Lama Rose memandangi June yang lagi tertidur di sofa, tiba-tiba matanya membulat ketika melihat ada sedikit goresan di tangan kiri June.
"Jun, lu kenapa sih?" tanya rose dengan suara kecil, mengingat June sedang tidur.
Perlahan Rose meraih tangan kiri June, ia khawatir dengan kondisi June saat ini.
Rose menatap ruang tamu apartemen June, ia sedang mencari-cari kotak P3K. Hingga matanya menangkap kotak P3K yang ada di atas laci, segera Rose beranjak dan mengambilnya.
Rose kemudian meraih tangan June, dan meletakkannya di pahanya. Posisinya Rose duduk di atas kursi kecil tepat di depan June yang sedang tertidur pulas di sofa dalam kondisi terlentang. Gadis itu dengan telaten membersihkan luka June, sentuhan alkohol pada luka June membuat pria itu sempat meringis namun tak juga bangun dari tidurnya.
Setelah mengobati luka June, Rose membenarkan posisi tidur June. Ia melepas sepatu beserta kaos kaki June dan mengambil sebuah selimut dari dalam kamar June.
Setelah itu, Rose kembali duduk dikursi kecil, ia mengelus surai June lembut.
"Good night, Prince," ucap Rose pelan sambil tersenyum.
Rose kemudian bangkit dan melangkah keluar dari apartemen June. Ia menutup pintu pelan lalu kembali menuju ke apartemennya.
Kini, gadis berambut panjang itu menatap kosong ke arah jendela kamarnya. Dari sana ia bisa melihat ribuan lampu yang menyala.
Lu yang bikin mood gue rusak, lu lebih milih jalan sama sahabat lu, dibandingkan sama gue.
Kalimat dari June terus berputar di otaknya.
"Apa Jun cemburu?" tanya Rose pada dirinya sendiri.
Rose menggeleng, mengenyahkan pikiran itu. Tidak mungkin seorang June menyukainya. Pasti level wanita seorang Koo Junhoe lebih tinggi dibandingkan dirinya.
Rose memijat pelipisnya, ia merasa sedikit pusing karena terus-menerus memikirkan June. Pria itu berhasil membuatnya tidak bisa tidur.
"June cemburu, iya Jun pasti cemburu!"
Entah mengapa keyakinan bahwa June cemburu mendominasi pikiran wanita itu. Ia berharap intuisinya benar, ia berharap June memang cemburu, ia sudah jatuh. Jatuh ke dalam perangkap lelaki menyebalkan yang notabenya sebagai atasannya.
***
Lelaki tinggi itu menggeliat tak tenang ketika merasakan pusing di bagian kepalanya. Ia memijat pelan pangkal hidungnya berharap rasa sakit itu berkurang.
"Duh, pusing banget nih kepala gue, dasar wine sialan!" umpat June sembari mencoba untuk berdiri.
June berdiri, matanya menelusuri tempat di sekelilingnya. Selimut yang menutupi tubuhnya dan sepatu yang terlepas membuat June mengernyit bingung.
"Perasaan gue---ah, bodo! Udah jam berapa sih?"
June melihat jam dinding yang menempel di ruang tamunya, seketika ia membulatkan mata dan langsung berlari menuju kamarnya, entah mengapa sakit yang dirasa beberapa menit yang lalu tiba-tiba hilang begitu saja.
"Sial! Bener-bener sial. Gue telat."
Sedangkan di tempat yang berbeda. Rose sudah rapi, penampilannya sangat segar, dan jangan lupakan sedari tadi senyum itu tak juga hilang dari wajahnya.
Gadis itu melirik ke arah ruangan sebelahnya, ia mau memastikan bahwa pria itu sudah datang atau belum. Sebenarnya ada sesuatu yang ingin Rose katakan, tetapi agaknya sangat sulit baginya untuk mengungkapkan. Oleh karena itu, Rose memilih membuatkan sebuah kartu ucapan permintaan maaf untuk June.
***
Akhirnya orang yang ditunggu-tunggu pun datang. Rose senang, tetapi ia menyembunyikan hal tersebut, ia memilih untuk bersikap biasa saja dan kembali fokus pada pekerjaannya.
Dalam hati, Rose berharap June mengerti apa yang ia tulis. Ia melirik ke ruangan June, terlihat lelaki itu memegang kartu ucapan dari Rose.
Rose gugup.
Sedangkan June, lelaki itu kebingungan melihat kertas putih dengan tulisan permintaan maaf, dan satu, itu dari Rose.
Mengapa wanita itu meminta maaf? Pikir June.
"Rose kenapa?" June menoleh ke ruangan Rose, dan kebetulan saat itu Rose juga sedang menatapnya.
Mereka berdua agak sedikit tersentak, dan mengalihkan pandangan ke lain arah. Namun, June tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya, ia menghampiri ruangan Rose hendak bertanya apa maksud dari kartu tersebut.
"Rose," panggil June dengan suara husky miliknya.
Rose terkaget-kaget sampai menjatuhkan peta dari tangannya. Ia segera berdiri dari posisinya.
"June."
June tersenyum tipis melihat tingkah Rose. Baru kemarin ia marah kepada Rose, dan hari ini dengan melihat wajah kagetnya June melupakan semuanya.
Lelaki tinggi itu menunjukkan kartu yang ia pegang kepada Rose. "Ini maksudnya apa?"
Wanita itu mempersilakan June untuk duduk dan di-iyakan oleh June. Rose menggaruk pipinya pelan. Bingung harus berbicara apa.
"Anu---."
June menaikkan satu alisnya, ia menunggu Rose menyelesaikan ucapannya.
"Mau minta maaf aja buat semuanya," ucap Rose tanpa berani menatap June.
"Kenapa? Pasti ada sebabnya," sahut June semakin merasa bingung.
Rose masih setia menunduk. "Kan selama ini gua suka marah nggak jelas sama lu."
June mendekat ke arah Rose duduk, ia menarik dagu mulus itu agar mendongak menatapnya. Lalu, June terkekeh pelan melihat ekspresi terkejut Rose.
"Kalau ngomong tuh liatin orangnya."
Rose refleks memegang dada June, dan mendorongnya pelan. "Ihhh! Apaan, sih!"
Tidak ingin kehilangan kendali karena gemas melihat tingkah Rose. June berdiri dari duduknya, tetapi tarikan Rose pada tangannya yang secara tiba-tiba membuatnya hilang kendali, tubuh besarnya tersungkur menubruk Rose yang masih bungkam di sofa.
Deru napas keduanya tersengar begitu cepat. Mata itu saling bertemu, menumbuk begitu dalam. Mereka diam, nyaman pada posisi sedekat itu.
Rose tidak menyangka bahwa June sesempurna ini, bibirnya yang sedikit tebal sangat pas di wajahnya, alisnya pun tebal, dan jangan lupakan mata elang itu yang selalu menusuknya membuat ribuan kupu-kupu berhamburan dalam perutnya.
Dada June bergemuruh berada sedekat ini dengan Rose. Nyaris beberapa senti lagi wajah mereka bertemu. Oh, shit! Bibir yang tak terlalu merah itu seperti menggodanya untuk maju dan membungkamnya.
"Jangan, June. Tahan dulu!" ungkap June dalam hati.
***
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
My Boss My Love (Junrose)
De TodoRose kesal, ia hendak berlalu dari hadapan June dan masuk ke dalam apartemennya untuk menenangkan diri sejenak. Namun, lagi-lagi langkahnya di tahan oleh June. "Apa lagi?" tanya Rose mantap geram. "Gue June," jawab June sambil menyunggingkan senyum...