Selepas Abah pergi, aku dilanda kepanikan seketika. Pikiranku blank, bingung harus bereaksi kayak gimana. Berbagai pertanyaan pun muncul. Apakah tujuan Danar ke sini untuk membuat perhitungan padaku? Parahnya, dengan cara memberi tahu kehomoanku pada Abah! Gawat! Aku bisa mati seketika kalo gitu caranya.
Aku harus kabur!
Ya, tanpa pikir panjang aku membuka jendela kemudian memasukkan kaki kananku sambil menyampingkan tubuh. Belum sempat aku mengeluarkan tubuhku dari kamar, mataku melihat pintu terbuka lalu muncul sesosok Danar yang sedang ngupil sambil menggaruk pantatnya. Awalnya matanya biasa aja, namun ketika melihatku hendak kabur darinya, matanya langsung menajam kemudian berlari ke arahku sambil berseru, "Bocil mau ke mana lo!"
Lalu ... hap! Langsung ditangkap. Tanganku berhasil dia tangkap lalu dia tarik hingga sebagian tubuhku yang ada di luar kembali masuk. "Bang lepas bang!" Aku berontak. Namun karena kondisiku sedang nggak fit, Danar dengan mudahnya mengangkat tubuhku sambil beranjak ke arah pintu untuk menguci.
Reeeeeeet!
Suara derit kasur terdengar bersamaan dengan terhempasnya tubuhku ke kasur. Mata Danar menyalang marah, dan itu membuatku horny-maksudku takut. "Bocil kenapa lo kabur dari gue, hah!? Lo sengaja kan ke sini nggak bilang-bilang gue biar gue nggak ganggu lo lagi ngentot sama si Gery!"
"Bang gue-"
Tok tok tok.
"Bang kok pintunya dikunci?" tanya ... Evan? Kenapa dia ada di sini?
"Eh Van lo masih ada di sini?" tanya Danar.
"Lho? Maksudnya?"
"Gue mau nginep di sini, Van. Tadi kan gue bilang siapa yang mau nganter gue ke sini, dan elo udah nganter, sekarang lo mending pulang aja. Kasian anak-anak kalo nggak ada yang bisa ngarahin."
Ngarahin?
"Nggak mau! Lo harus pulang juga, bang! Gue belum mampu buat ngarahin anak-anak. Lagian hari ini bukannya ada pertemuan sama temen-temen kita di Jakarta ya? Kalo ketuanya nggak ada, terus nanti pertemuannya-"
"VAN!!!" Aku terkesiap. Danar teriak tepat di depanku soalnya. "Gue udah nunjuk lo jadi wakil gue sejak dulu karena gue percaya lo bisa meng-hendle apapun yang gue perintahin. Lo mau buat gue kecewa, hah?"
"Bukan gitu, bang! Aarghh gue bingung! Apa pentingnya dia sih, bang!? Jawab gue! Gue selalu ada buat lo, dari dulu sampe sekarang, dan lo pasti lupa besok kita udah buat janji sorenya pergi ke rumah gue."
"Van, ini perintah, handle anak-anak atau gue bakal nyuruh si Fahri buat-"
"IYA!!!"
Suara Evan pun tak terdengar lagi.
Danar mendengus sembari menatapku. "Si Evan akhir-akhirnya bersikap aneh. Gue kencing, dia ikutan kencing. Gue pergi, dia malah ngikut pergi ngikutin gue." Jawabannya jelas. Evan sangat membenci diriku, ditambah akhir-akhir ini aku semakin lengket dengan Danar. Mungkin dia kesal karena fokus ketua komunitasnya malah teralih padaku.
"Bang serius mau nginep? Ta-tapi di sini ada Ger ... tunggu, lo tahu dari mana gue kenal sama Gery?"
Danar bersedekap. "Dari si Bimo." Brengsek tuh orang, bukannya aku sudah bilang buat merahasiakan hubunganku dengan Gery ya? "Bilangnya lo adeknya dia, tapi gue yakin adek si Gery itu udah meninggal 2 tahun yang lalu, jadi sekarang gue paham kenapa dia nganggep lo adek. Kalian emang agak mirip."
"Mukanya?"
"Bukan, tingkahnya."
"Terus?"
Danar tersenyum mengejek. "Dan sekarang gue mulai paham siapa orang yang lo suka. Hahaha Cil Bocil, gue kasih tau lo satu hal ya, rasa cinta lo sama dia ibarat lo ngejar bayangan lo sendiri. Mustahil. Tapi gue nggak mau ngebahas itu, gue cuma mau buat perhitungan karena lo udah ngobok-ngobok pantat gue terus kabur gitu aja! Lo tahu nggak kemarin gue kesusahan boker bahkan jalan naik tangga!? Untungnya sekarang gue siap-maksud gue udah sembuh."

KAMU SEDANG MEMBACA
IRGI [MxM] [Tamat]
RomanceIni cerita gue tentang asam manisnya menyukai pria straight. Ya, tentang gue yang secara tak sengaja sharing kamar karena preman itu mengeluh biaya kosnya mahal sekali. Dialah Gery, pejantan straight yang sejujurnya telah membuat gue nyaris bunuh di...