Ruangan itu gelap. Hanya sebersit sinar sang surya yang menembus melalui celah tirai jendela. Ruangan yang tak terlalu luas itu tampak kacau, pecahan kaca dimana-mana. Buku-buku diatas rak berceceran dilantai.
Tampak dari sudut yang lain seorang gadis dengan dress putih dan rambut panjang coklatnya meringkuk. Menahan sakit dan perih didalam tubuhnya. Disampingnya, sepiring nasi dan air mineral tampak tak tersentuh. Dirinya benar-benar kacau. Kakinya tampak pucat, kedinginan, padahal hari diluar cukup panas.
Namun, apalah arti semua itu baginya. Ia hanyalah seseorang yang berdosa. Seseorang yang tak mencegah ibunya agar tak menyakiti saudaranya sendiri. Ia hanya seseorang yang tak pantas dimaafkan. Netra itu kembali menghasilkan bulir-bulir bening yang entah sampai kapan akan habis. Yang entah berapa banyak tetes itu keluar begitu saja.
Kembali dipeluknya dirinya sendiri, mencoba menahan diri agak tak mengamuk. Ditatapnya pintu dikiri tempatnya meringkuk, pintu itu terbuka menghasilkan sedikit bunyi. Netra coklat itu kembali menatap siapa yang sudi masuk kekamar kacaunya ini? Ah mungkin kecuali sang ibu dan dokter Wendy.
Pintu coklat itu terbuka, menampilkan seorang gadis dengan sweater abu-abunya. Dibelakangnya tampak orang lain juga.
Ramai.
Itu yang ada dibenaknya kini. Untuk apa orang ramai-ramai memasuki kamarnya ini? Untuk apa orang ramai-ramai menemuinya?
Netranya menatap tajam orang-orang tersebut, kecuali si gadis dengan sweater abu-abunya.
"Saer..."
"M-mereka s-siapa?" tanya gadis itu kaku dengan tetap mata tajamnya.
"Mereka itu teman-teman kita. Lo gak usah takut ya?" gadis bersweater abu-abu itu menyelipkan beberapa helaian rambut gadis yang dipanggilnya 'Saer' ini kebelakang telinga.
"Kak Saeron jangan takut ya sama kita?" ujar seorang gadis dengan baju peach sambil memeluk Saeron.
"Jadi ini Saeron? Kenalin ya, gue Jaemin." ujar pemuda yang menggunakan jaket denim tersebut.
Saeron nama gadis itu. Kini ia hanya diam. Bibirnya kelu untuk berucap sepatah kata pun. Tolong jelaskan ini maksudnya apa?
"Bin..." ujarnya kaku.
"Gue tau lo pasti bingung kan? Tapi, lo mau ikut gak sama kita untuk memperbaiki dosa ibu lo?" ujar gadis bersweater abu-abu itu to the point. Eunbin.
"Bin, terlalu to the point." komentar lelaki dengan kemeja navy. Eunbin menatap pria itu malas.
"Gue tau Saeron itu sehat Nyoung, dia cuma sedikit stress sama kaya kita. Dia begini itu karena ibunya ngurung dia dikamar. Gue gak terima!" ujar Eunbin sarkas. Saeron menunduk. Gadis berperawakan bule disebelahnya kini langsung memeluknya erat, bulir bening itu kembali jatuh.
"Saer, lo mau kan ikut sama kita buat nyari kak Eunha?" tanya Eunbin. Wajah yang semula menunduk itu langsung terangkat menatap wajah Eunbin yang datar.
"T-tapi kondisi gue-" cicit Saeron.
"Kita nerima lo apa adanya, jangan takut bakal terjadi apa-apa. Kita semua sama lo." pria dengan warna kulit Tan kini ikut menenangkan Saeron.
"Lo ikut kita ya?" Eunbin kembali memelas. Saeron tampak berpikir, memang ini salah satu caranya agar ia menebus kesalahannya.
"Gue ikut." putus Saeron pada akhirnya.
👣👣👣
Disinilah mereka sekarang, didepan ibu Saeron yang menentang jika anaknya harus ikut untuk mencari Eunha.
"Gampang saja Tante, jika tante nggak ngizinin kami bawa Saeron dalam tim ini kami bisa saja melaporkan tante kepolisi dengan tudingan mengambil harta warisan keponakan tante sendiri." Eunbin menyilangkan kakinya sambil menatap tajam ibu Saeron.
"Kalian hanya bocah yang tidak tahu apa-apa! Bisa saja saya yang melaporkan kalian dengan tudingan pemaksaan!" ujar ibu Saeron tak mau kalah. Matanya berkilat marah.
"Ow ow tante, disini saja sudah pasti hukuman tante akan lebih berat. Tante menelantarkan kak Eunha, menyiksanya, bahkan mengambil harta warisan dari ayahnya. Ternyata sekeji itu ibu dari seorang Saeron yang baik hati." Eunbin mengangkat salah satu sudut bibirnya, menampilkan kesan bahwa ia yang memegang permainan ini. Senyum meremehkan.
"Oh iya tante, bisa saja tante juga dikenakan pasal hak asasi manusia terhadap Saeron. Tolong jangan macam-macam dengan kami." lelaki berjaket denim itu menambahkan, Jaemin.
Keringat dingin sejak tadi mengucur dipelipis ibu Saeron. Semesta kini tak berpihak padanya. Sementara Saeron kini sedang disiapkan oleh Seoyeon dan Somi.
"Saya tetap tidak menyerahkan Saeron pada kalian! Eunha itu mati karena takdirnya! Saya tidak peduli, asal Saeron saya tidak kenapa-napa!" ujar ibu Saeron menggebu-gebu.
"Yauda si tante, ntar malem paling tidur sama arwah kak Eunha." ucap gadis dengan cardingan ungu sambil menatap malas kearah ibu Saeron. Siyeon.
"Diam! Jangan sebut nama itu lagi!"
"Heh! Dasar gak tau malu!" decih Haechan. Tiba-tiba Saeron datang dengan Somi dan Soyeon.
"Udah Saer, yuk pergi!" Eunbin langsung menarik Saeron untuk pergi. Tak sopan memang caranya, tapi itu yang terbaik.
"Jangan bawa Saeron kemanapun." dingin dan dalam.
"Minggirlah ibu, aku akan menebus dosamu." ujar Saeron tak kalah dingin.
"Saeron!?" pekik ibunya tak percaya.
"Minggirlah." Saeron dan yang lain langsung pergi meninggalkan rumah Saeron.
"Permisi tante." senyum meremehkan itu tersungging dari bibir Eunbin. Ibu Saeron menangis sejadi-jadinya.
"Makasih udah bawa gue Bin." ujar Saeron.
"Tenang aja, lo gak sendiri, lo punya kita." Eunbin menepuk pundak Saeron.
"So guys, this game will be start now. Are you ready?"
👣👣👣
Ciaattttttt
Janlup comment yakk.
Next chap baru petualangan nya dimulai.
Maap garink sayaa sedang gak enak mood:(
KAMU SEDANG MEMBACA
Silent ✓
Mystery / ThrillerDon't speak with your mouth or you'll die ©littlepinkeu, 2017