15. Kencan di malam hari

141 22 5
                                    

Malam ini, bintang dan bulan yang menjadi saksi, aku mau berjanji, akan selalu ada untukmu.

*****

AGATHA datang dari dapur dengan membawa minuman tambahan untuk Ricky. Es jeruk yang dibuat Bella tadi sudah habis, dan karena kasihan melihat cowok itu haus karena menghapal, jadi Agatha memustukan untuk membuatnya.

Ricky meneguk haus minuman yang diberikan oleh Agatha. Ia lelah karena otaknya dipaksa untuk menghapal. Bidang Ricky itu menghitung bukan menghapal, jadi wajar saja jika ia merasa pusing sekarang.

"Semabok itu ya kamu kalau disuruh hapalin sesuatu?" tanya Agatha penasaran.

Tubuh serta kepala yang baru bersandar di sofa itu, tiba-tiba mengadah menatap Agatha, "Aku ngga bisa ngapalin sesuatu secara cepat, harus di ulang-ulang dulu baru hapal. Dan kamu dengan jahatnya, suruh aku hapalin sejarah yang bener-bener bikin pusing."

Agatha meringis, ia jadi merasa bersalah terhadap cowok itu, "Sorry, aku ngga ada maksud buat bikin kamu sepusing ini. Kalau gitu, besok kamu--"

"Aku gapapa oke, ngga usah cemas gitu. Lagian, ini udah setengah jalan, masa iya kamu ngebiarin perjuangan aku tadi terlihat sia-sia. Ngga usah ngerasa bersalah juga," potong Ricky. Ia tersenyum dan menepuk kepala Agatha beberapa kali.

Agatha sendiri hanya terdiam. Dadanya tiba-tiba saja berdesir hangat. Hal yang di luar normal kembali ia rasakan. Sadar, dirinya langsung menjauhi Ricky. Ricky yang melihat Agatha menjauh hanya bisa mendesah pelan. Seharusnya ia tidak boleh terlalu cepat dan gegabah begini.

"Sorry Ta, aku ngga bermaksud."

Agatha menunduk dan mengangguk. Matanya melirik jam dinding yang tidak jauh dari ruang tamu. "Ki, kayaknya kerja kelompoknya sampai di sini aja, aku mau jemput adikku dulu di rumah temennya." Ia terburu-buru membereskan semua peralatan yang digunakan untuk kerja kelompok tadi.

"Terus ini gimana? Power pointnya baru setengah jadi, Ta."

"Emm ... aku aja yang ngerjain semuanya Ki, kamu tinggal hapalin aja biar urusan power point aku yang kerjain."

Mulut Ricky baru ingin protes, tapi terburu dipotong oleh Agatha yang tidak membiarkan ia untuk berbicara, "Udah ngga usah banyak protes, percaya aja sama aku, oke?"

"Yaudah kalau begitu aku anterin kamu jemput adik kamu." Ricky yang melihat Agatha ingin membuka mulut dan pasti akan menolak tawaran darinya, ia langsung melanjutkan ucapannya, "Jangan nolak, aku maksa."

Tidak ada pilihan, Agatha mengangguk. Setelah merapihkan semuanya, ia beserta Ricky berjalan keluar rumah. Ricky memanaskan motor miliknya, dan Agatha mengunci pintu rumah lalu berjalan menghampiri Ricky yang sudah duduk di atas motor.

"Rumah temen adikmu di mana memangnya?" tanya Ricky. Ia menatap Agatha menanti jawaban dari cewek itu.

"Perumahan Angkasa dua, di sebelah perumahan ini, nanti kamu tinggal lurus aja. Rumah ke sepuluh setelah pintu masuk, itu rumah temen adikku."

Tidak banyak tanya lagi, Ricky mengangguk paham. Ia sudah tahu kemana tujuannya. Kemudian cowok itu mengenakan helm, kepalanya bergerak memberikan isyarat kepada Agatha agar segera naik.

"Ayo buruan naik, aku bakal anterin kemana pun kamu mau."

*****

Langit sudah berwarna oranye kegelapan ketika Agatha dan Ricky sampai di rumah yang bernomorkan angka 11. Halaman depan rumah tersebut nampak sepi, Agatha beberapa kali mengetuk pintu dan memencet bel yang ada di samping. Tadi ia bilang ke Ricky untuk menunggu saja di motor, dan cowok itu menurut.

HSR (1): Ricky & AgathaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang