» Seventeen

1K 67 12
                                    

///

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

///

Saat Gabriel masih bergelut dengan pikirannya yang kacau, tiba-tiba benda berukuran 5.5 inch itu berdering kembali. Gabriel melihat ke layar, dan dia terkejut ketika Diego kembali menghubunginya. Dengan cepat Gabriel menerimanya. "Ya, Tuan."

"Aku baru tahu, ternyata kau sama saja seperti bitch ya. Aku baru saja melihat beritamu yang tersebar luas di internet. Ck, tidak kusangka kau bisa berbuat gila seperti itu. Padahal sebelumnya, kau menolakku untuk melakukannya. Huh! Memalukan," kata Diego sarkasme dari ujung telepon.

Gabriel menggeleng sendiri. "Tidak, Tuan. Itu bukan aku. Ada seseorang yang memfitnahku dengan cara kotor seperti itu. Aku tidak pernah melakukan itu, Tuan. Orang tuaku tidak pernahㅡ"

"Hey, sudahlah. Mengaku saja. Aku tidak peduli dengan apa yang kau katakan. Berita hot itu sudah tersebar luas, dan kau harus mengakuinya. Bagaimana jika kekasih hatimu itu tahu kalau ternyata kau adalah seorang bitch, hm? Hhh... Pasti dia akan sedih. Dan pernikahanmu terancam batal. Benarkan?" ucap Diego yang menyela kalimat Gabriel. Dari nada bicaranya, pria yang berstatus duda ini merasa gembira mendengar berita besar tersebut.

Gabriel bangkit dari duduknya, lalu berkata dengan nada meninggi dan wajah yang memerah karena amarah, "Aku bukan bitch! Aku tidak pernah melakukan hal itu! Jangan pernah menuduhku seperti itu! Aku yakin, kau dalang dibalik semua ini! Ya, pasti kau yang melakukannya!"

"Huh! Untuk apa aku melakukan itu? Bagiku, itu tidak penting. Hanya membuang-buang waktu saja. Aku bukanlah tipe pria seperti itu," jawab Diego dengan santai.

Gabriel segera mematikan teleponnya, kemudian melempar benda tersebut ke sembarang tempat hingga pecah. Ia benar-benar sudah dilanda emosi yang memuncak, sehingga tidak mampu lagi menguasai diri. Bahkan tampilannya saat inipun sudah terlihat kacau. Airmata pun tidak dapat terbendung lagi. Hhh... Betapa malang nasib Gabriel saat ini.

Pintu diketuk dari luar, dan Gabriel tersentak hingga kedua tangannya segera membersihkan aliran airmata yang sudah membasahi pipinya. Ia merapikan sedikit rambutnya, karena ia merasa bahwa yang akan masuk adalah ayahnya. Wanita malang ini tidak ingin memperlihatkan kesedihan itu pada sang ayah.

Pintu terbuka, dan benar dugaannya. Rodrigo muncul dari balik pintu tersebut dengan tatapan sendu serta mata yang sembab. Sepertinya, Rodrigo habis menangis karena masalah puteri-nya ini. Langkahnya juga terlihat melambat, tidak gagah seperti biasanya. "Bisa kita bicara?" tanya Rodrigo dengan nada melemah.

"Tentu, Ayah."

Rodrigo menghirup napas dalam. Ia terduduk lemas di atas sofa kecil, dan bertatap muka dengan sang puteri. Sorot matanya melambangkan bahwa dirinya sedikit kecewa atas kejadian ini. Ada tatapan tidak percaya di sana. Dan Gabriel bisa melihat itu.

"Apa benar, kau melakukan itu?"

Gabriel tertunduk. Ia menggeleng pelan setelahnya. Tiada kata yang terucap dari bibir tipisnya yang kini terlihat pucat. Hanya ada airmata yang masih mengalir di kedua pipinya. Deru napas yang terdengar pun begitu lemah. Tubuhnya gemetar. Merasa takut akan sesuatu.

My Gabriel (TERSEDIA DI PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang