21 (Playboy)

3.7K 182 6
                                    

Tatapan mata yang setiap harinya kulihat hangat,
menunjukkan kasih sayang,
kini berubah menjadi sangat dingin, menunjukkan hatinya yang telah dibekukan oleh kebencian

****

Diana berlutut dihadapan Ayra, membuat Ayra terkejut, "Kamu boleh benci karena papa kamu ninggalin Mama"

"Tapi itu hanya masa lalu, Mama juga sudah memaafkan papa kamu dan melupakan kejadian itu, mama mohon sekali sama Ayra, maafkan papa kamu, sayang"

"Lihat? Seberapa besar perjuangan mama saya kepada anda? Hanya karena saya nggak mau maafin anda, wanita seperti ini yang anda sia-siakan?" Ucap Ayra kepada Andi.

Andi menatap mantan istrinya itu, Kemudian Andi menangis, "Kalo anda menyesal sekarang, anda terlambat"

"Ayra, penyesalan selalu datang belakang, wajar kalo papa kamu baru menyesal sekarang" ucap Diana.

"Maaf ya Mah, Ayra belum bisa maafin dia dan mengakui dia sebagai papa Ayra"

Lio ikut berlutut di hadapan Ayra, "Lo nggak sedih liat mama lo berlutut di hadapan lo sambil nangis, padahal permintaan mama lo simple, cuma pengen keluarga kalian damai kayak dulu"

"Menerima kenyataan memang sulit, tapi memaafkan apa sulitnya?"

Ayra diam. Kemudian menatap Andi, "Iya, Ayra maafin, tapi demi Mama ya"

Diana memeluk Ayra, namun dengan wajah malas Ayra berkata, "Iya Ayra maafin, tapi bukan berarti Ayra ngakuin dia sebagai papa Ayra"

Andi berlutut di depan kursi roda Ayra, "Apapun akan papa lakukan untuk menebus semua kesalahan Papa"

Entah kenapa, ucapan Andi membuat hati Ayra sedikit luluh, Brayen membantu Andi berdiri.

"Bangun pah, papa gak perlu berlutut sama anak durhaka kayak gini Pah"

"Kalo gue tau lo durhaka gini, apalagi sama papa gue, gue gak pernah mau jatuh cinta sama lo!" ucap Brayen.

Dengan begini, Brayen yakin, dia akan lebih mudah melupakan Ayra, "Gak perlu hina Ayra durhaka!" Ucap Lio.

"Tau apa lo soal keluarga kami? Lo cuma seorang playboy yang numpang minjem kebaikan Ayra buat nutupin kebusukan lo!"

"Mak-maksud Kak Brayen?" tanya Ayra.

"Ayra, gue heran, lo pura-pura bego atau bego beneran? Lio cuma manfaatin lo!" balas Brayen.

"Gue sih malu ya di buang sama nyokap gara-gara nyokap malu punya anak kayak lo" Lanjutnya.

"GAK USAH KETERLALUAN LO!"

Sedari tadi, Lio menahan amarahnya, namun setelah mendengar Brayen menghinanya, Lio tidak bisa tinggal diam, "Lo yang duluan ikut campur urusan gue!" Balas Brayen.

Brayen memukul pipi kanan Lio, melontarkan bogeman mentah ke sudut bibir Lio, namun Lio hanya diam, ia sadar ini sedang di kantor polisi, ia tau kondisinya.

Sekali lagi, Brayen akan memberikan pukulan dahsyat ke wajah Lio, "JANGANN!!!" Teriak Ayra.

Ayra bangun dari duduknya kemudian berdiri di depan Lio yang sudah menutup matanya, namun niatnya diurungkan karena matanya terfokus dengan Ayra.

"Ayra? Lo bisa berdiri?" ucap Kania.

Ayra membulatkan matanya kemudian menatap kakinya, "Gu-gue bisa berdiri?" Ucap Ayra tidak percaya.

Ayra menitikkan air mata terharu, di sela-sela kepahitan hidup yang kini ia hadapi, Tuhan menitipkan kado indah agar Ayra bisa kembali berjalan.

Diana bangkit dan kembali memeluk Ayra, kemudian Ayra membalasnya, "Syukurlah Ayra, kamu bisa jalan lagi sayang"

Lio menahan air matanya yang seakan ingin jatuh, ia terharu melihat kisah keluarga Ayra serta kesembuhan Ayra yang tidak terduga.

Ayra menatap Lio dengan tatapan yang tidak bisa diartikan, di satu sisi Ayra kecewa kepada Lio, "Sementara ini, kita break dulu ya"

Lio menatap Ayra, "Tapi Ay—" kemudian Lio menggenggam lengan Ayra, namun Ayra menepisnya. "Gue butuh waktu"

"Dan gue minta, lo pergi ya" ucap Ayra, tanpa menunggu lagi, Lio meninggalkan Ayra dan semua orang di lokasi itu.

Andi menatap Ayra, "Apa kamu mau kasih kesempatan buat Papa? Papa berani sumpah, papa akan berubah, papa akan tebus segala kesalahan Papa"

Ayra menatap Diana, kalau bukan karena Mamanya masih mencintai papanya, tentu saja dia enggan.

Ayra mengangguk. "Kamu serius Ayra?" Tanya Diana, "Iya, demi mama"

"Jadi? Kamu akan cabut tuntutan terhadap papa kamu?" Tanya Diana, "Hm"

"Apa kamu setuju kalo mama rujuk sama papa kamu?" Tanya Diana kembali, "Hm"

Satu jam berlalu, kini Andi resmi telah di bebaskan, dan telah kembali menjadi Papa Ayra.

Andi dan Diana pulang menaiki taksi, Ayra dan Diana bergegas mengemasi baju-baju nya, "Apa kita harus ninggalin rumah ini mah?"

"Kita harus bersatu sama keluarga kita, sayang" ucap Diana, "Apa mama ikhlas menerima Brayen dan Kania sebagai anak mama?"

"Gak masalah buat mama, mama seneng punya anak kayak mereka" balas Diana.

Ayra dan Diana keluar dari rumahnya, Kemudian mereka semua menuju ke rumah Brayen, lebih tepatnya kini, menjadi rumah Ayra juga.

"Nah sekarang kita pembagian kamar ya" ucap Andi, "Ayra mau punya kamar sendiri atau gimana?" Tanya Andi.

"Mau sama Kania aja" balas Ayra, "Jangan! Kania nggak mau satu kamar sama Ayra, Ayra mandinya lama!"

"Ih parah! Lamaan juga lo" balas Ayra tidak terima.

"Yeuh mendingan gue di kamar mandi berimajinasi, daripada lo nanyi-nanyi, berisik!"

Ayra menunjukkan wajah kecewanya, "Bercanda!" ucap Kania.

"Nah berarti Ayra satu kamar sama Kania aja nggak apa kan?" tanya Andi.

"Nggak apa" balas Ayra.

PlayboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang