Holy Sin - #17

5K 303 13
                                    

Dane Dustin.

Namanya mengusikku, seolah aku mengetahuinya. Sekarang ia sedang asyik menyantap makanannya dan aku hanya diam.

"Uhm, Teala?" Panggilnya sambil mengibaskan tangan di depan wajahku. "Kau tidak makan?"

"Tidak terlalu lapar," jawabku seadanya. Dane hanya menatapku sekilas sebelum akhirnya kembali ke makanannya.

Oh, persetan dengan namanya. Siapa yang peduli? Mungkin dia hanya seorang pengusaha seperti Robert dan aku pernah tidak sengaja membaca tentangnya, maka dari itu namanya terdengar familiar.

Kudengar ia berdeham lalu meletakkan garpunya. Matanya tertuju padaku. "Sekarang aku mengerti mengapa kau terlihat sangat familiar. Kau putri RDJ, huh?"

Aku tidak suka dengan ekspresinya saat menyebut nama Robert.

Aku hanya tersenyum sebagai jawaban.

"Berapa usiamu, Teala?"

"21 tahun."

"Ah, usia yang pas," gumamnya.

Aku menyipitkan mata saat menatapnya, merasa curiga. Tapi sikapnya begitu tenang dari tadi, aku tidak tahu apa yang patut kucurigai.

"Kau kenal ayahku?" Kudengar diriku berkata.

"Well, kau tahu, kami memiliki usaha yang sama. Tentu saja aku mengenalnya."

"Usaha yang sama? Di bidang teknologi?" Dane mengangguk. "Tapi Dad tidak pernah menyebut-nyebut namamu."

Oh, Tuhan, rasanya aneh memanggil Robert dengan sebutan Dad. Rasanya itu sudah bertahun-tahun yang lalu.

"Kau pikir hanya kami berdua yang bergelut di bidang yang sama?" Dane tergelak. "Kami saling mengenal, hanya tidak dekat."

Aku tidak ingin membicarakan Robert. Ada sesuatu yang salah setiap kali Dane menyebut namanya. Atau aku hanya bersikap paranoid. Jadi kami hanya mengobrol tentang hal-hal kecil sebelum akhirnya ponselku berdering dan muncul nama Robert di layar.

Oh, sial. Aku terpaksa harus memanggilnya Dad.

"Halo, Dad!" Sapaku tegang.

Kudengar Robert tertawa. "Wow, miss, apakah kau sedang menggodaku? Kau tahu aku sangat senang kau memanggilku—"

"Ya, tentu saja, aku akan segera pulang! Aku bersama teman," selaku.

Tawa Robert semakin keras. "Sangat lucu, bukan? Kau pasti tegang setengah mati."

Aku mengumpat dalam hati. Bisa-bisanya dia menganggap ini sebagai lelucon. Sebelum aku membalasnya, tangan Dane merebut ponselku. Aku menatapnya marah, namun ia hanya tersenyum konyol.

"Halo, Robert!" Sapanya. Kulihat senyumnya merekah semakin lebar. Aku tidak tahu apa yang dikatakan Robert di seberang sana. "Tenang saja, kawan, putrimu aman bersamaku."

Kulihat Dane mengakhiri panggilan tersebut lalu menyerahkan kembali ponselku.

Sebelum aku bertanya, ia menyela, "Robert terkejut mengetahui kau bersamaku, tentu saja. Tapi ia ingin menemui kita di rumahku. Jadi, ayo ke sana!"

Dane mengelurkan dompetnya lalu mengelurkan beberapa lembar dolar dan meninggalkannya di atas meja, kemudian berdiri. Apakah dia pikir aku akan memercayainya begitu saja?

"Teala, kau pikir aku berbohong?"

"Aku akan menelepon Dad untuk memastikan."

Sebelum aku berhasil menekan nomor Robert, Dane merebut ponsel dari tanganku dan menjatuhkannya, tidak lupa menginjaknya. Aku menatapnya marah, tidak paham ada apa dengannya.

Holy SinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang