Enam

24.2K 1.2K 69
                                    

Faktanya, dikenal oleh seluruh panitia dan peserta sama sekali tidak membuatku senang. Ditambah, aku lelah sekali ingin pulang. Nahasnya, Gery akan melakukan tindakan asusila di kosanku. Biarlah. Kini aku nggak peduli soal dirinya. Mencintai straight cuma bikin hati sakit saja. Jadi, cukup kujadikan dia pelampiasan saja. Kunikmati tubuhnya dari kejauhan, kurasa itu cukup.

"Mau pulang?" Satria lagi. Aku menggeleng. "Lah terus?"

"Ke kosan temen."

Wajahnya BT lagi. Udah Sat nyerah aja. Pengejaran cowok straight selalu berakhir dengan kekecewaan jadi menyerah saja. Itu memang benar. Buktinya tertulis dalam hukum logika manusia. "Oke di mana tempatnya."

"Eh pulang saja deh bang."

Lah kenapa aku jadi nggak konsisten. "Kamu ini ya, dek. Yang bener jadinya mau ke mana?"

"Mau tidur. Cepetan bang seharian ini aku kesel abis dimarahin sama kamu."

"Lah itu kan karena kamunya emang salah."

"Ya bela sedikitlah. Masa semua panitia mojokin aku?"

"Ya namanya juga MOS dek."

Gery benar, namanya juga MOS. Kalau bukan capek fisik ya capek batin. Itu lumrah terjadi. "Bang aku ngantuk. Kalau ketiduran gimana?"

"Ya jatuh."

Cowok brengsek. Tapi aku suka sifat apa adanya yang dimiliki Gery. Daripada penuh kemunafikan, lebih baik apa adanya tetapi penuh kejujuran. Jarang sekali ada pria sepertinya. Karena aku benar-benar capek, beberapa kali aku terkantuk-kantuk hampir tertidur. Gery memutuskan kembali lagi ke kampus entah kenapa, membuatku semakin kesal saja. Ternyata tujuannya ke WC.

"Cepet bang kalau mau BAB," kataku. Gery menggusurku ke dalam lalu menyuruhku untuk cuci muka.

"Basuh mukamu sana, jatuh dari motor baru tahu rasa nanti." Sikapnya kali ini membuatku terpana. "Kenapa malah bengong?"

"Ah tidak. Makasih, bang."

"Halah itu mah urusan kecil. Cepet, istri abang udah nungguin."

"Iya-iya!"

Sialnya, apa yang dia ucapkan memang benar. Saat kami berdua sampai di kosan, seseorang bernama Siska ada di sana bersama teman perempuannya. "Sudah lama, sayang? Eh ada Karin juga." Senyum Gery lebar sembari memandang kami berdua. "Nih kenalin Adek abang, namanya Irgi. Dia suka baca lho sama kayak kamu. Abang yakin kalian pasti nyambung." Andai aku pria straight atau setengah straight, Gery pasti sukses jadi Mak Comblang. Sayangnya aku gay tulen. Memangnya ada ya? Ah entahlah. Gay itu katanya penyakit mental, kalau begitu baiklah. Andai aku nggak sedang sakit mungkin aku bakal langsung jatuh cinta sama nih perempuan. Cantiknya bukan main. Bulu matanya lentik, hitungnya bangir dan bibirnya tipis. Yang paling penting, ukuran tubuhnya ada di bawahku.

"Aku Karin, sepupunya teh Siska."

"Dia baru SMA kelas 12, Ir. Kalau kamu capek tidur saja di kamar sebelah tapi ajak dia," kata Gery. Cowok bebal itu ternyata serius akan melakukan tindakan asusila di kamarku.

"Oke."

Karin mengikutiku dari belakang. Sepertinya dia tipe perempuan rumahan yang tidak banyak bicara. Hmmm. Mana mungkin. Jika dia ikut Siska, sudah pasti dia sama-sama bebal seperti sepupunya. Bahkan ada kemungkinan dia akan memperkosaku. Tu-tunggu. Betapa memalukannya diriku! Seorang perempuan memperkosa laki-laki? Aku belum pernah mendengar kasusnya! Jika itu terjadi padaku, aku yakin Emak sama Bapak akan langsung pingsan ketika membaca korannya.

Di dalam kamar yang kami lakukan hanya diam. Mendadak rasa kantuk yang menderaku lenyap tak bersisa. Capeknya masih terasa, hanya saja situasi ini sangat mengganggu. Ditambah aku penasaran apa yang dilakukan Gery di dalam sana. "Kamu pernah gituan?" tanyaku memecah kesunyian.

IRGI [MxM] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang