7 •Siap?

685 44 118
                                    

~•~

Alena baru saja menginjakkan kaki di anak tangga pertama ketika seorang cewek memanggil namanya.

"Alena!"

Ia menoleh, menatap cewek yang berlari ke arahnya dengan tergesa-gesa.

"Kenapa?"

Cewek itu mengatur napasnya yang naik turun. "Lo di panggil kepala sekolah." Ucapnya kemudian berlalu dengan cepat tanpa menunggu jawaban Alena. Lagi pula, cewek itu juga sebenarnya sudah keringat dingin hanya dengan menyebut nama Alena, entah mengapa tetapi nama itu memang seakan mampu membuat cewek-cewek disekolahnya selalu merasa kecil.

Alena kan siswi paling cantik.

Berdecak kesal, Alena memutar balik langkahnya menuju lift yang lumayan ramai. Ada apa sebenarnya sampai kepala sekolah memanggilnya se-pagi ini? Alena rasa dia tidak pernah mempunyai urusan dengan kepala sekolahnya itu selama menjadi murid di sekolah ini.

Saat dirinya berdiri menunggu lift bersamaan dengan murid lainnya, salah satu murid cowok yang berada di depannya menoleh, Alena menghela napas panjang. Mungkin pagi ini ia sangat sial karena bertemu dengan cowok ini lagi.

"Hai, sayang kenapa pesan aku nggak dibalas?"

Alena menepis tangan Dika yang berniat menyentuhnya. "Nggak usah pura-pura amnesia, lo lupa kalau lo udah gue putusin."

Rahang Dika mengeras. Ia menahan dirinya karena banyak mata yang memandang mereka.

"Satu lagi, jangan hubungin gue lagi." Ucap Alena sembari menekan setiap kata. Semoga saja kapten basket itu mengerti dan tidak menerornya terus menerus.

Lift terbuka, Alena segera melangkahkan kakinya memasuki lift. Ia langsung menekan tombol tanpa menunggu teman-temannya masuk terlebih dahulu.


~•~

Setiap murid yang di panggil keruang kepala sekolah pasti mengalami serangan jantung mendadak. Keringat dingin tiba-tiba. Dan tremor yang juga tiba-tiba. Tetapi ini Alena, gadis yang bahkan berhasil mematahkan hati para cowok keren yang sering mempermainkan perempuan.

Anggap saja perbuatan Alena adalah balasan dari apa yang cowok-cowok itu lakukan. Adil kan?

Mengetuk pintu tiga kali, Alena mendengar suara yang memintanya masuk.

"Silahkan duduk." Pria setengah baya yang masih terlihat gagah itu tersenyum menyambut Alena.

Mungkin tadi Alena tidak merasakan serangan jantung mendadak, tetapi kini ia baru merasakannya. Ia memaki dirinya yang tidak bisa terlihat setenang biasanya jika berhadapan dengan orang asing.

"Alena Naladipa," pria itu menyebut namanya.

"Iya, saya sendiri, pak." Alena merasakan telapak tangannya yang mulai berkeringat. Dan ucapan kepala sekolah berikutnya mampu menimbulkan tanda tanya besar dalam dirinya.

"Ternyata benar, kamu sangat mirip dengan Paula."

Memangnya tahu apa kepala sekolah ini dengan Mamanya?

Hello Sammy! (New Version)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang