Membuat karya itu nggak mudah, jadi tolong hargai cukup dengan memberi vote.
***Aku ingin menjelma menjadi rumus-rumus yang selalu kau pikirkan. Atau paling tidak menjadi jawabannya, agar kau bahagia saat menemukanku.
-Coretan DekatSejak tadi Deka hanya terdiam sembari menatap selembar soal. Meski ia tau, soal tersebut tidak akan pernah selesai jika hanya dilihatin. Gara-gara nilai LM kimia semester 2 masih banyak yang kurang, Deka diberi soal perbaikan.
"Browsing aja, De." ucap Ratu
"Udah, Tu. Jawaban di internet nggak nyambung semua, adanya soal yang mirip-mirip. Tapi semirip apapun, tetep aja gue nggak bisa ngerjain." keluh Deka
"Minta ajarin Hima aja, dia kan pinter tuh." usul Ratu
"Bener banget! Sekalian modus kan gue, gue cari Hima dulu ya, Tu." ucap Deka
"Yoi, semoga sukses!" seru Ratu
Deka kemudian mencari-cari Hima, yang susahnya sudah seperti mencari jarum dalam jerami. Habisnya Hima hobi sekali muter-muter nggak jelas, seperti hubungannya dengan Deka. Nggak jelas. Akhirnya Deka bertemu Hima di dekat toilet cowok. Hima masih menenteng baju olahraga nya, dan belum memakai dasi. Sepertinya ia baru selesai berganti pakaian.
"Pas banget! gue lagi nyari jodoh, eh malah ketemu, lo." gombal Deka
"Gila lo, ngapain nyari gue?" tanya Hima
"Mau minta ajarin ini." ucap Deka sambil menunjukkan lembaran soal yang ia pegang.
"Nanti ya, gue laper mau ke kelas dulu." ucap Hima
"Bentar lagi bel masuk, Him. Sekarang aja dong." pinta Deka
"Hmm... yaudah tapi ngerjainnya di kantin. Woy, Bro, nitip seragam gue ya." ucap Hima
Setelah menyerahkan seragam olahraganya pada seorang teman, Hima dan Deka pun duduk di kantin. Hima langsung membeli semangkuk soto. Saat ia merogoh sakunya, benda bernama uang itu tidak ada disana.
"De, pake duit lo dulu dong. Duit gue masih di celana olahraga." ucap Hima
Deka pun menyerahkan selembar uang lima ribuan. Selanjutnya Hima sibuk mengerjakan soal milik Deka. Deka malah asik menatap wajah serius Hima, tambah ganteng saja kalau sedang berpikir. Rasanya ingin Deka culik, lalu dibawa pulang. Buat bantu-bantu ngerjain PR maksudnya.
"Sama dimakan dong, katanya laper." ucap Deka
"Bentar-bentar, gemes gue kalo belum nemuin jawabannya." ucap Hima masih menatap soal.
"Sesekali nyari gue dong, jawaban mulu yang dicari." ucap Deka
"Kalo otak lo encer, bakal gue cariin terus tiap ada PR."
"Nyatanya kebalikan, makanya lo ada pelajaran sosiologi dong. Gue lumayan pinter tuh." ucap Deka
"Orang lintas minat gue cuma geografi." ucap Hima
Tidak butuh waktu lama bagi Hima untuk mengerjakan soal tersebut. Ia menyerahkan lembar jawab yang tadinya polos tak bernoda, kini sudah lengkap dengan rumus serta jawabannya. Deka hanya bisa melongo bloon, sedang Hima tampak melahap soto yang ia beli.
***"Astaga cuma lima ribu juga." ucap Hima agak keras.
Pasalnya ia heran, Deka mencarinya sampai ke kelas hanya untuk menagih lima ribu yang tadi. Mau bagaimanapun uang lima ribu itu berharga, kalau buat amal pahalanya dikali lipat sepuluh, jadinya lima puluh ribu. Jadi uang lima ribu itu banyak.
"Lo kan bilangnya minjem, mau berapapun tetep harus dikembaliin." ucap Deka
"Medit amat sih, lu." ucap Hima
"Bukan medit, tapi ekonomis. Udah ah, mana bayar. Punya duit nggak sih sebenernya?"
"Ada kembaliannya enggak?" Hima menyodorkan uang sepuluh ribu.
"Nggak ada, berarti buat gue. Makasih ya." ucap Deka kemudian keluar dari kelas Hima.
Di ambang pintu ia bertemu pak Amar. Wajah pak Amar sudah cengengesan siap meledek Deka, sepertinya bu Anas benar-benar mengadukan perihal hubungannya dengan Hima."Ngapain kamu disini? Mau ikut pelajaran saya atau ngapelin Hima?"
"Nagih utangnya Hima, Pak."
"Allahu... Gimana makalah bahasa indonesianya?"
"Duh, lupa lagi. Nggak ada tugas lain apa, Pak? bikin makalah itu boros. Cari bahan pake kuota, terus kalo ada yang salah harus diulangi, padahal ngeprint itu mahal, Pak."
"Ya daripada tulis tangan, mending mana?"
"Mending nggak usah ada tugas."
"Boleh, tapi jangan kaget kalo nilai kamu di rapor kepala enam."
"Syap syap syap! nanti langsung saya selesaian makalah nya." seru Deka
***Bel pulang telah berdering, Hima sudah menggendong tasnya. Namun ia harus melaksanakan piket siang terlebih dahulu, kalau tidak maka akan dikenakan denda. Bendahara kelas Hima itu galak nya minta ampun, melebihi galaknya emak-emak yang kehilangan taperwer.
"Him, gue nebeng dong. Lo bawa motor kan sekarang?" tanya Raka
"Iya Ka, nunggu gue selesai piket tapi." ucap Hima
Setelah selesai piket, Hima kemudian berjalan menuju parkiran bersama Raka. Tempat parkir yang tidak terlalu luas itu mulai sepi. Namun ada pemandangan yang menarik perhatian Hima, yaitu Deka yang kebetulan melintas bersama Dias. Setau Hima, Deka biasanya membawa motor sendiri. Tapi kali ini, ia membonceng motor Dias.
“Hima! Duluan yaa...” seru Deka sambil melambaikan tangan pada Hima
Belum sempat Hima membalas, Dias sudah mempercepat laju motornya. Namun Hima menanggapinya dengan cuek. Padahal terlihat jelas bahwa Dias bermaksud menjauhkan Deka dari godaan Hima yang bikin sayang. Jadi ceritanya hari ini Deka, Dias, Kemal, dan Selma mau kerja kelompok di rumah Deka. Saat Deka bersiap berangkat ke sekolah, tau-tau Dias sudah nangkring di depan rumahnya untuk menjemput Deka. Katanya biar Deka tidak perlu repot-repot bawa motor, karena nanti pulangnya kan sama-sama ke rumah Deka.
Deka tentu langsung menolak, siapa yang menjamin nyawanya kalau ia bonceng kucing sampah tukang kebut-kebutan ini. Tapi Dias bilang, hanya hari ini saja ia menjemput Deka, ia juga berjanji akan berhati-hati. Sebenarnya Deka malas nebeng-nebeng, tapi kasihan juga Dias sudah datang sepagi ini. Meski wajah ayah Deka sudah sepet melihat anaknya dibonceng cowok urakan seperti Hima, akhirnya dengan berat hati ayah Deka mengijinkan.
“Waduh! Itu pacar lo diangkut siapa tuh?” ucap Raka
“Mulut lo, Ka. Dia bukan pacar gue kalik.” ucap Hima
“Alah maz Hima suka malu-malu, masa dari dulu jomblo mulu. Gue pacarin juga lo lama-lama.” ucap Raka
“Najes! mati aja lu, Setan.” ucap Hima
“Eh, Him, tau nggak?” tanya Raka sambil berpegangan pada Hima.
“Kampret! Gausah pegangan pinggang, nafsu amat lu ama gue.” ucap Hima
“Ya Allah, dosa apa tangan gue. Lo marah-marah mulu daritadi, terbakar api cemburu ya?” goda Raka
Hima hanya diam, malas menanggapi Raka yang kalau sudah nyerocos nggak ada berhentinya.Untung Hima rada kenceng dalam mengendarai motor, jadi suara Raka yang bikin pusing itu tersamarkan angin.
“Him, kalo ini serius, dengerin! Tadi kan lo nggak ikut ke lab?” Raka memastikan
“Iya, gue kan kebagian bikin laporan di kelas.” ucap Hima
“Cewek-cewek kelas pada ngomongin lo di lab.” ucap Raka
“Ngomongin apaan?” tanya Hima
“Mereka risih sama lo dan Deka, terlebih Deka, mereka kaya emosi gitu tiap liat Deka ke kelas kita. Katanya sayang aja, lo cowok baik-baik terus Dekanya urakan.” ucap Raka
“Ya udah besok gue bilang ke Deka.” ucap Hima
“Jangan goblok! Nanti Deka baper.” ucap Raka
“Nggak bakal, santai aja. Gue tau kok Deka orang yang kaya gimana.” ucap Hima
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane #Wattys2019
Teen Fiction[tahap revisi] "Pas banget! Gue lagi nyari jodoh, eh malah ketemu, lo." -Deka "Gila lo." -Hima