Sebelas

19.4K 1.3K 60
                                    

Warning! Ada bagian hotnya. Please banget yang masih di bawah umur atau bukan gay jangan baca cerita ini.

Btw bab ini kalian mungkin akan merasa kecewa. Tapi saya selalu bikin cerita yang mendekati kenyataan. Maksudnya, misal, meski si Irgi cinta sama si Gery, dia bisa aja kegoda sesuai kondisi sama orang lain. Pada akhirnya si Irgi bisa sama siapa saja. Mau sama si Gery, Danar, Evan bahkan si Satria sekalipun. Jadi, sekali lagi siap-siap saja. Saya bikin cerita ini gak dikonsep. Jadi gak tahu si Irgi bakal sama siapa. Gimana nanti aja sejadinya, oke?

Seperti biasa, up nyampe 350 saya up. Bab selanjutnya udah saya tulis kok.

Mereka semua menatapku, terlebih Danar. Sepertinya dia murka karena berani-beraninya aku kabur darinya.

Posisiku sekarang jelas-jelas tidak menguntungkan. Badanku dipegang oleh Evan di tengah-tengah kerumunan seakan Danar bisa saja memukulku kapan pun dia mau. Masalahnya adalah kenapa dia hanya menatapku berang dan tidak melakukan apa-apa?

"Bang lepasin!"

Danar diam saja. Sial, aku cukup ketakutan ditatap seperti itu.

"Nih bocah berani juga ternyata sama gue," kata Danar. Tangannya mengepal, matanya menajam dan rahangnya mengeras. Kalau begini caranya tak ada cara lain meminta ampun. Aku gak mau balik ke kosan dengan keadaan bonyok karena Gery pasti akan mencari pelaku, ditambah aku gak bisa kuliah satu sampai tiga hari. Aku gak mau itu.

"A-ampun, bang." Kucoba menatap matanya. "A-aku jan-ji gak a-akan kabur lagi."

Bugh!

Dia meninju perutku. "Siapa tahu lu bakal kabur lagi, Cah!" sentaknya.

"Gak akan, bang! Uhuk uhuk sakit bang."

"Dia pembual, bos!"

"Betul. Nanti pasti ngilang lagi."

Aku panik! Dasar ancang-ancang hendak memukulku lagi. "Ka-kalau gak percaya, ha-hari ini kamu boleh nginep di kosan aku bang. Kalau aku ngilang cari aja di sana atau cari di kampus X, a-aku kuliah di sana."

"Kampus X?"

"Bukannya itu kampusnya Bimo ya?" tanya Evan.

"A-aku juga kenal sama kang Bimo. Ampun bang. Jangan pukul aku, besok aku harus kuliah," kataku. Danar menyuruh Evan melepaskan pegangannya lalu meyuruh anak buahnya bubar.

"Ikut gue ke atas," kata Danar.

"I-iya, bang."

Aku mengikuti Danar ke atas. Tanpa kuduga, ruangan ini bersih sekali. Ada ruang buat nonton, main PS, untuk nyantai, meskipun banyak sekali botol minuman keras di atas meja. Dinding dan lantainya dilapisi kayu sementara atapnya berwarna putih garis hitam.

Di samping kanan televisi, ada pintu berwarna coklat. Danar menyuruhku masuk ke sana.

"Bang mau ke mana?"

"Ikut gue bocah!"

"I-iya!"

Ketika masuk ke dalam pintu, mulutku menganga melihat kamar ini begitu klasik dan keren. Ada banyak poster, barang antik terpajang di samping dinding, speaker bergambar wanita sedang merokok, meski ada juga barang rock yang terkesan hardcore dan menakutkan.

Danar mengunci pintu kamarnya kemudian duduk kasur lantai sambil menatapku.

"Ir, elu homo kan?" tanyanya membuatku tersinggung.

"Iya!" balasku nyolot.

"Emang homo suka ngejilat ketek ya?" tanyanya.

Aku berpikir. "Gak semua sih bang. Kalau aku-"

IRGI [MxM] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang