Bab 4: Poison

209 16 0
                                    

"Arghh bodoh! Kenapa aku memutuskan untuk pergi? Padahal aku sudah mempunyai kesempatan untuk keluar dari hutan ini!" Lycra menepuk dahinya berkali-kali. 

"Aku takut sendirian. Apalagi hutan ini sangat gelap." Lycra menunduk sedih. Ia menekuk lututnya kemudian menenggelamkan wajahnya. Kini ia duduk bersandar di salah satu pohon besar yang gundul.

Indra pendengarannya menangkap bunyi sayup-sayup dari berbagai arah. Ia menutup kedua telinganya sambil menggeleng laju. "Tidak, jangan lagi kumohon please!" Lycra mulai merasa gelisah.

Tiba-tiba sebuah bayangan hitam melesat melewatinya. Ia memekik ketakutan. Sama halnya yang ia lakukan selama 2 hari selama tinggal di hutan ini.
.

"Kenapa aku tidak bisa tidur? Dan perasaan aneh apa ini?" batin Leo yang sedari tadi merasa gelisah.

"Arghh itu tidak penting," Leo berusaha menepis rasa kegelisaannya, kemudian ia mencoba memejamkan mata.

.

"Hiks... kumohon jangan ganggu aku!" Tangisan Lycra pecah. Ia menutup kedua telinganya sangat erat agar ia tidak mendengar suara hewan malam.

Grrrrrrrrr

Hoarrrrrrr

Aummmmmm

Lycra meringkuk ketakutan. Ia terus saja berteriak histeris. Perlahan-lahan ia mulai merasa kantuk. Dan kegelapan pun berhasil menelannya.
.

Efek samping dari mengunci memori diri sendiri adalah akan melupakan identitasnya untuk sementara. Itu sebabnya Lycra ketakutan tanpa mengeluarkan kekuatannya untuk melindungi diri. Namun memori itu akan terbuka dengan sendirinya apabila ia merasa terlalu marah, takut, sedih, dan terlebih gembira (gila).

Kenapa memorinya tidak terbuka ketika ia meringkuk ketakutan semalam? Itu karena ketakutannya bukan murni dari perasaannya. Itu hanya sekedar perasaan terancam saja.

Di bawah pohon rindang yang sudah tidak punya daun sama sekali, terlihatlah seorang gadis yang sedang tertidur pulas dengan posisi menekuk lutut. Tiba-tiba datanglah seekor ular berbisa yang kebetulan lewat. Ular itu mematuk lengan kiri Lycra kemudian pergi.

Racunnya menyebar sangat pesat dalam waktu 3 jam. Hal itu membuat beberapa pembuluh darahnya membeku.

"Erghh sakit sekali." Lycra meringis pelan ketika ia berusaha bangun. Tubuhnya bagaikan mati rasa. Ia menyentuh lengan kirinya yang sangat sakit kemudian matanya melebar saking sakitnya.

"Arghh..." pekiknya pelan.

"Bekas gigitan ular?" Ia terbelalak kaget.

"Apa yang harus aku lakukan?" Ia kemudian berdiri lalu samar-samar mendengar bunyi air yang jatuh. Tanpa berpikir panjang, ia berjalan gontai menuju ke sumber bunyi.

Sesampainya di sana, ia menghampiri pinggir sungai kemudian mengambir air menggunakan kedua tangannya yang mencangkup kemudian ia gunakan mencuci wajah.

Dari jauh, ia melihat air terjun yang tingginya kira-kira 4 meter berada jauh di samping kanannya.

"Menarik." Ia pun berjalan menghampiri air terjun tersebut. Samar-samar ia mendengar seseorang memanggilnya dari belakang.

Suara itu agak familiar. Namun ia hanya mengabaikan. Pandangannya menjadi buram, sekuat tenaga ia berusaha agar tidak pingsan. Namun nihil, kegelapan berhasil menelannya.
.

"Kenapa aku terus saja memikirkannya?" Leo bergerak gelisah. Ia mondar-mandir sedari tadi di kamarnya.

"Iqbal, apa kau mengingat nama gadis yang kemarin itu?" tanya Leo ketika ia tanpa sengaja berpapasan dengan Iqbal.

"Kalau tidak silap, namanya Lycra. Memang ada apa Pangeran?" tanya Iqbal penasaran.

"Bukan apa-apa." balasnya sambil berjalan meninggalkan Iqbal yang masih berdiri kebingunan.

"Aku harus mencari gadis itu! Tapi dimana dia berada? Hadehhh masa bodoh diakan manusia pasti aku bisa merasakan auranya," batin Leo seraya menepuk dahi.

Ketika telah turun ke bumi, ia dapat merasakan aura Lycra yang sepertinya berada di air terjun. Ia pun melesat dengan sangat cepat.

Dari jauh ia melihat sosok Lycra yang berjalan gontai. Leo menyeru nama gadis itu berkali-kali, namun ia seperti sengaja mengabaikannya.

"Hei kamu." Leo berjalan mendekat.

Jika dilihat dari keadaan, sepertinya gadis itu akan pingsan. Leo segera menahan Lycra ketika gadis itu telah jatuh ambruk ke tanah.

Leo mengerut dahi bingung. Ia menatap Lycra cukup lama sehingga tatapannya jatuh pada bagian lengan kiri Lycra.

Spontan ia terbelalak kaget. "Ini buruk." Leo berjongkok di samping Lycra, ia memegang pergelangan tangan gadis itu lalu tangannya mengeluarkan percikan cahaya emerald.

"Hah syukurlah aku cepat. Darahnya benar-benar membeku tadi." Leo mengusap peluh di pelipisnya.

Leo mengamati Lycra sekali lagi. "Aku penasaran dengan identitasnya." Seperti mendapat ide. Leo menjentikkan jari.

"Sebelum ia sadar. Aku akan melihat memorinya." Leo menyeringai sinis.

Ujung-ujung jarinya mengeluarkan percikan cahaya berwarna merah. Ia menyentuh dahi Lycra menggunakan jari telunjuk.

Samar-samar, dapat ia lihat kepingan memori Lycra yang muncul di benaknya.

To be continued


Fantasy World: Seven ChallengesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang