5;Lisa

2.8K 456 61
                                    

BANYAK TYPO SAYANG:*











Selepas dari rumah Saeron mereka segera menuju kerumah lama Siyeon. Sejak saat tadi Somi tak henti-hentinya berdoa, memohon keselamatan bagi mereka semua. Haechan yang duduk disamping Somi menggenggam tangan gadis itu yang mulai dingin.

"Tenang aja Som, niat kita baik ini. Pasti Tuhan seneng dan mempermudah kita." ucap Haechan sambil tersenyum. Somi hanya tersenyum kikuk.

Kak Haechan bisa gini juga ya.

Renjun yang mengendarai mobil segera menghentikan mobilnya didepan pos utama komplek perumahan Siyeon yang lama. Kata Hyunjin, dia yang akan menjemput mereka.

"Temen lo masih lama?" tanya Jaemin pada Siyeon. Bukan apa-apa sih, komplek ini lebih tepatnya komplek mati. Tidak ada satupun tanda-tanda kehidupan.

"Tunggu aja, paling bentar lagi." sanggah Eunbin yang masih tetap menggandeng Saeron.

"Coba miscall Yeon." ujar Haechan yang bersandar pada mobil.

"Tolong, begonya dikondisiin dulu ya." Seoyeon yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara. Ya gimana mau miscall coba, yang liat juga cuma siyeon.

"Nah itu Hyunjin." Siyeon segera berlari kearah Kim dan Hwang yang sedang adu bacot.

"Siyeon. Udah gede ya lo." sapa Hwang sambil mengacak rambut depan Siyeon. Kim hanya mencibir perbuatan Hwang.

"Sini kita pelukan dulu." Hwang membentangkan tangannya. Kim dan Siyeon segera memeluknya.

Dari seberang, teman-teman Siyeon yang menunggu tak dapat berkedip sedikit pun. Jika mereka tidak tahu gadis dengan surai hitam itu indigo, maka sudah dipastikan mereka akan menyebut Siyeon halu.

"Kok gue merinding." ujar Renjun pertama kali. Membuka pembicaraan agar suasana tak begitu tegang.

Sementara Jeno masih asyik memperhatikan Siyeon yang lagi pelukan dengan 'teman-temannya' itu.

"Guys, ayo sini." panggil Siyeon. Somi segera berjalan didepan diantara Seoyeon dan Jaemin.

"Kak, aku takut." Seoyeon yang tangannya digandeng oleh Somi kaget. Seumur-umur ia belum pernah mendapat teman yang seperti ini. Ya, emang dasar Somi anak nya supel yang gampang aja nempel sana-sini.

"Gapapa, ada Siyeon kok. Aman kita." Seoyeon mengacak pelan rambut Somi.

Somi baru sadar bahwa Seoyeon tak seburuk yang dikatakan orang-orang. Memang, manusia sangat suka menilai sesuatu dari luarnya saja.

"Jen, lo ngapain jalan dibelakang sendirian? Sini barengan." panggil Jinyoung.

"Gapapa mah gue." Jeno segera mensejajarkan langkahnya dengan Jinyoung.


Mereka sampai dirumah lama Siyeon. Mereka segera menuju halaman belakang rumah Siyeon. Ada Jisung dan Yejin yang lagi duduk-duduk.

"Eh? Itu Jinyoung kan? Woy itu temen gue!?" pekik Jisung. Yejin yang disebelahnya segera menoyor Jisung.

"Dia ga bakal denger ogeb." ujar Yejin.

Namun, Siyeon mendengarnya.

"Jinyoung, itu ada Jisung. Katanya dia kangen sama lo." Siyeon menoleh kebelakang, menghadap kearah Jinyoung.

"Hah? J-jisung han?" tanya Jinyoung panik.

"Iya yeon iya." ucap Jisung.

"Iyaa, nih dia kangen lo."

"Hehehe, serius atuh Yeon." Jinyoung tertawa canggung. Bulu kuduknya berdiri seketika.

"Ih gue mah serius." kata Siyeon rada kesel.





"Iya kok, itu Han Jisung. Temen satu kelas lo." ujar jeno.

"Jen... Kok? Lo tau?" tanya Siyeon.







"Ya, karena gue liat lah."






👣👣👣






Siyeon bersyukur pada Tuhan, setidaknya yang terlahir dengan kemampuan indigo bukanlah dirinya sendiri. Pemuda yang tengah mendengarkan kak Lisa menjelaskan tentang Vata dan dunianya ini terlahir sama dengannya.

Terlahir indigo.

"Jadi kak? Kita harus mencari Mrs. Irene didunia ini dulu?" tanya Jeno. Siyeon tampak tak fokus dengan apa yang diucapkan Lisa.

"Iya. Mrs. Irene pemegang kunci utama dari buku merah ini. Buku yang dibawa June itu adalah buku utama dari buku-buku merah ini. Setelah bertemu Mrs. Irene kalian harua mengumpulkan buku merah ini sehingga ia bisa membentuk jalan keluar dari ini semua." ujar Lisa. Jeno tampak mencatat poin-poin dari ucapan Lisa. Sementara Siyeon sedang mentranslatekan ucapan Lisa.

"Aku tahu ini tak mudah, tapi kami berharap banyak pada kalian. Vata menutup jalan penghubung kedunia sana. Sementara June sudah berhasil membunuhnya, bagaimana kami akan pulang?" mendengar ucapan Lisa, hati Siyeon mencelos. Berarti banyak diluaran sana arwah-arwah gentayangan yang ingin pulang namun tak bisa.

"Kami akan berusaha. Tapi, apa jika kami membutuhkannu bisakah kami datang kemari?" tanya Siyeon.

"Tentu saja. Datanglah saat pagi, karena siang aku akan berjalan-jalan." kekeh Lisa, diikuti anggukan Kim yang duduk disebelahnya.

"Lalu, bagaimana kami menemukan Mrs. Irene?" Tanya Jeno.

"Tanyakan pada Yuju dan Dokyeom, mereka si penerawang." jawab Lisa.

"Tapi.... Kami tak kenal." keluh Siyeon.

"Jika aku tak salah, kakak ku Bangchan punya teman namanya Dokyeom. Tanyakan saja padanya. Jinyoung tau rumahku." ujar Jisung yang sedang melipat tangannya didepan dada.

"Baiklah terima kasih Jisung." ujar Siyeon. Jinyoung langsung menatap Siyeon.

"Kami pamit pulang dulu kak Lisa." Jeno undur diri.

"Jaga diri kalian baik-baik." pesan Lisa.

"Ayo, aku dan Hwang akan mengantar kalian." Kim segera menggandeng Siyeon.

"Kau sajalah. Aku malas." Hwang melanjutkan acara tidurannya diatas pohon.

"Yaudah, kalau lo mau gue digangguin kak Bambam." Kim segera melenggang. Tak taunya Hwang sudah ada disebelahnya.

"Ya enggak dong Princess. Hehehe." Hwang nyengir didepan Kim.

"Bucin juga ya lo bos." Jeno menarik sudut bibirnya sedikit.




Haechan, Jaemin, serta Somi tampak melongo melihat dua orang didepan mereka ini sudah mulai gila.

"Gue merinding."

"Apa lagi gue anjir."

"Kak Haechan, gimana ini? Serem." Somi segera bersembunyi dibalik Haechan.

"Udah gapapa, kita sama-sama ini."















"SAERON AWASSSS!"









👣👣👣







Aku bek gaiseu. Kangen ga ff absurd ini? :D
Huhuhu, apdetnya tengah malem nihh
Janlup comment iya iya iya

Silent ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang