» Two

3.9K 174 3
                                    

"Tuhan, bisakah kau mengembalikan masa laluku yang hilang? Aku merindukannya. Sangat merindukannya."









🍂🍂🍂

"Azka Davies."

Gabriel tersenyum bahagia ketika menyebutkan nama pria yang kini menjadi tambatan hatinya. Sudah delapan tahun berlalu semenjak Azka mengungkapkan seluruh perasaannya pada Gabriel saat dirinya akan pergi berkuliah ke Sydney.

"Bagaimana kabarmu di sana, Azka? Apa kau sudah melupakanku? Kenapa kau tidak pernah mengirimku surat? Kau juga sudah mengingkari janjimu padaku. Kau bilang akan segera kembali. Tapi sampai detik ini, kau juga tidak kunjung kembali. Apa kau sudah punya yang lain di sana? Jadi apa untungnya bagiku menunggumu di sini?"

Setitik air bening jatuh membasahi pipi Gabriel. Dia menangis karena terlalu takut kehilangan Azka. Memang, dulunya Gabriel masih belum terlalu menaruh hati untuk Azka. Tetapi setelah Azka pergi dari hadapannya, Gabriel menjadi kesepian. Tidak ada lagi pria yang selalu menghiburnya dikala sedih. Tidak ada lagi pria yang selalu menjahilinya dikala dirinya sedang duduk tenang.

"Tuhan, bisakah kau mengembalikan masa laluku yang hilang? Aku merindukannya. Sangat merindukannya," ucap Gabriel bersama isakan tangisnya.

Hingga akhirnya dia tersentak disaat sebuah tangan kekar menyentuh pundaknya. Ia menoleh ke kanan dan terkejut ketika mendapati sebuah senyum hangat sedang terpancar dari bibir ayahnya. "Kau merindukan siapa, hm?"

"Ayah...." Gabriel memeluk tubuh sang ayah. Dia menangis sesenggukan di dada bidang yang selalu membuatnya merasa tenang dan nyaman sejak kecil.

Rodrigo Carl membalas pelukan putrinya yang kini sudah berusia dua puluh enam tahun itu. Tangan kekarnya membelai lembut rambut lurus putrinya. Bibirnya mencium sayang puncak kepala Gabriel sambil berkata, "Apa kau merindukan, Azka? Apa yang sudah dia janjikan padamu, hm? Coba katakan pada ayah. Ayah akan menghajarnya karena sudah membuatmu menangis seperti ini."

"Aku sangat merindukannya, Ayah. Delapan tahun lalu, dia berjanji padaku untuk kembali secepatnya. Dia ingin menikahiku. Itu yang diucapkannya padaku, Ayah. Tapi tolong, jangan salahkan dia. Aku menangis seperti ini karena merindukannya. Aku tidak ingin ada pertengkaran antara ayah dengan dia," ujar Gabriel yang semakin mengeratkan pelukannya di lingkar pinggang ayahnya.

"Kau sangat mencintainya?"

Gabriel mengangguk. "Sangat ayah. Aku sangat mencintainya. Awalnya aku tidak berpikir untuk mencintai. Tapi lama-kelamaan perasaan itu muncul disaat dia jauh dariku, Ayah."

"Telepon dia."

Gabriel menghentikan isakan tangisnya, lalu mendongak ke atas untuk bisa menatap mata sang ayah. Dia berkata, "Aku tidak bisa menghubunginya, Ayah. Dia tidak memberiku nomor teleponnya."

"What? Jadi dia tidak memberimu nomor teleponnya? Astaga. Pria macam apa dia, hah?" ujar Rodrigo sambil meraup wajahnya yang sudah memerah karena marah. Setelahnya, Rodrigo memegang kedua sisi bahu putrinya, "Dengar, Nak. Jika dia mencintaimu, dia pasti akan memberikan informasi kontaknya padamu. Dan meskipun dia tidak memberikan informasi kontaknya, harusnya dia mengirimmu surat. Itu sama saja dia sudah menipumu, Nak. Ayah tidak suka jika kau ditipu seperti ini."

Gabriel kembali memeluk ayahnya. Dia tidak sanggup untuk berkata lagi. Yang bisa dia lakukan hanyalah menangis dan menangis. Dia selalu merasa sakit disaat dirinya mengingat sosok Azka dalam benaknya. "Apa benar yang dikatakan ayah padaku? Apa dia menipuku?" batinnyaㅡlirih.

My Gabriel (TERSEDIA DI PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang