Part 14

1K 166 30
                                    

Ayo ayo, 500 yang baca, masa yang  vote masih kurang dari 100 😢😢

Suka sedih aku tuh..

Karena walau aku suka menulis, tapi pengen tau juga pendapat kalian 😢😢

☁☁☁

“I trust you, always.”

☁☁☁

Malam harinya menjadi malam penuh siksaan bagi Lucas.

Yerinya sakit radang tenggorokan yang membuat tubuhnya sampai panas hingga 38,5 derajat Celsius. Ditambah sakit kepala yang dikeluhkan si cantik.

Sekarang Lucas sedang duduk di sofa single dengan sorot mata yang fokus menatap Yeri yang bersandar nyaman di bahu sang ayah. Sedangkan ibunya sedang memasakan bubur agar bisa dimakan oleh Yeri yang sedang sulit menelan makanan keras itu.

Setelah mereka habis pergi dari rumah sakit untuk memeriksa keadaan gadis itu,  Lucas kini hanya berdiam diri saja. Bukannya tak peduli, hanya saja ia tidak ingin kelepasan memarahi Yeri seperti tadi saat ia ingin membawa gadis keras kepala itu ke rumah sakit. Untung saja, Johennedi dan Amanda bertepatan pulang saat mereka bertengkar dan melerai mereka lalu membujuk Yeri ke rumah sakit.

“Yeri, ini di makan dulu buburnya, biar bisa minum obat.” Amanda datang dengan membawa nampan berisi semangkok bubur. Wanita paruh baya itu menaruh nampan di meja dan duduk di samping Yeri, lalu mengelus rambutnya dengan lembut.

“Harus minum obat ya ma?” Yeri memasang wajah nelangsa seakan ialah orang paling menderita ketika ia mendengar kata obat.

“Ya haruslah! siapa suruh sakit.” Lucas menyela ketus sebelum mamanya menjawab, membuat wanita itu menepuk paha anak lelakinya ini tanpa ampun.

“Jangan mulai lagi ya...” dengan nada peringatan sang papa bersuara.

Amanda pun menghiraukan anak laki-lakinya ini dan mengambil mangkok buburnya bersiap untuk menyuapi Yeri. Johennedi dengan mengelus lembut pundak seperti membujuk dan membantu Yeri duduk tegap agar mau menerima suapan dari istrinya.

Sementara Lucas. Cowok itu mendecak keras tanda kesal lalu beranjak pergi menuju kamarnya. Yeri melihati kepergian Lucas dengan wajah sedih. Ia seharusnya menurut saja pada Lucas tanpa bantahan, karena membuat cowok tinggi itu khawatir sampai marah bukanlah hal yang baik.

“Dah, abisin dulu buburnya, trus minum obat lalu tidur. Besok Lucasnya baik lagi kok...” ucap Johennedi dan memeluk bahu Yeri yang suhu tubuhnya masih hangat.

“Iya, betul kata papa. Kayak dia bisa aja marah sama kamu lama-lama.”  Amanda menimpali dengan senyum cantik di wajahnya.

Yeri merasa dadanya menghangat karena terharu. Ia benar-benar merasa amat sangat bersyukur. Sangat!

Keluarganya sendiri memang hancur, tetapi orang tua Lucas menggantikannya peran kedua orang tuanya  dengan amat sangat baik. Jahatkah ia jika ingin selamanya berada di sini?

“Maa, Paa. Makasih banyak yaa. Makasih banget udah baik dan peduli sama Yeri, padahal aku bukan anak kalian...” Yeri menghapus setitik air matanya yang jatuh sambil menatap mereka bergantian dengan tersenyum, rasa pusing dikepalanya ia abaikan dan bergerak memeluk mama Lucas.

“Hei. Kok begini sih?” Respon mama Lucas.

Walau kerepotan, ia segera menyerahkan mangkok bubur yang ingin di pegangi oleh sang suami, lalu membalas pelukannya dan menepuk-nepuk punggung Yeri menenangkan saat merasakan anak gadis yang sudah ia anggap sebagai anak gadisnya ini kembali menangis sampai sesenggukan.

Standstill✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang