Bagian 22

5.3K 249 3
                                    

“Cantik nggak mah?” Tanya seseorang yang memperlihatkan foto wanita di ponselnya.

“Cantik, kapan mau dikenalin ke mamah?”

“Sabar dong mah, Arba juga baru pendeketan geh belum apa-apa.”

“Jangan lama-lama dong pendekatannya, keburu mamah tambah tua loh.”

“Iya mah secepatnya Arba kenalin, tapi mah..”

“Tapi apa?”

“Kalo dia masih sekolah apa boleh Arba nikahin dia?” Tanya Arba sedikit ragu.

“Kenapa nggak nunggu dia lulus dulu aja.”

“Kata mamah suruh cepet, lah dia nya baru mau naik kelas 3 SMA ini, mamah setuju nggak?”

“Mamah sih setuju, ya kalo dia masih sekolah terus mau diajak nikah berarti harus diem-diem dulu jangan adain resepsi dulu sebelum dia lulus sekolah.”

Arba tersenyum senang karena mendapat lampu hijau dari mamahnya, “Ya udah nanti coba Arba lebih deketin terus Arba ajak serius, kalo mau ya alhamdulilah tapi kalo nggak mau ya Arba harus nunggu dia lulus dulu mah.”

“Apapun keputusan dia harus kamu terima jangan kamu paksa, mamah nggak mau nantinya apapun yang dia lakukan juga karena terpaksa.”

“Iya mah, Arba juga tau diri kali mah masa nanti ada berita seorang polisi memaksa perempuan untuk menikah dengannya, kan bikin malu kepolisian aja.”

Ratna tertawa mendengar penuturan anaknya itu, diikuti oleh Arba yang tertawa pula.

“Ya sudah kita makan siang dulu yuk, mamah udah laper nih.”

“Iya mah sama Arba juga laper banget nih.” Arba berdiri dan langsung berjalan menuju ruang makan.

***
“Jadi Anin beneran hamil mah?” Tanya Fardhan yang sambil meletakkan ponselnya.

“Iya pah, nggak kerasa ya kita udah mau punya cucu aja.” Ucap Rena terkekeh pelan.

Fardhan tertawa, “Udah mau dipanggil kakek aja nih, duh berasa banget tua nya.”

“Azzam udah mau punya anak terus Shasa juga sudah semakin dewasa, anak-anak cepet banget ya pah besarnya kaya nya kemarin masih pada bayi-bayi.”

Fardhan menghela nafasnya, “Waktu memang berjalan begitu cepat mah, Azzam udah punya keluarganya sendiri dan mungkin sebentar lagi anak cewek semata wayang itu juga bakal diminta sama laki-laki dan dibawa keluar dari rumah ini.”

“Apa mereka akan terus kesini ya pah? Mamah takut kalo nanti mereka jarang kesini dan sekalinya kesini hanya sebulan sekali itupun mungkin nggak akan lama.” Ucap Rena dengan nada sedih.

“Mamah percaya aja sama anak-anak pasti mereka nggak akan lupain kita kok, nanti kita ngomong pelan-pelan sama anak-anak supaya mereka tetap mengingat kita.” Fardhan mengelus lengan istrinya –Rena.

Di dekat pintu luar dimana Rena dan Fardhan sedang berbicara, Shazfa tidak sengaja mendengar semua percakapan orang tua nya itu. Shazfa sedih mendengar semua penuturan orang tau nya itu, ia tidak ingin meninggalkan mereka tetapi ucapan papahnya benar bahwa seorang wanita harus mengikuti suaminya.

Shazfa sangat ingin kembali menjadi bocah kecil lagi agar kedua orang tua nya tidak merasa kesepian, tetapi itu hanya khayalan semata karena sejatinya waktu tidak bisa diubah. Semua yang dirasakan di masa lalu tidak akan bisa kembali sama walaupun ingatan tentang masa lalu itu masih tersimpan rapi di ingatan setiap pribadi, semua pasti ada yang berubah terutama usia dan keadaan.

“Mamah, papah jangan sedih. Shasa jadi ikut sedih.” Ucap Shazfa dengan lirih sambil berjalan mendekati kedua orang tuanya.

Rena dan Fardhan terkejut oleh kehadiran Shazfa yang tiba-tiba, keduanya menatap Shazfa dengan senyuman mereka karena mereka tidak ingin membuat anaknya menjadi sedih.

“Papah sama mamah nggak sedih, kami senang melihat kalian semakin dewasa.”

“Iya Sha, mamah nggak sedih kok.”

Shazfa menatap dalam mata kedua orang tua nya itu, Shazfa tau betul bahwa keduanya sedang menyembunyikan kesedihan mereka di depannya.
“Papah sama mamah jangan pura-pura deh, Shasa tau kok kalo kalian sedih, jangan ditutupi. Shasa minta maaf ya sama papah sama mamah.”

“Sayang, kamu nggak salah kok.”

“Shasa pengen jadi bayi papah sama mamah lagi,” Ucap Shazfa dengan derai air matanya yang semakin deras.

“Kenapa kamu bilang begitu nak? Berapapun usia mu saat ini papah sama mamah selalu menganggap kalian itu bocah kecil kami, papah tau kamu sudah dewasa tapi papah masih merasakan bahwa kamu itu masih bayi papah yang selalu rewel dan selalu minta di gendong saat papah pulang kerja.” Ucap Fardhan sambil tertawa kecil agar kesedihan ini segera berlalu.

“Shasa kangen itu semua, Shasa nggak akan mau ninggalin papah sama mamah.”

“Kamu nggak akan ninggalin mamah sama papah kok, kamu selalu ada disini, di hati mamah sama papah.”

Shazfa langsung memeluk mamahnya dengan tangisan yang masih tersedu-sedu.

Fardhan melihat itupun tidak bisa menahan dan air matanya pun berhasil lolos walau hanya sedikit.

Fardhan segera menghampus  air mata yang berada di pipinya, “Udah jangan nangis-nangis lagi, intinya saat ini kita kan masih kumpul.”

Shazfa melepaskan pelukannya pada mamahnya, Rena mengusap pipi Shazfa yang penuh dengan air mata. Mereka bertiga masih tetap diam tidak ada yang memulai pembicaraan.
Satu detik.....

Dua detik.....

Tiga detik.....

Empat detik.....

Lima detik.....

“Kita ke dalem yuk,” Ucap Rena seraya berdiri dan dipegangnya lengan Shazfa lalu diajaknya masuk.

Fardhan pun ikut mengikuti keduanya masuk ke dalam rumah.

____________________________________
Vote dan komentar kalian sangat berharga buat aku jadi jangan jadi pembaca gelap ya😊

My Handsome PoliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang