Bab 14: Plans

196 8 7
                                    

"Aku akan menjemputmu, Yang mulia."
.
.
.

Lycra mematung di tempat. Segera ia memundur beberapa langkah ketika sosok itu memperlihatkan wujudnya yang mengenakan jubah hitam.

"Apa yang kau inginkan! Aku tidak punya urusan denganmu!"

"Tidak ada. Aku hanya rindu padamu," ujarnya santai sambil tersenyum manis. Wajahnya tidak kelihatan, namun Lycra masih bisa melihat senyum sosok tersebut.

"Pergi!" usir Lycra kasar.

Sosok tersebut membuka kerudung jubahnya dengan raut pura-pura kecewa. "Kau mengusirku? Kau sungguh jahat rubah kecil," ujarnya cemberut.

Lycra tertegun sejenak melihat wajah tampan sosok tersebut. Bukan. Bukan karena ia terpikat, melainkan ia merasa asing. Alisnya saling bertaut dengan ekspresi bingung.

Sadar dengan kebingungan Lycra, sosok itu pun menjelaskan. "Ini rupa asliku," ujarnya santai namun senyum masih mengembang wajahnya.

Sebelah alis Lycra terangkat. "Jadi...?"

"Ahh itu hanya samaran saja agar musuhmu tidak mengenalku."

Lycra mengangguk mengerti. "Sudah selesai?"

"Apanya?"

"Basa-basinya. Kau bisa pergi sekarang!"
.

Bulan yang awalnya bersinar cerah penuh kedamaian, kini telah berubah 180 derajat. Warnanya menjadi merah darah yang sangat kental. Berarti, sebentar lagi akan adanya pertumpahan darah yang sangat dasyat.

Pasukan prajurit hitam telah bersiap sedia di medan pertempuran, begitu juga dengan prajurit merah kerajaan Thunder. Bunyi sangkakala dari kerajaan musuh menggema memekakkan telinga, disusul dengan bunyi sangkakala kerajaan Thunder.

Raja Sarge telah bersiap sedia dengan pakaian zirah besi bercorak naga petir yang ia kenakan. "Aku tidak menyangka perang ini akan terjadi lagi."

"Kau benar. Bahkan ini adalah impianku sejak ratusan ribu tahun lamanya."

"Hrmm tampaknya kau belum juga sadar, Rex."

Rex menyeringai licik. "Kau pikir aku akan menyerah semudah itu, Sarge. Setelah kau merebut semua yang pernah ku miliki, termasuk dia." Tatapan mata Rex menjadi tajam setelah mengatakan kata terakhir.

Sarge membuang nafas lelah. "Itu takdir, kau tidak bisa mencegahnya."

"Takdir katamu! Itu bukan takdir, tapi itu semua ulahmu! Kau terlalu serakah ingin memiliki semuanya termasuk apa yang aku miliki, kau rebut." Aura kegelapan di sekeliling Rex kian memekat.

"Aku tidak pernah merebutnya darimu Rex. Tapi dia sendiri yang datang padaku."

Rex menghantamkan tenaga dalamnya ke arah Sarge tanpa ada pergerakan. Namun berhasil ditepis dengan mudah oleh pelindung Sarge.

"Baiklah, cukup basa-basinya. Aku sudah tidak sabar ingin mengambil hakku kembali, hn." Rex menyeringai sinis, sedangkan Sarge hanya diam menanggapi ucapannya.

Sarge dan Rex mengangkat tangan kanan mereka bersama-sama. Bertepatan dengan itu juga, bunyi sangkakala kembali menggema menandakan perang akan segera dimulai. Sarge dan Rex memundurkan kudanya beberapa langkah kemudian berbalik ke arah wilayah pertempuran masing-masing.

Prajurit hitam menyerang lebih dulu. Para monster, troll, hewan melata, serta prajurit barisan depan maju duluan. Begitu juga dengan prajurit barisan depan kerajaan Thunder.

Teriakan semangat membunuh dengan aura penuh dendam menyebar hingga ke kerajaan lainnya. Bulan semakin berwarna merah darah yang kian memekat. Teriakan memilukan menjadi alunan dalam perang manapun. Sarge dan Rex saling melempar tatapan tajam dari jauh. Sarge tersenyum kecut, sedangkan Rex menyeringai penuh dendam. Kedua saudara kembar tersebut mengamati pertempuran dalam diam.
.

Fantasy World: Seven ChallengesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang