Holy Sin - #10

8.1K 405 17
                                    

"Bisa kau ulang apa yang baru saja kau katakan?" Seruku marah.

Aku sedang berdebat dengan gadis pirang sialan penjaga meja resepsionis.

"Anda kehabiskan waktu untuk check-in." Ulangnya ketus.

"Bagaimana bisa?"

"Bagaimana dengan Anda? Bagaimana bisa Anda tidak mengetahui prosedur kami? Tidakkah Anda membacanya sebelum memesan?"

Tamparanku mendarat mulus di pipinya. Bisa-bisanya dia bicara tidak sopan begitu!

"Keamanan! Amankan dia!" Teriak gadis itu. Aku memutar bola mata.

"Tidak perlu! Aku bisa pergi sendiri. Jauhkan tangan kalian dariku."

Aku mengumpat terus-menerus dalam hati ketika dalam perjalanan menuju rumah Dad. Apa boleh buat? Aku tidak punya pilihan. Aku mencoba mencari tahu tentang hotel itu di internet, dan menemukan bahwa kau bisa memilih waktu check-in dan hanya diberi kelonggaran terlambat tidak lebih dari 30 menit. Sialan. Mengapa Emerald tidak mengatakan sepatah kata pun?

Aku membayar supir taksi dan turun. Mau tidak mau aku tersenyum. Sudah lama sekali aku tidak pulang.

"Dad!" Seruku sambil menekan bel beberapa kali. Aku mengerang sebal. Masalah apa lagi ini?

Saat aku hendak mengambil ponsel untuk menghubungi Dad, aku menyenggol serentengan kunci. Aku teringat memiliki kunci rumah ini. Oh, tentu saja, bodoh!

Aku membuka pintu rumah dan langsung disambut dengan aroma Dad. Lagi. Aku jadi penasaran apakah aromaku akan sama sepertinya jika aku menghabiskan terlalu banyak waktu bersamanya. Aku membawa koperku ke lantai dua tempat di mana kamarku berada. Tidak ada yang berubah. Kecuali suasananya jauh lebih hampa karena sebagian barang-barang kesayanganku kubawa ke Los Angeles.

Aku merebahkan diri di kasur, merasa sangat lelah. Waktu berjalan dan aku tidak tahu sekarang pukul berapa, yang jelas langit di luar sudah tampak gelap. Aku melepas blazer dan berniat untuk turun menyalakan semua lampu ketika lengan berotot mengimpitku kembali ke kasur.

"Lepaskan!" Cicitku lemah.

"Oh, kau perempuan? Berani-beraninya seorang perempuan menerobos masuk ke rumahku?!"

Suara Dad?

"Dad, demi Tuhan!" Seruku, mencoba menggigit lengannya.

"Teala?" Dad belum melepaskanku, namun ia melonggarkan lengannya. Kemudian ia tertawa. Aku pun ikut tersenyum mendengar gelak tawanya. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Ceritanya panjang. Aku bertengkar dengan gadis resepsionis hotel." Jawabku, masih tergelak.

"Ah, gadisku." Dad kembali tertawa. Tawanya sangat khas—sangat seksi. Aku terdiam mengetahui diriku berpikiran begitu.

Tiba-tiba Dad juga terdiam. Aku mencari-cari matanya. Demi Tuhan, di sini gelap sekali! Ditambah, posisi kami sangat tidak etis karena Dad berada tepat di atasku, menaungiku. Hidung kami rasanya hampir bersentuhan.

Lalu tiba-tiba satu kecupan mendarat pada bibirku. Aku menegang. Seluruh sarafku waspada.

"Robert," erangku tanpa sadar.

Dad tidak benar-benar menjauhkan bibirnya dari bibirku saat menjawab, "Ya?"

Aku tidak berani merasakan apa yang kurasa. Aku tidak berani terfokus pada detak jantungku yang berdegup cepat. Aku tidak berani membalasnya—namun aku memberanikan diri memeluk lehernya.

Dad tidak lagi menahan bobot tubuhnya. Ia secara perlahan mengambil posisi telentang di sampingku. Lengannya menggapai pinggangku dan memaksaku untuk menempel ke arahnya. Aromanya memabukkan. Aromanya melumpuhkan semua sarafku. Di satu sisi, aromanya menenangkan sarafku yang tegang.

Holy SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang