Tiga Puluh Dua

17.7K 1.4K 419
                                    

Yohoho. Halo temen-temen :3

Yang kemarin mendoakan kesembuhan saya makasih buaaaanyak ya ;D bahkan sampe repot-repot nge dm saya. Makasih. Alhamdulillah sekarang saya udah sembuh dari sakit tipesnya. Sekali lagi makasih.

Meski kita aktif di dunia maya, tapi rasanya seneng banget punya pembaca kayak kalian.

Oh ya bagi yang bingung kenapa saya lama up padahal saya bilang ceritanya udah saya tulis, itu karena sebenarnya cerita Irgi tamat di bab 29, tapi karena kata kalian jangan dulu boleh tamat, maka saya ulur, saya ubah, saya tambahin jadi lebih dari 30 😂

Tapi kayaknya nih ya, karena saya udah lelah sama cerita ini, satu bab lagi bakal tamat nih si Irgi. Paling nanti saya nulid ekstra partnya

Oke langsung aja silakan baca.

POV : Irgi

"Gak bisa, Cil! Terserah lo mau marah sama gue atau kagak, yang jelas, lo harus pulang. Lo lagi sakit, lo udah resign dari kampus, dan orang tua lo wajib tahu sama kondisi lo sekarang ini. Paham?"

Danar sibuk mencari jaket tebal yang bisa aku pake supaya tidak kedinginan nanti di jalan.

"Nanti aja, Bang. Gue mohon, gue cuma pengen tidur."

Atau lebih tepatnya aku setres karena masih aja kepikiran soal Gery.

"Yok berangkat."

"Bang gue bilang—"

"Lo berani ngelawan gue?" Kutatap Danar dengan tampang memelas. "Oke terserah." Lah dia marah.

"Iya-iya gue pulang sekarang!"

"Nah gitu dong."

Jadilah kami pergi ke rumahku. Hanya berdua. Selama perjalanan aku meluk Danar cukup erat. Meski di dalam pikiranku masih menyimpan sosok Gery, aku tidak menampik terbesit muncul rasa keinginan untuk memiliki Danar. Dia cukup ideal. Tampang keren, sifat oke, dan ... dia itu uke. Itu penting banget menurutku haha.

"Bang gue sayang elo."

"Gue juga."

"Bang lo milik gue."

Danar nggak menjawab. Aku cuma bisa menghela napas panjang. Salah satu alasan dia gak ingin pacaran karena dia gak ingin dimiliki siapapun. Komitmennya sungguh kuat menurutku. Saking kuatnya, aku sangsi apakah di masa depan Danar akan menikah atau tidak. Tapi aku gak akan nyerah. Jika sama Gery mustahil kulakukan, aku akan mencobanya dengan Danar. Akan kubuat dia jatuh cinta padaku, meski harus kulakukan secara perlahan-lahan dan dalam waktu yang sangat lama. Tapi itu nanti. Sesuai kata Danar, di umurku yang masih segini, lebih baik aku fokus dulu sama masa depanku.

Cinta?

Sepenting itukah harus kudapatkan sekarang? Mataku mulai terbuka sekarang.

"Bang lo mungkin gak sih suatu hari nanti jatuh cinta sama orang lain?"

"Mungkin aja. Sekarang gue masih males. Eh di rumah lo nanti kita bisa ngehe gak?"

"Gue lagi sakit, nanti lo ketularan." Alesan! Maksud dia sebenarnya tuh mencoba mengalihkan pembicaraan. Cukup sering aku menanyakan hal ini sama Danar namun selalu dia alihkan dengan pembahasan lain. Mau gak mau aku jadi penasaran, apakah Danar punya trauma masa lalu?

"Udah nyampe."

Kebetulan Abah ada di depan rumah sedang ngobrol sama Pak RW. Melihatku dipapah Danar, Abah langsung bangkit menghampiriku. "Aa kenapa? Sakit? Alah siah panas gini. A Irgi kenapa gak bilang sama Abah!"

IRGI [MxM] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang