Coffee Story

357 57 41
                                    


Kalau kau menginginkan sajak perayu
Bernada lembut mendayu-dayu
Maka bukan aku tujuanmu
Namun jika kau cari teman minum kopi
Habiskan jatah menikmati senja berdua
Maka kita masih bisa bersatu

- Aksarajauh
***

Hujan belum juga berhenti ketika Deka selesai membayar buku yang ia beli di salah satu toko kecil. Memang tidak selengkap gramedia, namun jarak antara rumahnya dan gramedia terlalu jauh jadi Deka malas harus ke gramedia. Lagian pilihan buku yang terlalu banyak, malah membuatnya jadi pusing untuk memilih. Maka Deka lebih senang membeli buku disini, yang kebetulan bersebelahan dengan kedai kopi. Buku dan kopi memang jadi pasangan yang paling romantis. Deka memesan secangkir dopio dan waffle. Sembari menunggu pesanannya datang, ia membuka segel buku yang baru dibelinya. Baru tiga halaman, dan fokusnya mulai terganggu oleh notif pesan.

Him💕 : lagi dimana?
Him💕 : gue mau ngembaliin sbnya abang lo
DK : ke rumah aja, ada abang gue kok
Him💕 : malu lah
Him💕 : gue titipin sama lo aja
DK : ya udah lo nyusul kesini aja, gue di coffee story ntar gue send lokasinya
Him💕 : sip

Tidak lama setelah itu, pesanan Deka datang. Ia langsung meneguknya untuk menghangatkan tubuh. Tak banyak yang datang di kedai itu, hanya beberapa cowok yang tampak menyesap kopinya. Bisa dibilang Deka jadi satu-satunya pengunjung cewek disini. Sebenarnya ia merasa agak risih oleh tatapan cowok-cowok disekitarnya, tapi ia tak peduli karena yang ia butuhkan hanyalah minum kopi di sela-sela hujan sore ini.

"Cewek aneh, hujan-hujan bukannya tidur di rumah malah kelayapan." Ucap Hima tiba-tiba saja sudah duduk di depannya.

"Ya elah, baru ketemu bukannya 'say hi' malah bawel. Gue gabut di rumah, mana bacaan udah habis." Ucap Deka.

"Lo nggak pake jas hujan apa? Kok bajunya basah gitu?" Tanya Hima mulai bawel lagi.

"Ada di jok, gue lari dari toko buku kesini. Lo nggak mau pesen dulu?" Tanya Deka.

"Gue nggak biasa minum kopi." Ucap Hima.

"Lo tega biarin gue ngopi sendirian? Lo tega biarin gue diliatin mas-mas kaya gitu?" Kini giliran Deka yang bawel.

Hima menghela napas panjang. Ia pun mengambil daftar menu, yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Hima hanya tau kopi instan yang ada di kantin. Deka memahami sorot mata Hima yang tampak kebingungan, ia mengambil alih daftar menu dari tangan Hima.

"Lo harus nyoba latte, mau sama waffle?" Tanya Deka.

"Pisang nugget aja deh." Ucap Hima.

Deka berjalan dengan langkah panjang untuk mengantarkan daftar pesanan Hima. Kemudian kembali duduk di depan Hima.

"Terus gimana kemarin diklatnya? Cerita dong." Ucap Deka.

Dua hari yang lalu Hima menginap di sekolah, karena ia menjadi panitia diklat PMR, makanya ia meminjam sleeping bag milik bang Darel.

"Lo nggak akan suka." Ucap Hima.

"Kok gue? Kenapa emangnya? Cerita aja sih." Paksa Deka.

"Emm, gue ditembak adek kelas." Ucap Hima sedikit ragu-ragu.

"Apa?! Siapa namanya?! Biar gue labrak itu..."

Hima cepat-cepat membekap mulut Deka, yang kalau sudah marah suaranya menggelegar seperti petir.

"Toa banget sih! Gue kan belum selesai cerita." Ucap Hima sambil mendelik memperingatkan Deka.

Pesanan Hima sudah datang, topik tentang adik kelas sedikit teralihkan saat Deka mulai membahas kopi-kopi yang ia sukai. Namun setelah ia menghabiskan setengah cangkir kopinya, ia teringat lagi oleh perkataan Hima.

Insane #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang