Holy Sin - #23

4.9K 281 5
                                    

Pada keesokan paginya, aku terbangun dengan Teala masih dalam dekapanku. Kuhirup aroma tubuhnya dalam-dalam. Ia sedikit bergerak dan aku memutuskan tidak mengganggu tidurnya. Ketika hendak bangkit, lengan kurusnya mendekap pinggangku—membuatku tersenyum.

"Selamat pagi, baby," bisikku seraya mencium keningnya.

"Ini adalah tidurku yang paling nyenyak."

"Oh, ya?" Ia hanya mengangguk dan kembali mengubur dirinya dalam selimut. Aku tergelak sambil mengacak rambutnya, lalu bangkit dan berjalan menuju dapur.

Sambil menyelam minum air. Aku sedang membuat sarapan sambil mengecek beberapa dokumen yang dikirim Gideon. Keadaan di kantor sudah jauh lebih baik semenjak insiden dengan Dane. Omong-omong tentang keparat itu, sekarang ia sedang mendekam di penjara. Akhirnya pemerintah mengambil tindakan tegas, bukan hanya memberi cap blacklist.

Aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku. Teala mendekapku erat dan aku berbalik menghadapnya. Seperti biasa mata hijaunya berbinar tajam.

Astaga. Dia sungguh cantik di pagi hari.

"Aku belum membalas ucapanmu. Selamat pagi juga, Rob." Ia berjinjit untuk menjangkau bibirku, namun aku lebih cepat. Aku membungkuk dan menyatukan bibir kami.

"Apa yang akan kau lakukan hari ini?" Tanyaku.

"Bekerja, tentu saja." Ia duduk di kursi minibar sambil menyesap air.

"Perlu kuantar?"

Teala tidak menjawab dan aku menoleh ke arahnya. Ia sedang memandang ke balik jendela yang menyuguhkan pemandangan perkotaan Los Angeles.

"Baby?" Panggilku lembut seraya menyodorkan sepiring sandwich untuknya.

"Apa yang membuatmu ingin menetap di sini, Robert?" Matanya yang besar menatapku dengan polos. Aku melengos darinya.

"Well," kuletakkan diriku di kursi di sampingnya. "Aku tidak bohong saat bilang Preston-lah yang membuatku memasang benda itu di rumahmu. Jadi, seharusnya kau bisa menebak jawabannya."

"Kau cemburu?"

Aku tersenyum lembut. Kuletakkan tanganku pada pipinya. "Lebih tepatnya, aku tidak ingin siapa pun menyakitimu."

"Tapi aku mengenalnya."

"Coba katakan, kau masih ingin bersamanya?"

Matanya melebar terkejut. Ia menyentuh pipiku, senyumnya merekah manis. "Robert, kami hanya berteman. Aku merasa sangat tidak enak karena hanya memanfaatkannya. Itulah mengapa aku ingin tetap menjadi temannya."

"Tapi dia tidak tahu bahwa kau telah bersamaku. Preston akan mencoba segala cara."

Sekali lagi Teala tersenyum manis. "Aku tidak akan bersikap mengundang. Nah, aku tidak ingin berdebat tentang dia lagi. Kau bebas memiliki teman wanita, dan biarkan aku memiliki teman pria."

Ia mengecup ringan bibirku sebelum mengurung dirinya di kamar mandi.

Pada pukul sembilan kurang, aku telah keluar dari lobi L.A. STYLE setelah mengantar Teala. Aku tidak memiliki aktifitas yang menyenangkan untuk hari ini, jadi kuputuskan untuk pergi ke perpustakaan umum. Teala sempat memberiku daftar novel klasik yang wajib kubaca, dan itulah yang akan kulakukan.

Ketika sampai di sana, aku mendaftarkan diri sebagai anggota perpustakaan. Tidak ada salahnya. Setelah itu aku pergi ke deretan rak khusus novel, dan mengambil novel klasik berjudul Great Expectations karya Charles Dickens. Aku tersenyum ketika mengenali sang penulis. Guru Bahasa Inggris-ku di SMA sering memberi kami tugas untuk membaca karya-karyanya.

Holy SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang