Aku terbangun pada dini hari. Kurasakan lengan kuat Robert melingkari tubuhku. Bahkan saat tidur aromanya masih memabukkan. Aku terjaga selama beberapa saat, memikirkan kembali apa yang kami lakukan.
Tuhan. Aku merasakan pipiku memanas ketika mengingatnya. Robert sangat... bisa dibilang memukau. Ia tahu bagaimana menyenangkan seorang wanita. Apa yang ia lakukan sangat lembut dan berhati-hati, tidak kasar seperti waktu itu. Kurasakan tubuhnya bergerak. Tangannya menyentuh pundakku dan membuatku berbalik ke arahnya.
Dalam gelap bisa kulihat senyum menawannya. "Aku tahu kau terjaga."
Aku membalas senyumannya. "Secara tiba-tiba. Apa yang membuatmu terbangun juga?"
"Napasmu tidak begitu tenang dan teratur seperti saat kau tidur."
Aku tergelak ringan. "Dalam tidur pun kau masih bisa merasakan napasku?"
"Aku sudah terbiasa dengan itu. Mudah saja bagiku menebaknya."
"Terbiasa, eh?"
Robert terdiam. Aku penasaran setengah mati ingin melihat ekspresinya, sayangnya di sini gelap.
"Apa yang kau pikirkan?" Tanyaku sambil membelai bulu-bulu halus di wajahnya.
"Kau."
Aku tersenyum malu-malu, berharap Robert tidak dapat melihatnya.
"Jadi, Dad," aku sengaja menekan kata Dad. "Apa yang akan kita lakukan dengan hubungan ini?"
"Biarkan aku menanyakan ini. Apakah kau bahagia?"
"Bahagia? Well, aku jauh dari kata bahagia."
Lengan Robert menegang di punggungku. "Kau tidak bahagia?"
"Hey, jangan salah paham, oke? Situasi di antara kita sangat rumit saat ini."
"Kau tahu apa yang sedang kupikirkan?" Aku tidak menjawab, Robert melanjutkan, "Aku sedang memikirkan cara untuk menghapus status adopsimu. Aku tidak ingin kau menjadi anak adopsiku."
Robert tiba-tiba berhenti bicara, membiarkanku menebak apa maksudnya.
"Aku bersumpah tidak ingin mendengar kelanjutannya," kataku akhirnya. Robert tergelak. Lengannya kembali membungkusku erat.
"Pada intinya, kita adalah dua orang dewasa yang tahu apa yang benar dan salah. Katakan berhenti dan aku akan berhenti."
Aku tidak menduga yang satu itu akan terucap dari mulut Robert.
"Dan dari kata berhenti, maksudnya adalah...?"
"Jangan berpikir hal bodoh," Robert mendengus geli. "Jika yang kau takutkan adalah aku meninggalkanmu—jawabannya adalah tidak, baby."
Kami kembali diam. Aku menjalankan jari telunjukku pada dada Robert, ia memainkan jari-jarinya di rambutku. Aku tidak percaya bahwa aku benar-benar melakukan ini. Aku tidak percaya bahwa aku memberinya kesempatan.
"Apa yang kau pikirkan, Teala?" Suara seraknya yang dalam membuat wajahku panas.
"Aku sedang menyesali apa yang telah kulakukan," jawabku sambil mencoba menahan tawa.
Kurasakan tubuhnya menegang. Jari-jarinya tidak lagi bermain dengan rambutku. Ia menungguku melanjutkan, namun aku tidak dapat menahan tawa. Aku terbahak. Kurasakan dada Robert bergetar ikut tertawa bersamaku.
"Jangan pernah lakukan itu lagi." Gumamnya lembut.
Aku mendongak ke arahnya, meletakkan jariku pada dagunya. Kutarik lembut kepalanya agar bibir kami sejajar. Kutempelkan bibirku di sana, dan seketika perutku bergejolak dipenuhi kupu-kupu berterbangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holy Sin
Fanfiction[BAHASA INDONESIA] - [ROBERT DOWNEY JR.] • Dalam kedekatan seorang ayah dan putrinya, kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi. Teala, seorang wanita muda menarik, masih menyimpan nasihat kedua orangtuanya untuk tidak memberikan...