17 •Dia

401 17 122
                                    

Benci itu hadir ketika kesakitan sudah tidak lagi bisa dijelaskan.

—Hello Sammy—

~•~
Vote and comment dong👇
~•~

Bel istirahat sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu, murid-murid kelas tidak akan menyia-nyiakan waktunya untuk mengisi perut yang sudah keroncongan, apalagi yang baru saja belajar matematika. Sudahlah soal latihan berbeda dengan soal contoh, ditambah cacing dalam perut tidak berhenti dangdutan. Membuat keluh kesah tak henti keluar dari mulut masing-masing.

"Punya kepala pusing, nggak punya kepala serem." Ini keluhan kesekian yang keluar dari bibir Damar.

Sammy hanya berdecak, sebenarnya dia juga pusing. Bukan pusing dengan soal-soal tapi pusing karena Damar sejak tadi tidak berhenti mengeluh, atau bahkan mencakar-cakar meja saking gemasnya.

Sementara itu meja di depannya, Sammy melihat Aksel yang misuh-misuh karena tidak diberi contekan oleh Nilara.

"Nomor dua doang, Nil. Sumpah abis itu gue nggak bakalan nyontek lagi ke elo. Paling ke Sammy." Katanya dengan nada memelas.

Nilara membulatkan matanya mendengar ocehan Aksel barusan. "Kalau nyontek terus kapan lo belajarnya?"

"Lah, ini lagi belajar. Nilaraku sayang,"

Nilara bergidik jijik mendengar panggilan sok manis dari Aksel itu. Gadis itu memilih untuk merapatkan dirinya ke dinding dan menutup jawabannya dengan buku tulis yang lain.

"Ini tuh gampang, Sel. Kan di soal satuannya centimeter tinggal lo ubah ke kilometer aja udah, nanti ketemu deh jawabannya." Jelas Nilara sembari tangannya sibuk mencoret-coret kertas untuk menghitung.

Aksel menggeram, "masalahnya itu banyak banget koma-koma nya. Pusing pala dedek." Dia menghempaskan kepalanya ke meja karena saking frustasinya. Saat Nilara tak juga luluh, maka Aksel berpindah menatap Sammy dibelakangnya.

Mengetahui maksud Aksel, Sammy langsung pura-pura sibuk mengerjakan soal, padahal dia telah selesai mengerjakannya.

"Apa lo? Gue aja masih mikir ini susah banget." Dustanya. Namun Aksel menatap tak percaya.

"Soal kayak gini kayak upil buat lo, Sam. Kecil." Ucapnya sambil menjentikkan jari. "Ayolah, kasihanilah hamba yang fakir kepintaran ini."

Sammy berdecak, cowok itu melirik jam tangannya lalu berkata, "lima menit lagi."

Aksel melotot, lalu mendesis pelan agar tidak ketahuan guru yang tengah sibuk dengan ponselnya di depan. "Lo mau bunuh gue? Lima menit mah udah bel istirahat, tai."

Sammy hanya bisa menahan tawanya, sengaja memberi Aksel jawaban di detik-detik terakhir agar cowok itu kelabakan.

Setidaknya, karena itulah Aksel menjadi kesal dan memakan mie ayamnya seperti orang kesurupan saat ini.

Lindu melirik Aksel lalu beralih menatap Sammy dengan tatapan bertanya.

Sammy hanya menggendikan bahu, lalu menggerakkan jari telunjuknya di atas kening.

Lindu mendelik kaget, cowok itu menghentikan makannya yang tersisa sedikit hanya untuk menegak ea teh manis.

"Aksel," panggil Lindu.

Aksel diam, masih sibuk dengan mangkuk kedua mie ayamnya.

"Aksel, ini Lindu Ajimara, temen lo." Cowok itu mulai mencondongkan tubuhnya ke arah Aksel yang dibatasi meja.

Hello Sammy! (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang