18.2. "Brother Curse"

9.6K 921 148
                                    


Jeno menguap. Matanya masih belum terbuka sempurna, namun alarmnya sudah berbunyi tepat pukul enam pagi. Membuatnya mau tidak mau harus bangun dari tidur nyenyaknya. Jeno lantas duduk tegak dan meraih ponselnya. Ada beberapa pesan dari teman-teman Jeno di sekolah. Namun, Jeno malas membalasnya. Ah, tidak penting. Lagi pula, ia berniat tidak masuk sekolah hari ini.

Dan, ya, jangan sampai Sehun tahu alasan mengapa ia kabur dari rumah. Jika Sehun tahu, mungkin Jeno akan mendapat bogeman mentah kakaknya itu.

Jeno memutuskan untuk keluar dari kamarnya. Ia hanya memakai kaos putih tanpa lengan, dipadu sebuah celana training berwarna hitam. Rambut hitamnya yang masih acak-acakan, dibiarkannya. Wajah bangun tidurnya bahkan dihiraukannya. Dan, hal pertama yang dilihatnya ketika keluar dari kamar adalah, para pelayan yang sibuk menyiapkan makanan di meja makan. Jeno menginginkan sesuatu yang hangat saat ini, dan ia berniat meminta Ethan membuatkan susu untuknya. Ayolah, meski perkataan Jeno terkadang terdengar vulgar, ia masih seorang bocah yang menyukai susu cokelat.

"Ethan!" panggilnya sembari mencari sosok tampan itu di seluruh penjuru rumah. Dan, Jeno menemukannya.

Ethan yang saat ini sedang berolah raga dengan melakukan sit-up, nampaknya membuat pelayan-pelayan wanita salah fokus. Bisa Jeno lihat, bahwa wajahs mereka bersemu merah saat melihat lengan berotot Ethan yang mengeluarkan peluh. Dan Jeno yakin, jika Jeno menjual keringat Ethan, mungkin mereka akan membelinya.

"Ethan!" panggil Jeno sembari mendekat dan berjongkok di samping pria itu.

"Kau membutuhkan sesuatu?" tanya Ethan sembari mengusap peluhnya, kemudian meneguk air mineral dari botol yang sudah ia siapkan.

"Susu cokelat dan roti bakar dengan selai nanas." Jeno tersenyum sembari menarik turunkan alisnya pada Ethan.

Pria itu tertawa, kemudian mengacak rambut Jeno. "Kau tidak sekolah, hm?"

"Hah, sekolah hanya membuat kepalaku pusing, Ethan."

"Kenapa begitu?" tanya Ethan sembari masuk ke dalam rumah lagi bersama Jeno.

Adik Sehun itu menyematkan tangannya ke dalam saku celananya dan mengidikkan bahunya. "Entahlah, aku bosan sekolah. Lagi pula, aku sudah pintar, kok. Tidak usah sekolah juga tidak apa-apa."

"Tuan Sehun akan marah jika mendengarnya." Ethan tertawa kecil sembari menggelengkan kepalanya melihat sikap Jeno yang begitu percaya diri. Persis seperti Sehun yang ia kenal. Kedua pria itu selalu percaya diri, di mana pun dan kapan pun.

"Ah, bicara tentang Sehun..."

"Hyung," ralat Ethan memperingatkan Jeno untuk mengganti panggilan nama itu menjadi panggilan 'hyung' karena begitulah yang seharusnya. "Dia kakakmu, Jeno."

"Kakak, ya?" Jeno mencibir sembari duduk di atas meja dan menatap Ethan yang membuatkan susu untuknya. "Menurutmu dia kakakku?"

"Mau seburuk apa pun dia, Sehun tetap kakakmu, young man. Percayalah, selama ini ia selalu mengawasimu meski kau tidak tahu." Ethan berucap sembari menuangkan air panas ke dalam gelas. Kemudian, ia mengaduknya perlahan hingga air itu berubah menjadi cokelat, karena sebelumnya ia sudah menaruh susu bubuk cokelat di sana.

"Ethan, menurutmu, kakak apa yang tega meninggalkan adiknya dengan seorang monster, hm?" Jeno masih tidak ingin kalah berdebat dengan Ethan. Ia rasa, Ethan terlalu membela Sehun dan tidak berpihak sedikit pun dengannya.

"Jika kau penasaran, kenapa tidak tanyakan sendiri, hm?" Ethan menggelengkan kepalanya sembari mengolesi selai nanas ke atas roti. "Kau harus tahu, siapa yang membayar semua uang sekolahmu, bahkan memenuhi kebutuhanmu selama ini. Semuanya Sehun. Dan juga, ia bahkan sudah menyiapkan universitas terbaik di luar negeri untukmu."

• Overdose | Hunrene ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang