Hima memutar bola matanya dengan malas, entah sudah berapa kali Deka mengepaskan baju dipunggungnya. Tapi tak kunjung satu baju pun terbeli. Sebenarnya Deka mau beli atau cuma lihat-lihat aja sih. Mana penjaga tokonya udah ngeliatin mulu lagi. Memang tampang Deka mencurigakan, seperti orang yang mau mencuri. Padahal Deka diam-diam sedang menghitung uangnya di dompet, takut tidak cukup."Lo mau beliin abang lo selusin atau gimana sih?" Tanya Hima yang mulai lelah.
"Sebenarnya gue bingung mau beliin apaan, muka abang gue tuh nggak pantes dipakein baju mahal," Deka beralasan.
"Sembarangan. Ya udah yang ini aja," Ucap Hima seraya menyodorkan sweater berwarna khaki.
"Ya udah gue nurut aja." Deka lantas membawa sweater itu ke kasir.
Selesai membayar, Hima langsung membawakan belanjaan Deka tanpa diminta. Babuable banget emang. Kini tangan kanan Deka sibuk membalas chat dari Kak Ibra. Sedang tangan kirinya memegangi tas Hima, agar ia tidak menabrak-nabrak orang.
Kak Ibra : bantu gue cari kado juga dong
Deka : lo nyari sendiri deh, Kak
Deka : gue lagi sama temen soalnyaKak Ibra : ahelah
Kak Ibra : gue udah hampir sampe dek
Kak Ibra : gmn dong"Him, pelan-pelan dong jalannya." Ucap Deka.
"Iya nenek." Balas Hima.
"Ish! Ngeselin."
Deka tidak bisa mengimbangi langkah Hima, hingga pegangannya terlepas. Tapi ia tidak sadar, karena masih sibuk membalas Kak Ibra yang cerewet. Kebetulan posisi Deka sekarang dekat dengan Gramedia, ia berhenti sebentar di depan sana.
Deka : maksa lo kak_-
Deka : yawda gue tungguin
Deka : gue di gramed ya"Him, lo mau beli novel nggak?" Tanya Deka.
Hening. Tidak ada jawaban.
"Him?... Anjir gue ngomong sendiri."
Deka celingukan mencari Hima, tapi cowok itu hilang entah kemana. Ia mempercepat langkahnya, mencari-cari keberadaan Hima. Emang sih, Hima kalau jalan cepet banget kayak setan. Tahu-tahu mata Deka ditutup dari belakang, ia dapat mendengar suara cekikikan seorang cowok. Sebelum Deka melepaskan tangan yang menutupinya, seseorang terlebih dahulu menyingkirkan tangan itu.
"Lo apa-apaan sih?!" Bentak Hima.
Deka kaget mendengar Hima bentak-bentak. Ternyata Hima sedang memarahi seseorang. Rupanya Deka mengenali sosok yang sedang Hima marahi, tentu saja Kak Ibra. Ia menahan tawa melihat Hima dengan beraninya memarahi Kak Ibra. Mungkin disangkanya Kak Ibra adalah orang asing yang berniat menjahili Deka.
"Santuy, Bro. Gue temen abangnya dia." Ucap Kak Ibra
Mampus gue :)) -Hima
"Iya Him, ini Kak Ibra, temennya Bang Arel. Kak, ini Hima temen gue." Jelas Deka.
Teman tapi ntar menikah maksudnya :v -Deka
"Eh... Sori bang, gue kira lo mau ganggu Deka tadi." Ucap Hima seraya tersenyum kikuk.
"Lagian lo ngapain pake nutup mata gue segala sih, Kak," Tambah Deka.
"Allahu, kalian kok pada galak-galak amat sih. Perasaan disini gue yang paling tua deh." Ucap Kak Ibra yang terdzolimi.
***Setelah puas berkeliling-keliling sampai mendapatkan kado untuk Bang Arel, mereka bertiga tampak kelelahan. Kemudian mereka memutuskan untuk berhenti di tempat makan terdekat. Dua manusia medit ini kegirangan saat Kak Ibra menawarkan diri untuk mentraktir mereka.
"Kalian mau makan apa?" Tanya Kak Ibra sambil melihat-lihat daftar menu.
"Apa aja." Jawab Hima dan Deka bersamaan. Orang dibayarin mah pasrah aja
"Cie... kata temen gue dulu, kalo ada orang ngomong barengan nanti anaknya kembar lo." Goda Kak Ibra
"Jelas lah anak kita kembar, kan gue ibunya dia bapaknya hiyahiyahiya," Ucap Deka sambil melirik Hima.
"Biasaan." Jawab Hima.
"Allahu... Ini anak. Kerjaannya ngebucin mulu. Gue bilangin Darel nih lama-lama."
"Situ kalo berani, gue aduin Hima lo kak." Ancam Deka.
"Semerdeka lo ae, De." Balas Hima
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Insane #Wattys2019
Teen Fiction[tahap revisi] "Pas banget! Gue lagi nyari jodoh, eh malah ketemu, lo." -Deka "Gila lo." -Hima