"Please, Alena kasih aku kesempatan." Pinta seorang cowok yang tengah berlutut di hadapannya saat ini. Wajahnya menyiratkan permohonan yang tulus.
Namun gadis yang tengah diharapkannya ini justru terlihat acuh. Alena melipat tangannya di dada. Berkali-kali menepis tangan cowok di hadapannya yang berusaha menggenggam. Memalingkan wajahnya, Alena merasa telinganya panas, bosan mendengar segala ucapan manis dari mulut cowok itu.
"Udah lah, terima kenyataan aja kalau Alena tuh udah ogah sama lo!" Ucap Dinda sinis. Ia tersenyum mengejek pada kapten basket yang memandangnya tajam menghunus tepat ke matanya sebelum kembali menatap Alena dengan pandangan lembut. Dinda berdecih.
"Sayang, kita bisa bicara baik-baik kan." Bujuknya lagi, entah untuk ke berapa kali.
Sementara kejadian itu ternyata sudah menarik banyak siswa untuk berkumpul membentuk lingkaran mengelilingi mereka. Alena hanya acuh, tidak peduli pada orang-orang yang memperhatikannya. Justru memang ini maunya, membuat dirinya menjadi sorotan satu sekolah. Juga membuat kapten basket ini tidak punya muka lagi.
Alena menyeringai.
"Aku tau kamu pasti lagi banyak pikiran makanya ngomong kayak gitu."
"Enggak!" Sela Alena cepat. "Gue bosen sama lo, makanya gue putusin." Alena tahu ucapannya itu pasti sangat menyakitkan. Tetapi memang ini tujuannya. Tidak peduli ada yang mengatakan bahwa dia tidak punya hati.
Memangnya hati saja cukup untuk sebuah hubungan.
Hell no! Jika sebuah hubungan hanya mendewakan hati maka semua perempuan akan bertindak bodoh dengan menyakiti diri sendiri. Dan Alena tidak ingin menjadi salah satu di antara mereka.
Suara bisik-bisik pun mulai terdengar walau tidak kentara ditelinganya. Alena sudah tidak mau ambil pusing lagi. Karena tiap minggunya ia selalu merasakan hal ini.
Dika semakin pucat mendengar jawaban dari gadis yang sudah berstatus pacarnya selama seminggu ini.
"Sayang, please kita bicarain baik-baik ya." Dika berdiri meraih tangan Alena, menggenggamnya erat. "Bilang sama aku apa yang kamu gak suka dariku, nanti aku pasti ubah semuanya. Aku bisa jadi apa yang kamu mau, Al." Mencoba peruntungan sekali lagi. Dika bahkan tidak segan-segan untuk mengambil sebanyak-banyaknya peruntungan tersebut agar gadis di hadapannya ini menarik kembali kata-katanya.
Alena menghela napasnya panjang, lelah bicara dengan orang yang tidak cukup sekali seperti Dika.
"Apa yang kamu gak suka dariku?" Matanya menyorot penuh permohonan.
Alena menelengkan kepalanya, menaikkan sebelah alisnya. "Gue gak suka lo. Gak suka semua yang ada di diri lo." Katanya, tanpa peduli ucapannya barusan itu menusuk tepat di ulu hati. "Jadi, lo bisa kan pergi dari hadapan gue sekarang juga. Karena gue muak liat muka lo."
Sakit. Itulah yang Dika rasakan saat ini. Bahkan ia sudah menempatkan harga dirinya ke tempat paling rendah demi gadis ini, tapi apa balasannya? Mendesah pasrah. Dika meremas tangan Alena, satu-satunya yang bisa ia genggam saat ini ketika hatinya diremas sedemikian rupa oleh gadis itu.
"Alena, kalau itu yang kamu mau." Dika menarik napas dalam-dalam. "Maaf, aku gak bisa kabulkan permintaan kamu. Aku akan terus ada di dekat kamu, dimana pun kamu aku akan selalu ada."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello Sammy! (New Version)
Teen Fiction[PRIVATE! Follow sebelum baca] Jatuh cinta dengan sahabat sendiri, itu sudah biasa sebenarnya. Karena tidak ada persahabatan diantara dua anak manusia yang berbeda jenis. Mungkin jika ada hanya satu banding seratus. Yang satu mencintai, yang satu ti...