Part 20

635 32 0
                                    

“Vino yang sangar aja sampe sekarang belum berhasil apalagi gue yang sering lo kibulin,” ucap Rendi geram.

“Kok jadi ketularan syndrom amarah Vino sih?” Clarissa mecebikkan bibirnya kesal.

“Udah elah mending ke kelas,” ucap Deni yang mau tidak mau di setujui Clarissa. Karena bel pertanda mata pelajaran sudah berbunyi.

*****
Kini Clarissa sedang latihan untuk persiapan 17 Agustus mendatang. Formasi sudah di tentukan dan dia berada di barisan tengah, tidak terlalu ke depan dan juga tidak terlalu di belakang.

Latihan berjalan dengan kondusif sama seperti sebelum-sebelumnya. Hanya saja ia cukup jengkel melihat Vino yang santai duduk di kursi dekat lapangan yang terdapat dibawah pohon rindang dan terlihat sejuk sedangkan dia dan teman-temannya harus berpanas-panasan.

Saat Clarissa sedang latihan hadap kiri hadap kanan ia sempat melihat sekilas kak Detta yang sedang menjahili Vino.

Sebenarnya Clarissa sudah lama bertanya-tanya kak Detta itu siapanya Vino, dan kenapa keliatan akrab.

Tapi kalau nanti dia bertanya bisa-bisa Vino mengira ia kepo. Kan gini-gini Clarissa masih punya harga diri.

Apalagi berbicara pada Vino itu mempunyai resiko tersendiri kalau gak di iyain pasti di tolak kalau gak di tolak apalagi selain di ceramahin.

Semakin mendekati hari H nya Clarissa semakin bersemangat dalam berlatih sedikit  deg-degan juga, ia takut ada kesalahan nantinya tapi pemikiran itu segera ia tepis jauh-jauh.

Baju sudah di ukur, semua perlengkapan juga sudah siap. Hanya tingggal pemantapan besok dan mereka sudah siap.

Clarissa sedari tadi menatap lurus ke depan dengan bosan entah apa yang dikatakan Vino di depan sana yang jelas mulutnya komat-kamit seperti mamanya ketika sedang marah. Bodoamat dengan pemberitahuan toh nanti ia bisa bertanya ketika di mobil.

Clarissa mengangguk ketika melihat yang lainnya mengangguk entah apa yang menyebabkan mereka seperti itu. 

Usai itu semua berdiri dan mengambil baju serta perlengkapan untuk mengibarkan bendera nanti. Clarissa suka dengan model sepatunya warna hitam dengan motif polos dan jauh dari kata tinggi.

Setelah memastikan semuanya lengkap Vino dan Clarissa berjalan menuju parkiran. Clarissa berjalan sambil memerhatikan kubik-kubik lantai kaki lima.

Ia menapakkan kakinya pelan agar tidak melewati kotak-kotak itu dan terus berada di tengah. Kakinya sedikit ia hentakkan untuk membuat bunyian dengan tempo tak beraturan.

Clarissa mengerjapkan matanya berulang kali. Ia sudah membuat masalah lagi. Lihat saja kini mata Vino melotot kearahnya seperti benar-benar ingin keluar.

“Jalan yang bener gak bisa apa?” tanya Vino kesal.

“Siapa suruh berhenti?” tanya Clarissa balik.

Vino merangkul Clarissa dan membawanya menuju parkiran.

“VINO ANJENG LEPASIN LEHER GUE WOI!!!” ucap Clarissa meronta-ronta.

“Nurut aja kalau gak mau gue tendang sampai pakiran,” ucap Vino memperingatkan.

Clarissa pasrah mengikuti ucapan Vino. Toh kalau dia ngelawan sekarang gak bakalan ada faedahnya.

“Masuk,” ucap Vino yang diangguki Clarissa.

Clarissa langsung membuka handphonenya. Vino memerhatikan Clarissa yang membuatnya menaikkan alis bingung.

“Sabuk pengaman lo,” ucap Vino sembari memakaikan Clarissa sabuk pengaman.

“Woi gue gak bisa bernafas elah kekencengan Vino goblok!” gerutu  Clarissa melonggarkan sabuk pengaman yang dipakaikan oleh Vino tadi.

Vino tertawa puas melihat wajah kesal Clarissa.

“Mau gue gigit gak?” ancam Clarissa yang sudah mengambil ancang-ancang.

“Kalau galak jangan ngalahin Herder.” Vino menepuk-nepuk puncak kepala Clarissa terlihat jelas bahwa ia sedang berusaha menahan tawa.

Clarissa memalingkan pandangan kearah Kaca mobil. Sama sekali tidak berniat untuk berbicara pada Vino lagi. Intinya dia sedang ngambek.

Vino melirik kearah Clarissa yang sedari tadi melotot kearahnya. Ia sudah berusaha untuk tak peduli namun kejadian itu cukup menarik. Dengan Clarissa yang melotot dan melipat tangannya di dada.

"Apaan?" Tanya Vino.

"Tadikan gue udah bilang kalau lagi ngambek," ucap Clarissa.

Vino bingung, emang dia melakukan kesalahan apalagi. Bukankah, sejak Clarissa berkata ngambek dia sudah diam.

"Terus kenapa?" Tanya Vino.

"Bujuk dong dasar gak peka!" Clarissa melengos kesal.

"Malas toh baik sendiri nanti," ucap Vino.



NOTE: BAGI YANG SUDAH SAMPAI PART INI HARAP BERSABAR, KARENA PART SELANJUTNYA ADALAH PART YG SALAH DAN BELUM DI PERBAHARUI

Confusing Of LOVE (Bersambung, Tidak Tau Kapan Dilanjutkan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang