RIA melemparkan segala barang yang ada di dekatnya. Ia marah. Tadi, Davian baru saja mengatakan, jika acara pertemuan keluarganya dengan keluarga Ricky tidak bisa dimajukan. Padahal kemarin, Ria meminta untuk hari ini saja acara itu dilakukan. Tapi sayang, hari ini Davian memberikan jawabannya, kalau mereka tidak bisa.
Prank!!!
"Aaaaaaaa! Menyebalkan," teriak Ria. Napasnya terputus-putus, dadanya naik-turun mengambil oksigen yang ada.
Ria tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Sudah cukup kemarin ia menyerah, dan untuk kali ini ia tidak ingin. Seminggu merupakan hari yang lama untuk dirinya. Ditambah, hubungan Agatha dan Ricky semakin dekat tiap harinya. Cukup kemarin ia melihat kepalsuan dari romantisme hubungan Ricky dan Agatha. Panas.
"Ini ngga adil, kenapa gue ngga bisa dapetin lo dengan gampang, Ki."
Ria menggeram. Lagi, ia melemparkan alat make up yang ada di atas meja. Serbuk-serbuknya berterbangan menjadi debu halus. Dia tidak peduli dengan barang-barang itu, yang dia ingin hanya pelampiasan emosinya bisa terpuaskan.
Di luar kamar, asisten rumah tangga keluarga Ria nampak khawatir dengan anak dari atasannya. Dia mendengar suara pecahan kaca di dalam kamar Ria, membuat sugesti pikirannya takut. Bi Inem tergopoh menuruni tangga, dia akan mencobamenghubungi Alysa yang saat ini sedang pergi keluar. Dia takut jika anak dari majikannya melakukan hal yang nekat.
Ria meremas kuat-kuat seprai kasurnya, lalu membuang seprai itu sembarangan. Kamarnya yang tadi rapih, saat ini benar-benar sudah seperti kapal pecah. Tidak terbentuk, dan terlihat tak terurus. Ria tidak peduli. Dia kemudian duduk di pinggir kasur, menahan agar tangisnya tidak keluar dari bibirnya.
"Kalau gue ngga bisa dapetin Ricky, maka lo juga ngga bisa Agatha," desis Ria. Ia menghapus kasar air mata yang jatuh dari pelupuk matanya.
Mungkin dia akan berbaik hati kepada Agatha selama seminggu ini. Ria akan membiarkan Agatha bahagia bersama Ricky, dan setelah lewat seminggu, dia akan merampaskan kembali kebahagian Agatha.
Hanya dia, musuh yang baik, membiarkan lawannya berbahagia terlebih dahulu sebelum akhirnya dia rampas kembali kebahagian itu. Iya, hanya Fitria Maharani saja.
*****
Malam ini, Agatha harus menyelesaikan tugas yang baru dua hari kemarin ia dapatkan. Rasanya belum tenang jika tidak menyelesaikan tugas dengan cepat. Maka dari itu, kemarin Ricky mengatakan jika dirinya murid yang rajin, karena kenyataannya memang begitu.
Bulan malam ini terlihat bentuknya yang paling sempurna, ditambah bintang menemani hadirnya. Malam ini cerah, tidak ada awan gelap yang berusaha menutupi indahnya sinar rembulan.
Agatha terlihat tenang di tempat duduknya, dia mengerjakan tugas merangkum dua bab buku paket kimia tanpa mengeluh. Mendekati pertengahan bab, Agatha menghentikan kegiatan merangkumnya. Tidak tahu kenapa, ia jadi kepikiran dengan Ricky.
Jika diperhatikan, Ricky tidak semenyebalkan dulu, malahan cowok itu sekarang sangat mengasyikkan. Mungkin ini yang namanya melihat seseorang dengan sifak buruknya, sifat baik pun tidak akan pernah terlihat.
Agatha menghembuskan napasnya, ia mengambil ponselnya yang terbalik di atas meja. Belum ada notifikasi yang masuk dari Ricky.
Apa sekarang ia begitu merindukan Ricky, hingga membuatnya berdecak sebal. Agatha tidak tahu. Ia sekarang terlihat menimbang-nimbang untuk mengirimkan pesan terlebih dahulu atau tidak.
"Nanti dia kegeeran lagi kalau aku line duluan, nuduhnya kangen sama dia," gemas Agatha.
Dia menatap layar ponselnya yang berwarna hitam, "Tapi kalau ngga yang ada kepikiran mulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
HSR (1): Ricky & Agatha
Teen FictionAmazing cover by @itsmeyeremia Bukannya kata orang jaman sekarang, cinta itu tumbuh karena terbiasa? Ricky & Agatha © Copyright 2018 by Raggazi