Empat Belas

21.4K 1.4K 170
                                    

Coba-coba ah. Next part, kalau udah nyampe 400 langsung up :p kalau gak nyampe, mungkin minggu depan haha.

Part ini cukup panjang. Hmm jangan lupa komennya yo.

Bakal bamyak typo dan kalimat gak sesuai. Sorry, gak saya edit soalnya

Sumpah, aku tidak tahu. Aku tidak tahu kenapa Gery sebegitu ingin memukul orang yang telah memukulku. Aku tidak tahu kenapa Gery semarah itu padahal aku hanya orang asing di hidupnya. Aku memang senang diperlakukan seperti itu, namun sepertinya sisi egoisku mengatakan hal lain. Seorang adik dan kekasih adalah dua kata yang berbeda. Tak hanya itu, maknanya pun jelas jauh berbeda.

Sekelumit pikiran itu jujur saja menyentak logikaku. Bahkan, andai bisa, aku rela dia mendominasi atas tubuhku asalkan dia jadi milikku. Aku rela dia menggempur bagian belakangkusekali lagi kukatakan—asalkan dia jadi milikku.

'Ayo, Ir! Putuskan! Abang ... atau bukan!?'

Sialnya, pikiran tak sehat mendominasi. Jawaban yang keluar malah, 'Sorry, Ger. Elo bukan abang gue.' Pedih memang. Tapi rasa cintaku padanya menyeruak tiada henti. Bahkan aku tahu sejak pandangan pertama aku melihatnya, aku telah jatuh hati.

"Bang!" seruku. Gery tetap berjalan menuju parkiran. Sepertinya dia akan menghajar Danar sesuai dengan apa yang dia katakan. Aku mengejarnya dengan langkah tertatih-tatih. Luka lebam di tubuhku masih saja terasa sakit. Evan sialan! Lain kali akan kubalas dia. "Bang, bukan Danar pelakunya!" Hap! Akhirnya aku berhasil memegang tangan besar dan berbulunya. Gery menatapku kesal.

"Lepas, dek! Gue yakin dia orangnya! Gue lihat dia semotor sama elo tadi pagi di parkiran!"

"Bang Gery baka!" Hmmm andai saja aku masuk bahasa Jerman, pasti lebih asik mengumpat dengan bahasa itu.

"Baka?"

"Pake logika atuh, bang!" Aku kesal sekarang. "Kalau bang Danar yang mukul gue hingga bonyok kayak gini, lantas kenapa dia nganter gue ke kampus? Kenapa dia nolong gue? Gak mungkin banget, kan?" Gery mengendurkan kepalan tangannya. "Kemarin sore gue dicopet. Gue gak terima akhirnya gue memberikan perlawanan, eh gue malah dikeroyok. Untungnya gue ketemu bang Danar di jalan. Dia penyelamat gue, bang. Jadi please jangan hajar dia, karena gue yang akan mukul elo kalau abang tetep maksa!" Gery menatapku lekat, mencoba mencari kejujuran. Sial, mungkinkah dia tahu kalau aku berbohong? Disituasi seperti ini aku gak boleh menghindar. Jika biasanya aku memalingkan wajah, kali ini aku menatap wajahnya tanpa berkedip. Sial, aku bernafsu ingin menciumnya.

"Jadi elo kena coper? Lo gak inget wajahnya?" Aku mengangguk dua kali. Gery pun menghela napas panjang sambil meregangkan otot tubuhnya. "Kerdil macam elo seharusnya gak gue biarkan pulang sendiri."

Aku tersenyum. Sip, masalah beres. "Sialan lo."

"Dek," kata Gery sambil tersenyum lebar. "Besok lusa libur 4 hari. Dua hari merah dan dua harinya lagi sabtu minggu. Gue sumpek nih diem di kota terus, elo pernah bilang rumah lo di kampung daerah Nyampai, kan? Ajak gue nginep di rumah elo bisa gak? 4 hari aja?"

Kubalas ajakan Gery dengan senyum mengembang. Itu artinya aku bisa berduaan sama Gery? Selama 4 hari!? GAK ADA PENGGANGGU SEPERTI SATRIA, SISKA DAN JUGA DANAR DKK!? "Boleh, bang!" sahutku antusias. "Gue juga sumpek nih lama-lama sama kehidupan urban di kota Bandung. Tenang saja, bang. Kampung gue seru pisanlah pokoknamah. Setiap malam minggu suka ada pameran malam, terus banyak gunung dan bukit juga."

IRGI [MxM] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang