22. Surat?

110 9 0
                                    

Happy Reading!!

Kuharap kaupun memiliki rasa yang sama seperti yang aku miliki untukmu.

❤❤❤

Albie POVs

Aku masih saja melihat kearah dia pergi walaupun waktu telah beberapa menit berlalu. Aku merasa bahagia bisa kembali melihatnya tersenyum. Sangat menenangkan hati. Bahkan aku selalu melakukan zina pikiran ketika rindu ini mulai menghampiri akan kehadiran dirinya disisiku.

"Bie, ente ngapain nengok belakang terus. Nggak pegel tuh. " Zidan yang duduk di samping kiriku menepuk bahuku, membuatku mengalihkan pandangan kearahnya dan kembali menatap mie goreng yang berada dihadapanku.

"Enggak papa, Zid," ucapku sambil kembali memakan mie.

"Enggak papa laki-laki sama nggak sih, sama enggak papanya perempuan? " Rifa dengan tingkat kekepoannya mulai bertanya kepada dua pemuda yang ada dihadapannya, yaitu aku dan Zidan.

"Ya ana mah enggak pernah enggak papa gitu, Rif. Jadi enggak tahu artinya gimana,  " jawab Zidan kemudian menyeruput teh manis dingin yang dipesannya. Akupun hanya mengangkat bahu padahal dengan jelas aku tahu sendiri artinya apa.

"Ente enggak lagi liatin bayangan Arzi yang udah jauh pergi, kan?"

Bisikan Zidan tepat di telinga kiriku membuatku langsung menghentikan aktivitas makanku. Dan Zidanpun sudah tahu pasti jawabannya melihat tingkahku yang seperti ini.

"Lah ning leresnya kitu, " ucap Zidan cukup kencang.  (baca: Loh kok bener ya gitu.)

Sontak semua yang duduk semeja dengan kami menoleh kearah Zidan. "Leres naon, Dan? " Anna bertanya. (baca: Bener apa,Dan?)

"Ini si Albie dari tadi masih aja liatin arah si Arzi pergi. " Zidan menjawab dengan santai sampai diapun sadar dengan apa yang diucapkannya. Dasar si borokokok Zidan. Dan dengan entengnya dia menatapku sambil meringis sambil berkata, "Ups. " Aku menatapnya garang. Pengen ditendang kali ya ini si Zidan.

"Hah? Maksudnya gimana? " Anna yang merespon terlebih dahulu. Dia emang kurang ngerti atau gimana sih? Tapi untung deh.

"Emang kenapa kamu liatin Arzi terus? Kamu suka sama Arzi, Bie? " Sontak saja ucapan Rifa barusan membuatku mengalihkan pandangannya kepadanya.

"Ngaku aja, Bie. Mereka bisa jaga rahasia kok. " Lah si Zidan ini enggak ngerasa bersalah ya. Kan dia yang membuat para gadis yang semeja dengan kami ini jadi pada nanya.

"Jadi bener? " tanya Rifa memastikan. Aku hanya mengangguk lemah. Malu mengakui tentang perasaanku ini. Entahlah, aku tak seperti kebanyakan pria yang mampu memberitahukan rasa sukanya kepada seseorang. Hanya berani dalam hati saja.

Aku melihat wajah terkejut dari para sahabat Arzi. Ah baru bertatap wajah kembali, dia sudah pulang duluan. Padahal kami belum mengobrol banyak. Aku menyesal karena telah dibutakan oleh kesalahpahaman yang kubuat sendiri.

"Arzi tahu soal ini? " tanya Anna.

Aku menggeleng. "Enggak, lebih tepatnya belum sih. "

"Nah, Albie ceritanya mau mengungkapkan perasaannya ini. Tapi kalian harus bantu ya, " ucap Zidan.

"Eh Ann, kamu inget omongan Arzi bahwa dia pernah suka sama seseorang yang baru dikenalnya, nggak? " Rifa memandang kearah Anna yang duduk disamping kiri Dinda yang telah menghabiskan jajanan mereka.

Anna mengernyitkan dahinya. "Kapan? Perasaan enggak pernah deh Arzi ngomong gitu. "

"Ah yang waktu kita lagi bahas tentang jatuh cinta waktu kelas sepuluh, Ann." Rifa terlihat kesal dengan Anna yang ku tahu sedikit lemot atau memang banyak ya?

Cinta Pertamaku dan Takdir✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang