Deka memperhatikan Hima dari kejauhan. Cowok itu tampak sibuk membaca buku pelajaran di depan kelasnya. Tidak banyak anak-anak lain di sekitarnya. Hanya beberapa anak perempuan yang tampak mengobrol santai di depan kelas. Deka pun mempercepat langkahnya menemui Hima. Sudah tiga hari Hima tidak berangkat sekolah karena baru saja mengikuti lomba di luar kota."Cowok, sendirian aja nih." Goda Deka.
"Temenin sini." Ucap Hima mempersilakan Deka duduk.
"Gimana lombanya?" Tanya Deka.
"Biasa, menang. Titipan lo ada di tas gue tuh, ambil aja di dalam." Ucap Hima.
Deka pun masuk ke kelas Hima, kemudian membuka tas Hima untuk mengambil titipannya. Diambilnya sebuah paperbag berwarna hijau tosca. Isinya adalah sebuah parfum, dengan merk dan aroma yang sama dengan milik Hima. Jadi karena Hima bingung mau membelikan Deka oleh-oleh apa, ia bertanya langsung apa yang diinginkan oleh Deka. Sebagai cewek yang aneh, Deka meminta dibelikan parfum yang sama seperti Hima. Habisnya Deka suka saat berada di dekat Hima, karena Hima itu wangi. Jenis wanginya pun bukan wewangian yang memabukkan, namun menyegarkan dan cocok dipakai laki-laki maupun perempuan.
"Makasih, Hima. Parfumnya bakal gue pake tiap hari. Sebelum tidur juga gue semprotin di bantal, biar mimpi indah." Ucap Deka.
"Sebelum tidur itu baca doa, bukannya semprotin parfum." Ujar Hima.
"Iya, berdoa biar mimpiin lo." Balas Deka.
Hima pun menjewer telinga Deka, habisnya bucinnya Deka itu udah nggak bisa dimaafin. Untung Hima nggak baperan, kalau sampai kejadian kan Deka jadi pengen tanggung jawab. Deka pun mengaduh kesakitan, sambil berusaha melepaskan tangan Hima.
"Sakit ya? Rasain." Ucap Hima sambil meleletkan lidahnya.
"Dasar jahat! Nggak berperikebidadarian." Ucap Deka sambil meninju lengan Hima.
"Hima, buatin dasi dong." Tiba-tiba saja teman perempuan Hima mendatanginya.
Deka melirik Hima, kemudian gadis itu. Ada perasaan yang mengganjal begitu melihatnya, gadis itu sepertinya sedang berupaya mendekati Hima. Entah hanya perasaan Deka saja, atau memang gadis itu tersenyum bangga saat Hima menerima uluran dasinya. Senyumnya yang sok manis itu benar-benar membuat Deka muak. Apalagi cara bicaranya yang manja, dan sok imut. Tidak hanya dari segi tingkah, cara berpakaiannya pun serupa. Seragam yang dijahit pas badan, serta rok yang terlalu sempit -harusnya sudah digunting oleh Bu Afah- menunjukkan bahwa dia bukan gadis baik-baik. Berasa pengen Deka getok kepalanya. Dilihatnya badge nama yang tertera di seragam gadis itu 'Vega Gardena'.
Namanya juga cabe, kalau nggak nyelip di gigi ya nyelip di hubungan orang -Deka
"Udah nih." Ucap Hima.
"Makasih, Uzan." Ucap Vega.
Deka dibuat semakin syok mengetahui cara Vega memanggil Hima. Kenapa Vega seolah begitu dekat dengan Hima, sampai-sampai ia tau panggilan Hima di rumah. Sebenarnya dia siapa sih, apa Deka harus bersaing dengannya juga?
"Paan sih, eh buku catatan gue udah selesai dipinjam?" Tanya Hima.
"Belum, Him. Keburu mau dibaca ya?" Tanya Vega.
"Nggak kok, De." Jawab Hima.
"Lo bilang apa?" Tanya Vega.
"Eh... maksudnya, Ve. Salah sebut gue." Ucap Hima sedikit kikuk.
Deka tertunduk seraya menahan tawanya, puas rasanya melihat Vega yang giliran menatap sinis ke arah Deka. Jelas sekali kalau 'De' yang dimaksud Hima adalah Deka, karena hanya ada Deka di pikiran Hima. Vega mana boleh menerobos masuk ke pikiran Hima. Deka tidak akan memberikan celah baginya, hanya ada satu gadis yang boleh menyelami pikiran Hima, dan itu Deka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane #Wattys2019
Teen Fiction[tahap revisi] "Pas banget! Gue lagi nyari jodoh, eh malah ketemu, lo." -Deka "Gila lo." -Hima