Holy Sin - #22

4.8K 312 3
                                    

ROBERT

Setelah menata pakaian ke dalam kloset, aku meraih kunci mobil dan mengemudi ke salah satu bank swasta ternama di Los Angeles. Aku akan menetap selama lima bulan, dan kurasa tidak ada salahnya membuka rekening baru di sini.

Semua bermula ketika Teala memutuskan meninggalkanku. Aku tahu apa yang akan kuterima darinya, dan selama beberapa minggu yang berat aku tidak ingin memikirkannya. Aku menyibukkan diri dengan proyek-proyek baru, termasuk benda canggih buatan Josh. Dia bilang bahwa benda tersebut bisa dinaikkan levelnya sehingga kita bisa menerima data pada ponsel secara langsung. Aku tidak tahu akan menyebutnya apa, aku bahkan tidak tahu haruskah aku menjualnya di pasaran atau tidak—aku hanya ingin tetap sibuk tanpa memikirkan Teala.

Lalu seseorang mengusikku.

Setelah tiga minggu yang berat, Gideon menawarkan bantuannya untuk terbang ke Los Angeles dan melihat bagaimana keadaan Teala. Dia bilang jika kami meminta bantuan Gabriel mungkin itu tidak akan berhasil karena pemuda itu terlalu menyayangi Teala sebagai teman dan ia tidak ingin merusaknya.

Gideon melaporkan bahwa Teala sedang dekat dengan seorang pemuda lain, dan aku tidak membuang waktu untuk memasang benda buatan Josh di rumah Teala. Aku tahu aku terdengar seperti remaja yang buta akan rasa cemburu, tapi hal terakhir yang kuinginkan adalah mengetahui Teala tersakiti.

Pada saat itu Gideon langsung meminta bantuan Gabriel karena pemuda tersebut tahu bagian dalam rumah Teala, dan aku terkejut mengetahui Gabriel tidak menolak. Dimulai sejak saat itu, aku tidak pernah meninggalkan ponsel demi mendengarkan apa yang terjadi.

Dan sampailah aku pada keputusan untuk tinggal di Los Angeles selama beberapa waktu.

Ketika sampai di bank, aku membiarkan petugas valet mengambil alih mobilku. Sambil menarik napas panjang, aku berjalan masuk. Ini pasti memakan banyak waktu.

Setelah menunggu beberapa waktu, tibalah giliranku. Aku meminta untuk menemui manajer bank secara langsung karena aku mempunyai keinginan spesifik mengenai rekening yang baru ini.

Seorang wanita muda mengantarku ke sebuah pintu kayu di lantai 3. Setelah ia mengetuknya, aku dipersilakan masuk.

Pemuda bermata biru tersenyum ramah kepadaku.

"Kau manajernya?" Tanyaku terkejut melihat Preston Moltrey—pemuda yang menjadi alasanku untuk menetap di sini. Beberapa waktu lalu Gideon sempat melakukan penyelidikan dan memotret sosoknya.

"Mr. Downey!" Serunya senang. "Sebuah kebahagiaan bagi bank kami untuk memiliki Anda sebagai nasabah. Silakan duduk."

"Well, maaf untuk sikapku. Aku hanya terkejut karena kau begitu muda."

Preston kembali tersenyum. "Oh, percayalah, Mr. Downey, aku tidak sebanding denganmu."

Aku tersenyum dalam hati. Tentu saja dia tidak sebanding denganku. Aku percaya bahwa Preston adalah pemuda yang baik dan menarik, tapi tidak untuk Teala.

Sebelum membicarakan perihal rekeningku, kami saling bercerita tentang Teala. Ia memberitahuku bahwa ia adalah kakak dari teman Teala, dan bahwa ia telah menjadi penggemarku sejak lama. Pada situasi normal, aku akan dengan senang hati mengobrol dengannya. Tidak kali ini.

Setelah menghabiskan waktu dua jam, kami berpisah. Dapat kurasakan bibirku sakit karena terlalu banyak memaksa senyuman. Tidak kusangka akan seberat ini berhadapan dengan Preston.

Sekarang aku sedang membaca buku mengenai teknologi ketika Teala menelepon dan menanyakan nomor apartemenku. Aku bersiap menyambutnya.

Ketika dia datang, kami terlibat pertikaian. Tentu saja. Ia terlihat sangat marah karena aku mematai-matainya dengan benda milik Josh. Well, aku tidak punya pilihan. Aku tidak percaya dengan Preston.

Saat kulihat badannya berbalik hendak keluar, aku menggapai pinggangnya dan menahannya. Aku tidak akan kehilangannya lagi.

"Robert," gumamnya.

Astaga. Betapa aku merindukannya! Kueratkan lenganku pada pinggangnya, lalu ia berbalik untuk menyatukan bibir kami. Aku tidak pernah sefrustasi ini menghadapi wanita. Dan mengetahui bahwa paling tidak Teala juga merindukanku telah membuatku berbunga-bunga.

Kami tidak melepaskan ciuman ketika aku membawanya ke sofa. Untuk sesaat kami berhenti dan saling tatap. Mata hijaunya selalu memabukkan. Kutemukan diriku tersihir dan jatuh lebih dalam ke dalam matanya—ke dalam jiwanya.

Teala kembali menyatukan bibir kami dan aku tahu ke mana semua ini akan berlanjut.

•••

"Jadi, secara otomatis Gabriel tahu tentang kita?" Suara merdunya menggetarkan dadaku karena ia sedang bersandar di sana.

"Tidak, kurasa. Gideon cukup pintar untuk membuat alasan lain."

Kami kembali diam. Tangan mungil Teala meraba pipiku, dan itu sukses membuatku tersenyum. Aku meraih tangannya untuk mengecup jari-jarinya.

Ya Tuhan, aku tidak menyangka akan kembali mendapatkannya.

"Aku tidak ingin berharap. Tapi apakah kau memaafkanku?"

Kudengar suara tarikan napasnya. "Kau tidak tahu bagaimana lubang di dadaku tidak dapat disembuhkan. Bahkan dengan kehadiran Preston."

"Lubang?" Tanyaku khawatir.

Teala tergelak kecil. "Kau harus sering membaca novel, Robert. Well, kau tahu, ketika kau sangat tersakiti dan kau merasakan pedih di dadamu. Seperti ada lubang di sana yang membiarkan angin mengenai lukamu, dan itu sama sekali tidak membuatmu nyaman."

"Kurasa aku bisa membayangkannya." Aku mengecup kepalanya. "Bagaimana dengan Preston?"

"Kurasa kami akan baik-baik saja. Dia hanya teman."

"Sebenci apa pun aku dengannya, aku tidak pernah mengajarimu untuk menyakiti hati orang lain. Coba kutebak, kau hanya menjadikannya sebagai pengalih perhatian?"

"Well," Teala diam sejenak. "Bisa dibilang aku sedikit menyukainya."

Badanku menegang. Dan Teala merasakannya. Ia menatap mataku dalam-dalam sambil mengusap pipiku lembut. Aku memejamkan mata menikmati sentuhannya.

"Robert, kau tahu bahwa aku... mencintaimu."

Aku mengerti bahwa ia kesusahan mengungkapkan perasaannya mengingat hubungan kami bukan lagi sekadar ayah dan anak. Aku mengecup kepalanya agar membuatnya nyaman.

"Mari bicarakan hal lain."

Holy SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang