Preston akhirnya bangun dari tidurnya dan berdiri dari sofa. Aku tertawa geli.
"Bagaimana tidurmu, princess?"
"Oh, diamlah," desisnya sambil menuang susu ke gelas. "Pukul berapa sekarang?"
"Pukul 9, dan aku harus berangkat kerja." Aku memotong sandwich menjadi dua bagian lalu menyodorkan sebagian kepada Preston. "Apa yang akan kau lakukan?"
"Uhm, bekerja?"
"Well, kalau begitu, aku harus pergi sekarang. Kau bisa mandi di sini atau apa pun yang ingin kau lakukan." Aku merogoh tas dan mengambil sebuah kunci cadangan. "Pada saat kau keluar, jangan lupa kunci rumahku."
"Kau memberiku kunci rumahmu secara cuma-cuma?"
"Apakah aku tidak bisa memercayaimu? Kau bisa kembali kapan saja dan mengembalikannya."
Preston menggelengkan kepalanya lalu berdiri dari kursi. "Kau sadar apa yang sedang kau lakukan? Teala, bagaimana kalau aku orang jahat?"
Aku tertawa mendengar pertanyaannya. "Ada apa denganmu?"
"Well, ada apa denganmu? Kau tidak bisa sembarangan percaya dengan orang lain." Ia berjalan menuju sofa lalu memakai jaketnya. "Aku pergi sekarang. Aku bisa bersiap-siap di apartemen. Terima kasih untuk semuanya."
Aku menatap kepergian Preston. Apa yang merasukimu, Teala?
Well, aku memang merasa kami sangat dekat. Semalam kami menghabiskan waktu bersama. Preston berinisiatif untuk menemaniku dan aku sama sekali tidak keberatan. Kami menonton banyak film dan tertawa bersama, bahkan pada pukul 11 malam kami memutuskan untuk berenang. Dia sangat baik dan manis. Tapi dia benar. Kami baru saja menjalin kedekatan, mengapa aku harus memercayainya begitu saja?
Mengambil kunci mobil, aku berjalan cepat keluar dari rumah. Dalam perjalanan aku kembali memikirkan Preston. Ada apa denganku? Aku tidak mungkin menyukainya begitu saja. Tapi siapa yang bisa menolak seorang laki-laki sukses, tampan dengan rambut cokelat karamel, serta mata biru yang terlihat begitu ceria setiap waktu?
Saat melangkah menuju kubikel, kudengar suara Gabriel meninggi karena amarah. Aku tidak bermaksud mendengar percakapannya dengan seseorang, tapi suaranya begitu jelas sehingga telingaku menangkapnya begitu saja.
"Kau tidak bisa menyuruhku kembali ke sana! Risikonya terlalu tinggi, idiot!" Teriaknya tertahan. "Apakah kau tidak bisa memperbaikinya dari jauh?—well, itu bukan urusanku!—percayalah, aku akan dengan senang hati mendoakan agar kau berhasil. Aku benar-benar tidak ingin kembali ke sana dan mengambil benda itu, Gideon."
Gideon?
Sebesar apa pun rasa penasaranku, aku memutuskan untuk berhenti mendengarkan. Aku benar-benar tidak ingin terlibat dengan siapa pun yang berhubungan langsung dengan Robert.
Sambil menyalakan komputer, aku mengecek notebook apakah hari ini akan menjadi hari yang sibuk atau tidak. Dan, ya, aku telah menjadi asisten Emerald sepulangku dari New York. Harus kuakui bahwa pekerjaan ini tidaklah sulit, dan Emerald mengizinkanku memakai kubikel ini—mengingat bagaimana tenangnya suasana di lantai 4 dan aku tidak begitu tahan walaupun menyukainya.
Oh, tidak. Aku mengerang dalam hati. Hari ini akan ada lima pertemuan penting, dan aku tahu Emerald akan mengajakku daripada asistennya yang lain. Dan lebih parahnya lagi, aku tidak memakai pakaian yang pantas.
"Hey!" Aku terlonjak mendengar suara Gabriel.
"Sialan, Gab."
"Kau tidak terlambat hari ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Holy Sin
Fanfiction[BAHASA INDONESIA] - [ROBERT DOWNEY JR.] • Dalam kedekatan seorang ayah dan putrinya, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Teala, seorang wanita muda menarik, masih menyimpan nasihat kedua orangtuanya untuk tidak memberikan...