ganti alur karena sedikit aja diganti maka bab yang lain juga harus diganti :p :) kalo udah 550 update :pppppppppp

Itu nyoba-nyoba. Kalo nggak nyampe, antara senin - rabu saya update. Cuma penasaran sebanyak apa yang sillent reader. Bye!

 Bye!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Ps. Gambar di atas bukan visualisasi tokoh cerita ini. Cuma ingin nge-post aja soalnya bagus. Soal gambar si Irgi, Danar dan Gery bayangan aja laki-laki sesuai fantasi terbaik kalian. Saya nggak akan pernah kasih visualisasi gambar mereka.)

Bugh!

Mukaku rasanya terpukul sesuatu.

"Ngapain lo peluk-peluk gue, hah!?"

"Lo yang meluk gue!"

"Setan!"

"Sialan!"

"Apa mau berantem!?"

"Siapa takut!"

Mataku menyipit datar. Pagi-pagi udah ribut. Untung kamar abah jauh dengan kamarku jadi aku tak perlu khawatir abah bakalan marah karena pasti yang dimarahi aku, bukan mereka.

Soal kemarin malam, karena Gery lagi asik meluk Danar, akhirnya aku tidur di samping dia. Ikutan meluk? Dikit. Nggak masalah kan, toh sayang banget kalo tubuh sebesar itu nggak ada yang meluk.

Sekarang bodohnya, mereka malah saling pukul bantal. "Bang gue ikutan," ucapku sambil menghantamkan bantal ke wajah Gery. Woah. Gery terpental ke samping kepalanya, lalu jatuh bergedebukan di lantai. Posisinya tadi ada di tepi kasur soalnya, jadi wajar kalo dia kehilangan keseimbangan.

"Ir, sakit bahlul!"

"Yes! Gue menang!"

Baru saja aku akan melayangkan bantalku pada Danar, dia keburu memukulku hingga jatuh ke lantai. Rasanya emang sakit, man! Bibirnya tersenyum mengejek sambil memandang kami berdua. "Hanya ada satu pemenang dan pemenang itu ... gue."

Gery tak terima. Kalo dia kesel beneran karena sejak awal mereka itu serius beramtem, nggak main-main seperti yang kulakukan. "Sekarang udah pagi. Lo bisa pulang sekarang, Nar."

"Bocil, gue boleh nginep di rumah lo sampe besok, kan?"

Gery menatapku tajam seakan berkata, 'Jangan!'

Namun saat aku akan mengatakan itu, Danar tak kalah menatapku tajam. Duh, maaf saja, Ger. Pasalnya aku udah ngelakuin hal jalang pada Danar karena sudah memperkosanya. Hmmm memperkosa ya? Setahuku memperkosa itu kalo lawan mainnya nggak terima dan kesakitan, tapi kalo nggak salah waktu itu Danar malah mendesah keenakan. So, yang bener dia habis diperkosa tau bukan?

"Nginep aja, bang. Lebih banyak lebih rame."

"DEK!!!" bentak Gery.

"Jangan teriak, gue bisa denger."

IRGI [MxM] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang