» Twenty Three

831 50 10
                                    

// Happy Reading //

Setibanya di rumah sakit, Steve segera dibawa ke ruang UGD. Rodrigo menunggu di depan pintu ruangan tersebut, lalu menghubungi puteri-nya tentang insiden yang terjadi tadi. Wajahnya menunjukkan kepanikan yang luar biasa. Ia khawatir akan keadaan Steve yang sangat kritis saat ini.

"Halo, Nak."

"Ya, Ayah."

"Kau di mana sekarang?" tanya Rodrigo yang berusaha tetap tenang; meski kepanikan sedang melanda dirinya.

"Aku di panti asuhan bersama ibu, Ayah. Eum... Ada apa? Apa ada masalah?"

Rodrigo mulai menghirup napas dalam. Ia membuangnya perlahan, lalu menjawab dengan nada suara yang melemah, "Ya, Nak. Ada masalah besar. Ini tentang Steve."

"Steve? Dia kenapa, Ayah?"

"Panjang ceritanya, Nak. Bisakah kau ke rumah sakit sekarang? Ayah akan menceritakan semuanya nanti," jawab Rodrigo.

"Rumah sakit?"

"Ya."

"Ah, baiklah. Aku segera ke sana bersama ibu."

Rodrigo menghela napas berat. "Ayah tunggu. Kalian berhati-hatilah."

"Ya, Ayah."

Rodrigo menyimpan ponselnya di saku celana. Selanjutnya ia duduk di kursi tunggu dengan raut wajah murung. Sesekali ia tertunduk sambil merutuki kesalahannya sendiri. Ia merasa bahwa kecelakaan ini terjadi karena dirinya. Seandainya saja ia tidak mengejar Steve, mungkin kejadian hal ini tidak akan terjadi pada pria malang itu.

"Hhh... Maafkan aku, Steve," ucap Rodrigo dengan penuh penyesalan. "Harusnya kau katakan saja sejak awal padaku. Harusnya kau menuruti perkataanku, Steve. Ck, bagaimana aku mengatakan hal ini pada orang tuamu? Aku tidak mungkin sanggup mengatakannya."

Rodrigo kembali menghela napas berat. Ia bersandar di kursi, kemudian memejamkan matanya. Napasnya terdengar tidak beraturan karena merasa khawatir dengan kondisi Steve di dalam ruang UGD. Belum ada satu dokter ataupun perawat yang keluar dari sana. Rodrigo merasa takut. Takut jika nyawa Steve tidak tertolong, dan semua informasi yang Steve simpan tidak akan pernah bisa ia ketahui.

"Bagaimana ini? Jangan ambil dia, Tuhan. Aku masih membutuhkan dia. Tolong, selamatkan dia. Aku mohon." Rodrigo kembali membuka matanya, lalu menatap pintu ruangan UGD yang tak kunjung terbuka sejak tadi. "Ck, kenapa lama sekali? Aku benar-benar khawatir," gumamnya cemas.

Pria tampan ini meremas jemari tangannya dengan kedua mata yang tetap tertuju pada pintu tersebut. Berharap, seseorang keluar dari sana dan mengatakan bahwa Steve baik-baik saja. Rodrigo benar-benar berharap yang terbaik untuk kondisi Steve.

🍂🍂🍂

Sepuluh menit berlalu, namun Rodrigo tak kunjung mendapat kabar dari para dokter yang menangani Steve di UGD. Rasa cemas semakin menghantuinya. Ia bahkan sudah tidak duduk di kursi tunggu. Rodrigo terus saja mondar-mandir sambil menggigiti ibu jari kanannya. Bola mata birunya berulang kali menatap pintu ruangan tersebut.

"Astaga. Kenapa lama sekali? Apa terjadi sesuatu padanya?" gumamnya panik.

Dan seketika, Rodrigo tersentak ketika pundaknya disentuh oleh seseorang. Ia menoleh ke belakang, lalu menghela napas lega detik itu juga. "Ternyata kau, Nak. Kau membuat ayah terkejut," ucapnya pada Gabriel yang menatapnya dengan tatapan cemas.

"Ayah, apa benar telah terjadi sesuatu pada Steve? Apa dia kecelakaan?" tanya Gabriel.

Rodrigo mengernyit. "Ba-gaimana kau tahu, Nak?"

My Gabriel (TERSEDIA DI PLAYSTORE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang